Pages

16 Desember 2008

TENTANG GOLPUT 1: Pengertian Secara Umum

Istilah golput atau golongan putih di Indonesia sesungguhnya sudah ada sejak Pemilu di masa orde baru. Pada masa reformasi, ancaman golput malah semakin meluas tidak hanya di tingkat nasional (pemilu), akan tetapi hingga di tingkat pemilihan kepada daerah (pilkada). Awal Desember 2008 atau menjelang memasuki tahun Pemilu 2009, isu tentang golput mulai disoroti kembali dengan menambahkan ide tentang fatwa haram. Tulisan bagian pertama ini membahas pengertian secara umum tentang golput dan faktor-faktor penyebab terjadinya fenomena golput. Diharapkan setelah memahami apa dan bagaimana golput, maka akan dapat dijadikan sebagai dasar untuk memberikan sikap dan penilaian.

Istilah Golongan Putih (Golput)
Istilah golongan putih atau golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971. Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI (sekarang TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar. Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar. Arogansi seperti ini dianggap menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat yang memilih. Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih. Artinya, jika coblosan tidak tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.

Ada perbedaan fenomena golput pada masa politik di orde baru dan masa politik di era reformasi. Di masa orde baru, ajakan golput dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan politik terhadap arogansi pemerintah/ABRI yang dianggap tidak menjunjung asas demokrasi. Pada era reformasi yang lebih demokratis, pengertian golput merupakan bentuk dari fenomena dalam demokrasi.

Pengertian Golput Secara Umum
Di negera manapun yang menjalankan sistem demokrasi, bahkan di negara yang sudah maju demokrasinya, golput adalah fenomena dalam demokrasi. Golongan putih (golput) atau disebut juga ‘No Voting Decision’ selalu ada pada setiap pesta demokrasi di mana pun terutama yang menggunakan sistem pemilihan langsung (direct voting). Mereka (para pemilih) dikatakan golput atau ‘No Voting Decision’ apabila berkeputusan untuk tidak memilih salah satu dari kontestan yang tersedia pada kertas suara ketika dilakukan pemungutan suara. Apabila cara untuk memilih dilakukan dengan mencoblos logo/foto, maka pemilih tidak mencoblos pada tempat yang sediakan sehingga kartu suara dinyatakan tidak sah. Jika untuk memilih digunakan dengan memberikan coretan atau tanda centang, maka pemilih tidak memberikan tanda centang atau memberikan tanda centang bukan pada tempat yang disediakan sehingga kartu suara menjadi tidak sah. Dari pengertian ini, mereka yang dikatakan mengambil sikap golput atau ‘No Voting Decision’ tetap hadir dan melakukan proses pemilihan sesuai dengan tata cara yang berlaku.

Dalam perkembangannya, keputusan untuk tidak memilih (golput) ternyata semakin rumit. Seorang pemilih bersikap tidak memilih dengan cara tidak menghadiri bilik suara atau TPS pada waktu yang telah ditentukan (jadwal pencoblosan). Pemilih (voter) tadi sudah terdaftar sebagai pemilih, akan tetapi dengan sengaja tidak hadir ke lokasi pemungutan suara ketika hari pelaksanaan pemilihan. Tentu saja kertas suara yang tidak digunakan tadi dianggap tidak sah. Sikap untuk tidak memilih (no vote) semakin rumit untuk dijelaskan. Mereka (calon pemilih) akan menolak untuk dicatatkan atau didaftarkan namanya sebagai calon pemilih. Caranya bisa dengan menolak untuk dilakukan pendataan ulang atau tidak mengisi formulir calon pemilih. Status sikap mereka yang tidak memilih dengan cara seperti ini tentunya tidak berbeda dengan mereka calon pemilih yang tidak mengetahui proses pendataan ulang sehingga namanya menjadi tidak tercantum dalam daftar pemilih resmi.

Mengapa Disebut Fenomena?
Jika diartikan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fenomena adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak biasa, akan tetapi nyata ada/terjadi. Misalnya jika selama ini diketahui siang hari mempunyai waktu sekitar 6 jam, maka di wilayah Utara bisa mencapai 18 jam. Jika ada diketahui ada sebanyak 5 pilihan untuk capres/cawapres, maka ketika selesai dilakukan penghitungan suara terdapat 1 pilihan tambahan, yaitu tidak memilih. Dikatakan luar biasa karena jika jumlahnya terlalu besar, maka akan berpengaruh terhadap legalitas partai ataupun kandidat yang memenangi pemilihan (vote result). Dikatakan luar biasa pula karena sikap golput atau sikap untuk tidak memilih (no decision vote) akan lebih banyak merugikan partai politik itu sendiri. Misalnya kepercayaan dari pendukung-pendukung dana menjadi berkurang dan resiko kerugian finansial apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk dilakukan pemilihan ulang.

Pada prinsipnya, bukan hanya Indonesia saja yang memiliki masalah dengan pembinaan demokrasi. Negara-negara yang sudah lebih dulu maju demokrasinya yang disertai dengan pendewasaan politik yang tinggi pun sering bermasalah dengan sikap golput. Kaukus-kaukus politik terus diupayakan oleh partai politik dengan menghabiskan dana yang cukup besar hanya untuk menekan tingginya angka golput. Kita bisa melihat negara seperti Amerika yang sudah sangat maju itu saja bersusah payah menggalang koalisi partai-partai politik (25 parpol) untuk meminimalisasikan resiko menculnya golput. Selain disebut sebagai fenomena dalam demokrasi, sikap golput juga merupakan resiko politik. Jika di Indonesia persentase golput mencapai 45% sudah mulai dijadikan masalah nasional, maka parpol-parpol di Amerika sudah mulai panik jika angka golput mencapai di atas 10%, termasuk juga parpol besar seperti Demokrat dan Republik.

Referensi
Allen, Glen O., 1982, “Formal Decision Theory and Majority Rule”, Ethics, Volume 92, Number 2, pp. 199-206.
Blais, A. and A. Dobrzynska, 1998, "Turnout in Electoral Democracies", European Journal of Political Research, Vol. 33, pp. 239-261.
Blondel, J. R., Sinnott, and P. Svensson, 1997, "Representation and Voter Participation", European Journal of Political Research, Vol. 32, pp. 243-272.
Brady, E. H., S. Verba, and K. L. Schlozman, 1995, "Beyond SES: A Resource Model of Political Participation", American Political Science Review, Vol. 89, No. 2, pp. 271-294.
Coulson, Tony, 1999, “Voter Turnout in Canada: Finding From The 1997 Canadian Election Study”, Electoral Insight, November 1999 Edition.
Kedaulatan Rakyat Online, 15 Desember 2008, “Tajuk Rencana: Berlebihan, Harapkan MUI Haramkan Golput” (Link)
Mujani, Saiful, 2004, “Opini: Mitos Golput”, Kompas Online, 25 Mei 2004 (Link)
Pammett J., 1991, "Voting Turnout in Canada", The Research Studies of The Royal Commission on Electoral Reform and Party Financing, Volume 15, Toronto: Dundurn Press, p. 35.
Ragsdale, L and J. G. Rusk, "Who are Nonvoters?: Profiles from the 1990 Senate Elections", American Journal of Political Science, Vol. 37, No. 3 (1993), p. 722.

7 komentar:

  1. saya sangat setuju klo seandainya GOLPUT itu diharamkan oleh MUI Idonesia, karena tidak sesuai dengan nilai dan norma kebersamaan.hidup MUI. Hadi

    BalasHapus
  2. sebagai negara yang telah merdeka dan berdaulat, indonesia harus bisa menjadi negara yang adil dan bijaksana. salah satuny dengan melarang GOLPUT karena hal tersebut akan memicu kekecewaan terhadap hak pilih sebagai warga negara indonesia yang tercinta. Hadi Sofian

    BalasHapus
  3. YANG NAMANYA JUGA KOMENTAR YA...
    TAPI AKU JUGA GAK SETUJU KO'
    KALO GOLPUT
    SOALX KAN PINGIN MENGELUARKAN HAK SUARA JUGA ^_*

    Q CUMA BERHARAP,
    MOGA2 PEMILU YANG KAN DATANG BISA BERJALAN DENGAN BAIK
    TANPA ADA PERMUSUHAN, BENRTOKAN DLL

    MAU KAN....

    BalasHapus
  4. Mendungan golput Kali gitu. Wong parpol n pimpinan ndak kasih contoh yg beber

    BalasHapus
  5. golput itu hak politik,
    golput justru jadi pelajaran bagi pemerintah.
    dengan adanya golput, kita bisa melihat bagaimana sistem pemilu itu berjalan baik atau tidak.
    yaang penting tolak moneypolitik yang hanya menyengsarakan rakyat.

    tetep saja saya sebagai warga akan memilih pilihan menurut hati nurani saya.

    BalasHapus
  6. Golput wajar, asal kaya arif budiman itu, dtg ke tps. Tpi kita coblos yg daerah pdutihnya aja atau coblos semua nama caleg nya.

    BalasHapus