20 Juli 2012

INDONESIA KAYA AKAN HABITAT SATWA LIAR

Sedikit diketahui oleh masyarakat Indonesia apabila negeri tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan merupakan habiat terbesar satwa liar di dunia. Bukan hanya kaya akan sumber daya alam (SDA) berupa minyak bumi, gas alam, pertambangan, ataupun mineral, melainkan pula kaya akan keaneragagaman hayati. Tanpa banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia, bahwa negerinya selama ini menjadi pusat perhatian dunia karena memiliki kekayaan yang sulit dicari tandingannya di negeri manapun. Posting kali ini akan mengulas tentang fakta-fakta satwa liar di Indonesia yang disadur dari situs ProFauna Indonesia.

Nomor Satu Keanekaragaman Hayati dan Ancaman
Menurut rilis terakhir dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2011 memperkirakan terdapat sebanyak 300.000 jenis satwa liar yang berhasil diidentifikasikan di Indonesia. Jumlah tersebut mencakup sekitar 17% dari total jenis satwa liar yang masih tersisa di dunia. Luas daratan Indonesia hanya sekitar 1,3% dari luas daratan di seluruh dunia, tetapi Indonesia memiliki paling banyak kekayaan mamalia (515 jenis) yang menjadi habitat dari sekitar 1.539 jenis burung. Adapun sebanyak 45% jenis ikan di dunia (air tawar maupun air asin) hidup di Indonesia (Profauna Indonesia, 2012).

Organisasi perlindungan satwa liar seperti World Wild Life (WWF) pernah melaporkan pada tahun 2010, apabila mereka memperkirakan masih terdapat ribuan jenis satwa liar yang belum teridentifikasi di Indonesia. Identifikasi satwa liar bukanlah perkara mudah, karena harus mendapatkan pengakuan internasional. Prosesnya pun cukup rumit dengan melibatkan organisasi-organisasi dunia, terutama IUCN dalam proses identifikasi. National Geography yang paling sering menjadi sponsor dalam pencarian jenis baru spesies satwa liar di seluruh penjuru dunia. Tahun 2012 ini telah ditemukan jenis serangga unik yang diduga merupakan spesies yang baru diidentifikasikan hidup di belantara Sulawesi. Pihak IUCN sendiri mengakui apabila kekayaan hayati untuk satwa liar terjadi dalam kelompok spesies maupun sub spesies (paling banyak ditemukan).

Sekalipun demikian, kekayaan akan keanekaragaman hayati untuk satwa liar ini pun ternyata kaya akan risiko kepunahan. Indonesia masuk ke dalam daftar panjang tentang satwa-satwa liar yang terancam punah. Pada tahun 2011 lalu, pihak IUCN merilis laporan baru tentang daftar satwa liar yang masuk ke dalam ancaman kepunahan yang terdiri atas 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis amfibi. Jumlah total spesies yang terancam kepunahan dengan kategori kritis (critically endangered) telah mencapai 68 spesies, kategori endangered sebanyak 69 spesies, dan kategori rentan (vulnerable) sebanyak 517 spesies. Tiga kategori tersebut membutuhkan upaya untuk dilakukan penyelamatan.

Penyebab Kepunahan Satwa Liar
Status kepunahan satwa liar di suatu wilayah dikeluarkan oleh IUCN melalui serangkaian proses pengamatan di lapangan. Misalnya saja, status kepunahan yang belum lama dikeluarkan IUCN dan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) terhadap beberapa jenis satwa liar di Indonesia tahun 2010. Hasil pengamatan tersebut sekaligus menelusuri faktor-faktor penyebabnya yang difokuskan pada aspek lingkungan dan aspek perburuan. Satwa liar memiliki habitat tersediri (lingkungan alami) yang sekaligus menjadi penopang kelestariannya. Selain faktor lingkungan, CITES mengidentifikasi aktivitas perburuan dan perdagangan yang masuk ke dalam kategori ancaman tinggi terhadap pelestarian satwa liar. Dari fakta-fakta lapangan tersebut kemudian diteliti lebih lanjut atas kemampuan (daya tahan) satwa liar untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, termasuk pula ancamannya.

Kerusakan lingkungan saat ini menjadi masalah yang sangat serius dalam upaya penyelamatan dan pelestarian satwa liar. Ada dua penyebab kerusakan lingkungan, yaitu kerusakan alami yang disebabkan oleh bencana alam dan kerusakan permanen yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan alami relatif mampu untuk diperbaharui dengan cepat, serta tidak menyebabkan efek berantai yang berkepanjangan. Lain halnya dengan kerusakan permanen yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Dalam kasus ini, hutan merupakan habitat terpenting dari sebagian besar satwa liar di Indonesia. Pada tahun 1950, luas kawasan hutan (alami) di Indonesia meliputi sekitar 84% atau sekitar 162 juta hektar. Tetapi data terkini yang dirilis oleh pemerintah menyebutkan apabila luas hutan masih meliputi 138 juta hektar. Data tersebut masih kontroversi, karena berbagai pihak menghitung luasnya malah kurang dari 120 juta hektar. Pada tahun 2008, Guiness World of Record memasukkan Indonesia sebagai negara yang paling cepat merusak (menghabiskan) hutan.

Kerusakan hutan di Indonesia merupakan bagian dari upaya konversi lahan dari hutan alami menjadi hutan produksi. Beberapa dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri lainnya. Beberapa kawasan hutan berubah fungsi menjadi lahan pertambangan. Keduanya menyebabkan kerusakan lingkungan secara permanen. Hutan buatan atau hutan hasil penghijauan (reboisasi) tidak bisa mengembalikan habitat aslinya, karena jenis pohon maupun tanamannya sudah berbeda dengan tanaman aslinya. Lebih parah lagi, penghijauan ternyata tidak selalu sukses dilaksanakan di semua tempat, sehingga mendorong munculnya tanaman-tanaman yang tidak bisa menopang habitat alami sebelumnya. Dampak negatif dari konversi hutan tersebut memunculkan anggapan apabila satwa-satwa liar dianggap sebagai hama, sehingga di beberapa tempat sering dimusnahkan. Beberapa bulan yang lalu ditemukan banyak kasus pembantaian orang utan (Pongo pygmaeus) di Kalimantan (Indonesia) oleh pemilik perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit.

Akibat lain dari konversi hutan atau kerusakan hutan dari aktivitas industri memunculkan limbah-limbah berbahaya yang mencemari kawasan perairan (sungai). Kondisi tersebut semakin diperparah dengan maraknya aktivitas penangkapan ikan yang tidak terkendali. Kerusakan lingkungan perairan tersebut akan mengancam keberadaan satwa liar di perairan (air tawar). Lebih memprihatinkan lagi, apabila masih banyak spesies-spesies perairan air tawar yang masih belum diidentifikasikan oleh IUCN, tetapi sudah ditemukan. Salah satu kawasan perairan air tawar yang rawan saat ini dijumpai di belantara Kalimantan dan Papua. Misalnya saja, jenis spesies ikan piranha di Papua yang sampai saat ini belum berhasil diidentifikasikan dan sudah sulit untuk ditemukan.

Aktivitas manusia lainnya yang cukup mengancam keberadaan satwa liar adalah perburuan dan perdagangan hewan. Menurut CITES, Indonesia termasuk negara yang memberikan kontribusi cukup besar dalam perdagangan organ satwa liar di dunia. Perdagangan organ satwa liar diperuntukkan untuk memasok perdagangan obat tradisional, makanan khas, dan aksesoris (termasuk bulu/kulit binatang). Harga organ-organ satwa liar tersebut sangat tinggi di pasaran pengecer. Misalnya saja seperti empedu Harimau Sumatera bisa lebih tinggi dari harga emas (logam mulia). Harimau Sumatera termasuk yang paling banyak mendapatkan perhatian oleh CITES, karena hampir sebagian besar organ tubuhnya bisa diperdagangkan dengan harga yang sangat tinggi. Bagian organ yang cukup banyak pula diperdagangkan dan harganya sangat tinggi adalah organ untuk keperluan aksesoris, seperti kuku, taring (gigi), gading (termasuk cula badak), bulu, dan kulit. Beberapa jenis hewan yang masih kecil akan diperdagangkan dengan harga yang cukup tinggi pula. Beberapa jenis lagi yang memiliki kategori unik akan dijual utuh, seperti burung Cendrawasih, burung Kakatua, burung Jalak, dan lain sebagainya. Seluruh satwa liar yang masuk ke dalam daftar merah (Red List) IUCN kebanyakan bukan jenis yang mampu untuk dibudidayakan (dikembangbiakkan tanpa habitat alaminya).

Upaya Perlindungan Satwa Liar
Ada dua elemen yang dibutuhkan dalam upaya perlindungan satwa liar, yaitu elemen pemerintah dan elemen kemasyarakatan. Dari pihak pemerintah dilaksanakan atas kewenangan Kementrian Kehutanan RI yang selanjutnya diteruskan ke tingkat pelaksana teknis oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Keterlibatan masyarakat dapat berupa dua bentuk aktivitas, yaitu aktivitas terorganisir dan aktivitas individu (biasanya dalam kelompok kecil). Elemen yang berasal dari kelompok swadaya masyarakat (seperti LSM) bisa berasal dari organisasi yang dibentuk oleh warga negarai di negara tersebut ataupun merupakan perwakilan dari organisasi internasional. Dalam hal ini, pemerintah merupakan pihak yang secara konstitusi diberikan kewenangan untuk mendayagunakan alat-alat kekuasaan yang diamantkan kepadanya untuk melakukan upaya perlindungan dan pelestarian satwa liar.

Mengenai perlindungan dan pelestarian satwa liar telah memiliki payung hukum sendiri, yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mengenai pelaksanaannya telah tersedia Peraturan Pemerintah (PP) No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Berikut adalah petikan dari isi UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal 21 (2) UU No 5 Tahun 1990:
Setiap orang dilarang untuk:

  1. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
  2. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
  3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
  4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
  5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Adapun sanksi atau ancaman pidana yang dikenakan dicantumkan dalam Bab XII (Ketentuan Pidana), pada Pasal 40 (2) yang berisi:
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dengan menggunakan dua payung hukum di atas sudah cukup untuk berlaku bagi siapapun warga negara yang untuk turut serta ke dalam program perlindungan dan pelestarian satwa liar. Tidak terkecuali pula bagi mereka yang bukan warga negara Indonesia yang mengambil manfaat atau kepentingan (keuntungan) dari satwa liar di wilayah kedaulatan NKRI. Kewenangan pemerintah tadi selanjutnya akan diserahkan sepenuhnya melalui BKSDA sebagai pihak yang akan melakukan koordinasi tugas. Pihak BKSDA bisa bekerjasama dengan alat negara lain seperti Kepolisian RI maupun TNI. Tetapi yang terutama BKSDA akan menggandeng masyarakat untuk turut serta mendukung upaya pelestarian dan perlindungan satwa liar di kawasan NKRI.

Salah satu dari upaya untuk mewujudkan pelaksanaan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar adalah mendirikan atau menciptakan lingkungan khusus yang diperuntukkan bagi upaya pelestarian dan perlindungan. Berikut ini adalah jenis lokasi yang menjadi tempat perlindungan dan upaya pelestarian satwa liar.
Suaka Margasatwa
Merupakan suatu lokasi buatan yang habitatnya dirancang sedemikian rupa menyerupai habitat alami bagi satwa-satwa tertentu yang dikategorikan hampir punah. Mirip dengan kebun binatang (Zoo), tetapi pengunjung tidak bisa bebas berkeliaran untuk menjaga keaslian habitatnya. Suaka Margasatwa biasanya dibuat apabila lokasi habitat alaminya sudah tidak lagi memungkinkan untuk dikembangkan atau dijaga kealamiannya. Tujuan lainnya untuk menempatkan satwa-satwa liar tertentu di kawasan yang lebih mudah dilakukan pemantauan, sehingga bisa dipelajari kemungkinan peletariannya di masa mendatang. Saat ini, suaka margasatwa baru terdapat di Propinsi Jawa Barat.
Cagar Alam
Berlawanan dengan suaka margasatwa, pada lokasi yang disebut cagar alam merupakan habitat aslinya yang kemudian diberikan status perlindungan di bawah undang-undang. Status cagar alam sangat memungkinkan apabila kawasan yang menjadi habitat alami dari satwa maupun fauna liar masih bisa tersedia kealamiannya, serta masih memungkinkan untuk dijaga kelestariannya. Indonesia masih memiliki banyak lokasi yang menjadi cagar alam, terutama di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Papua. Di Pulau Jawa sudah sangat terbatas dan yang tersisa saat ini hanya cagar alam di Ujung Kulon untuk melindungi habitat satwa Badak bercula satu.
Hutan Lindung
Status konservasinya mirip dengan cagar alam, tetapi hutan lindung lebih diprioritaskan untuk menjaga ekosistem kehutanan dari ancaman kealamiannya. Perlindungan sebenarnya berlaku pula terhadap satwa ataupun tumbuhan liar di dalamnya yang sekaligus membentuk ekosistem alami hutan purba. Jumlah hutan lindung di Indonesia bisa ditemukan di banyak tempat, tetapi jumlahnya semakin berkurang. Beberapa kawasan hutan lindung saat ini sudah bukan lagi merupakan hutan lindung alami, melainkan hutan lindung buatan. Hutan lindung yang alami masih dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Taman Nasional
Status taman nasional bisa dikatakan sebagai status perlindungan paling tinggi di banyak negara. Status tersebut diberikan kepada suatu wilayah/kawasan yang masih alami atau memiliki kealamian di mana di dalamnya tersimpan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sebagai satu kesatuan ekosistem. Taman nasional biasanya memiliki cakupan yang sangat luas, bahkan bisa berupa satu pulau seperti Pulau Komodo. Selain ditujukan untuk keperluan pelestarian alam dan lingkungan, taman nasional diorientasikan juga untuk keperluan pariwisata. Dalam hal ini, aktivitas wisata alam tersebut didesain sedemikian rupa agar tidak merusak sedikit pun ciri khas kealamian hayati di taman nasional. Selain Pulau Komodo, terdapat beberapa nama taman nasional seperti TN Gunung Leuser, TN Lorentz, dan lain sebagainya.
Taman Laut
Status konservasinya setara dengan taman nasional, tetapi taman laut diperuntukkan bagi wilayah perairan laut (air asin). Lokasinya tidak berjauhan dari garis pantai atau sekitar 16 km dari garis pantai terdekat (berdasarkan kesepakatan internasional mengenai batas wilayah perairan laut). Tujuannya adalah untuk menjaga habitat dan ekosistem perairan bawah air, termasuk pula kualitas air laut dari ancaman/risiko kerusakan lingkungan ataupun ancaman perusakan tidak terkendali. Indonesia memiliki banyak tempat yang telah diberikan status taman laut, tetapi masih banyak pula lokasi yang belum diberikan status perlindungan. Salah satu contoh taman luat yang sudah ada seperti TL Bunaken, TL Raja Ampat, TL Selat Pantar, TL Togean, TL Taka Bonarate, TL Wakatobi, dan lain sebagainya.
Kebun Binatang dan Kebun Raya
Kebun binatang dan kebun raya merupakan lokasi buatan yang dirancang khusus untuk aktivitas penangkaran satwa liar dan dilindungi yang telah mendapatkan ijin dari pemerintah. Berbeda dengan suaka margasatwa, di kebun binatang (zoo) ataupun kebun raya, para pengunjungnya bisa bebas berkeliaran. Untuk kebun binatang, hewan-hewan ditempatkan di lokasi yang dapat mudah dilihat oleh pengunjung. Keberadaan kebun binatang sebenarnya bukan untuk tontonan, melainkan bagian dari upaya pelestarian lingkungan. Tidak semua jenis hewan/satwa liar boleh ditempatkan, kecuali pihak pengelola kebun binatang bisa menyediakan kriteria-kriteria lokasi yang dikehendaki oleh peraturan pemerintah. Kebun binatang atau kebun raya haruslah pula memiliki fasilitas medis yang memadai, termasuk fasilitas perawatan intensif. Disamping itu, keduanya pula harus memiliki fasilitas penelitian sehubungan dengan satwa/fauna yang menjadi koleksi.
Akuarium Raksasa
Cukup sulit menemukan padanan kata untuk fasilitas yang memiliki andil dalam upaya pelestarian satwa liar. Fungsinya mirip dengan kebun binatang, tetapi dikhususkan untuk satwa-satwa air. Ada jenis akuarium yang khusus untuk satwa air laut (air asin) dan ada pula akuarium raksasa untuk satwa air tawar. Keduanya khusus menampung satwa-satwa yang dilindungi dan terancam kepunahan. Indonesia memiliki satu akuarium raksasa yang diberi nama SeaWorld yang berisikan koleksi satwa-satwa liar perairan air laut. Sayangnya, SeaWorld didirikan oleh warga negara asing dan merupakan cabang dari seluruh SeaWorld di dunia. Fasilitas semacam ini sebenarnya terintegrasi dengan fasilitas penelitian, perawatan (fasilitas medis), pemeliharaan, dan sekaligus bagian dari upaya konservasi satwa perairan.

Upaya yang terpenting dalam pelestarian lingkungan adalah upaya yang langsung melibatkan peran serta masyarakat. Misalnya saja dengan keterlibatan kelompok-kelompok kecil yang menjadi relawan untuk mengorganisasikan kampanye pelestarian satwa/fauna liar yang dilindungi dan terancam punah. Di Indonesia sendiri sudah ada seperti Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Spesies of Indonesia) yang disponsori oleh Global Nature, Pro Fauna (internasional), World Wild Life (WWF) Indonesia, Yayasan IAR (International Animal Rescue), dan masih banyak lainnya. Kebanyakan di antaranya yang populer dan berkembang berasal dari luar, karena mereka memiliki jaringan kemasyarakatan yang lebih luas dan dukungan dana yang kuat. Mereka tidak semata melibatkan atau menjaring peran serta masyarakat, melainkan melakukan pemberian pendidikan (edukasi) lingkungan hidup. Salah satunya yang berkoordinasi dengan pemda setempat seperti Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) di Sungai Wain (Balikpapan, Kalimantan Timur).

2 comments:

LukQQ mengatakan...

Sekalipun demikian, kekayaan akan keanekaragaman hayati untuk satwa liar ini pun ternyata kaya akan risiko kepunahan. Indonesia masuk ke dalam daftar panjang tentang satwa-satwa liar yang terancam punah. Pada tahun 2011 lalu, pihak IUCN merilis laporan baru tentang daftar satwa liar yang masuk ke dalam ancaman kepunahan yang terdiri atas 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis amfibi. Jumlah total spesies yang terancam kepunahan dengan kategori kritis (critically endangered) telah mencapai 68 spesies, kategori endangered sebanyak 69 spesies, dan kategori rentan (vulnerable) sebanyak 517 spesies. Tiga kategori tersebut membutuhkan upaya untuk dilakukan penyelamatan.
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia

SIPP ^^ mengatakan...

CrownQQ Agen DominoQQ BandarQ dan Domino99 Online Terbesar

Yuk Buruan ikutan bermain di website CrownQQ
Sekarang CROWNQQ Memiliki Game terbaru Dan Ternama loh...

10 permainan :
=> Poker
=> Bandar Poker
=> Domino99
=> BandarQ
=> AduQ
=> Sakong
=> Capsa Susun
=> Bandar 66
=> Perang Baccarat
=> Perang dadu (NEW GAME)

Promo Yang berlaku
=> Bonus Refferal 20%
=> Bonus Turn Over 0,5%
=> Minimal Depo 20.000
=> Minimal WD 20.000
=> 100% Member Asli
=> Pelayanan DP & WD 24 jam
=> Livechat Kami 24 Jam Online
=> Bisa Dimainkan Di Hp Android
=> Di Layani Dengan 5 Bank Terbaik
=> 1 User ID 10 Permainan Menarik
=> Menyediakan deposit Via Pulsa

Link Resmi CrownQQ:
- hokicrown.com
- hokicrown.net
- hokicrown.org

Info Lebih lanjut Kunjungi :
Website : CrownQQ
WHATSAPP : +6287771354805
Line : CS_CROWNQQ
Facebook : CrownQQ Official
Kemenangan CrownQQ : Agen BandarQ

Posting Komentar