01 Agustus 2012

NEGARA-NEGARA YANG MEMILIKI SILICON VALLEY DAN PELUANG INDONESIA

Silikon Valley atau Lembah Silikon merupakan julukan bagi kawasan bagian Selatan San Fransico Bay Area di negara bagian California (Amerika Serikat). Di sinilah tempat berkumpulnya industri teknologi yang meliputi pula kawasan hingga San Jose, Santa Clara, Sunnyvale, Palo Alto, dan lain sebagainya. Beberapa waktu yang lalu, Menteri Perindustrian RI, MS Hidayat mengutarakan keinginannya untuk mewujudkan Silicon Valley di Jawa Barat. Sebelum mengomentari, ada baiknya mengenal sekilas mengenai Lembah Silikon yang menjadi salah satu ikon teknologi dunia.

Lembah Silikon Dan California
Negara bagian California merupakan surga ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebut saja beberapa nama perguruan tinggi ternama seperti UCLA, California Institute of Technology, Stanford University, dan masih ada 6 nama perguruan tinggi lainnya yang menjadi ikon penemuan di Amerika Serikat. Di sini pula berkumpul perusahaan teknologi terkemuka di dunia seperti Adobe System, Apple Computer, Cisco System, Hewlett-Packard, Intel, AMD, Yahoo, dan masih banyak lainnya. Pusat riset atom dan mesin pemecah atom terbesar di negeri itu terdapat di California. Di sini pula berpusatnya kelahiran ilmu pengetahuan dan teknologi baru, mulai dari zarah atom hingga luar angkasa.


Sumber: Inovtrs.com

Nama Silicon Valley pertama kali diperkenalkan oleh Ralph Vaerst, tetapi penggunaan istilahnya secara tertulis diperkenalkan oleh rekannya, Don Hoefler. Istilah Silicon Valley disebutkan dalam tajuk tulisan (artikel) pada buletin mingguan Electronic News dengan judul “Silicon Valley in The USA” untuk edisi 11 Januari 1971. Isi tulisan tersebut mengilustrasikan suatu wilayah yang didiami oleh perusahaan-perusahaan dalam industri semikonduktor atau industri teknologi. Lebih dari 80% industri teknologi di bidang komputer untuk hardware maupun software bertempat di wilayah ini. Disebutkan kata “Valley” karena lokasi tersebut terletak di Santa Clara Valley, yaitu di ujung Selatan San Fransisco Bay.

Awalnya, penulis mengira Silicon Valley merupakan lokasi penambangan batuan mineral. Unsur Silikon (Si) merupakan unsur kimia yang mewakili unsur bebatuan mineral yang diperoleh dari pasir kuarsa. Tetapi tidak demikian kenyataannya, Silicon Valley atau Lembah Silikon ternyata pada sebagian besar kawasan dulunya mereka kawasan perkebunan (sebelum 1990). Sementara penambangan pasir kuarsa justru tidak terletak di kawasan yang saat ini dihuni sebagai kompleks industri teknologi. Pada awalnya lokasi tersebut berupa perkebunan, tetapi seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian menggeser konsentrasi industri menuju industri teknologi.

Kompleks Silicon Valley beserta seluruh pusat riset ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berdiri di atas lahan yang bisa dikatakan bukan lahan produktif untuk pertanian/perkebunan. Negara bagian California tersusun atas beberapa kawasan yang hijau dan kawasan yang relatif tandus. Misalnya, reaktor pemecah atom yang dimiliki oleh Barkeley menempati area perluasan yang merupakan kawasan tandus. California bisa dikatakan termasuk negara bagian yang paling cepat berkembang sejak masa berkembangnya koloni di negeri mereka. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan dan perkembangan wilayah dikarenakan di kawasan ini lebih banyak ditemukan pertambangan emas.

Sinergi Utuh Antara Perguruan Tinggi dan Korporasi
Cikal bakal munculnya kawah candradimuka teknologi di negeri Paman Sam tersebut berawal dari misi Stanford University untuk membangun kawasan bagian Barat California tersebut menjadi basis industri teknologi. Perintisannya sudah dimulai sejak tahun 1890 atau sekitar lebih dari 1 abad yang lalu. Keinginan Stanford adalah untuk mewujudkan basis industri teknologi dan kemandirian teknologi yang berpusat di California. Sejak saat itulah, Stanford University bersama dengan perusahaan-perusahaan teknologi di kawasan sekitarnya mulai melakukan sinkronisasi visi dan misi dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada awal dekade 1950.

Perjalanan 50 tahun yang cukup panjang untuk bisa menyelaraskan visi dan misi Stanford dengan perusahaan-perusahaan teknologi di California. Antara dekade 1940an dan 1950an, salah satu dekan fakultas teknik di Stanford University mendorong para pengajar atau akademisi (alumni) mendirikan perusahaan sendiri untuk mewujudkan karya-karya maupun pemikirannya agar bisa diproduksi. Beberapa nama di antaranya adalah William R. Hewlett dan David Packard yang mendirikan Hewlett-Packard, Stanley F. Kaisel (mantan dosen teknik) mendirikan Teledyne, Inc., Dean Watkins (fisikawan Stanford) yang mendirikan perusahaan piranti elektronik untuk sistem komunikasi ruang angkasa, dan masih banyak nama-nama lain yang dipelopori oleh Stanford University yang berpusat di Palo Alto. Steve Jobs dan Steve Wozniak, keduanya adalah alumnus University of California, Barkeley.

Ketika Xerox memperkenalkan sistem antar muka grafis (graphic interface), barang ciptaan mereka diseminarkan di Stanford University di Palo Alto. Begitu pula ketika perusahaan Hewlett-Packard (HP) menciptakan sistem audio osilator untuk dimasukkan ke produksi film Walt Disney pun sempat dipresentasikan di Palo Alto. Stanford University secara institusional mempelopori perintisan teknologi yang nantinya akan mengubah wajah perkebunan di Santa Clara Valley menjadi industri teknologi yang disebut Silicon Valley.

Peran pemerintah Amerika Serikat adalah yang paling penting dalam mendorong kemunculan cikal-bakal Silicon Valley. Amerika Serikat memiliki visi dan misi untuk mewujudkan negerinya menjadi simbol penguasaan dunia di berbagai bidang, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemandirian industri sudah cukup lama mereka wujudkan, sejak dimulainya revolusi industri paska penciptaan mesin uap. Dalam hal kepeloporan ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka berlomba-lomba dengan pesaingnya dari Eropa. Kemandirian di berbagai bidang diharapkan pula akan mengurangi ketergantungan Amerika Serikat terhadap Eropa, paska kemerdekaannya di tahun 1776. Nama-nama perusahaan yang tertera pada peta gambar Silicon Valley di atas merupakan simbol dan ikon teknologi dunia.

Silicon Valley (Kemandirian Teknologi) di Berbagai Negara
Jepang merupakan salah satu maju yang mencatatkan diri sebagai salah satu ikon teknologi di dunia. Semua berawal dari Restorasi Meiji yang bertujuan untuk mewujudkan bangsa Jepang sebagai bangsa yang dihormati di Asia dan dunia. Kemandirian industri dan teknologi oleh Jepang sebenarnya sudah terwujud sebelum Perang Dunia I. Tidak lama setelah masa Restorasi Meiji, pemerintah Kerajaan Jepang langsung mensinergikan peran perguruan tinggi (pendidikan) dan industri. Tidak seperti Amerika yang memiliki lebih luas wilayah daratan, Jepang mengembangkan industrinya di beberapa daerah setingkat propinsi, seperti Kyoto, Nagoya, dan lain sebagainya. Mereka menerapkan disiplin yang kuat kepada warga negaranya untuk terlibat langsung mensukseskan visi dan misi Restorasi Meiji. Sekalipun telah diluluhlantakkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang yang sebelumnya telah menguasai basis ilmu pengetahuan dan teknologi tidak membutuhkan waktu lama untuk mengejar ketertinggalannya.

Korea Selatan bisa dikatakan cukup tertinggal jika dibandingkan dengan Jepang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor Perang Korea membuat negeri tersebut harus melakukan pembenahan ulang untuk mewujudkan cita-cita mereka menjadi bangsa yang mandiri dalam segala bidang. Korea Selatan bisa dikatakan meniru cara yang digunakan oleh Jepang, yaitu dengan menerapkan sistem disiplin tinggi ke dalam masyarakatnya. Adanya beberapa kesamaan secara kependudukan dan teritorial membuat Korea Selatan tidak mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan visi dan misinya. Mereka tidak butuh waktu yang lama, sekalipun terbilang terlambat dalam pencapaian prestasi kemandirian teknologi. Berbagai bentuk penemuan penting di bidang teknologi elektronika, komputer, dan informasi telah mereka wujudkan ke dalam perangkat yang dimanfaatkan oleh masyarakat, perusahaan, maupun pemerintahan, termasuk militer.

Di era milenium 2000, India telah mencatatkan dirinya sejajar dengan negara-negara industri baru dengan pertumbuhan tinggi yang disebut BRISC (Brassil, Russian, India, Afrika Selatan, dan China). Perguruan tinggi di India melahirkan cukup banyak nama yang telah berkiprah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam penemuan-penemuan baru. India memiliki lokasi yang disebut sebagai Silicon Vallay of India yang berlokasi di Bangalore City. Sebutan lainnya adalah Silicon Plateau yang tempat berkumpulnya industri teknologi informasi. Cikal bakal kemandirian industri dimulai sejak dekade 1970an dengan didirikannya perusahaan elektronika oleh R.K. Baliga. Dari Bangalore sebenarnya telah lahir nama-nama industri baru yang menanjak reputasinya di tingkat internasional.

Taiwan negara kecil yang masih berkonflik dengan saudaranya sendiri nampaknya punya ambisi pula untuk mewujudkan kemandirian di bidang teknologi. Impian Taiwan mulai perlahan dirintis sejak awal dekade 1980an dengan direalisasikannya sejumlah penanaman modal di bidang teknologi tinggi di Kota Hsinchu yang disebut Hsinchu Science Park (HSP). Di sinilah yang nantinya akan menjadi cikal-bakal kawasan yang disebut Silicon Valley di Taiwan (The China Post, October 25th 2007). Ada sebanyak 600 hektar lahan yang disediakan untuk mendirikan pusat riset dan pengembangan teknologi tinggi dan kawasan industri. Taiwan saat ini telah memiliki sejumlah nama (brand) yang secara perlahan mulai mengisi tempat ke dalam persaingan di bidang industri teknologi tinggi.

Seperti diketahui, China adalah negara yang saat ini memegang rekor perolehan cadangan devisa paling besar di dunia. Mereka unggul dalam persaingan industri dengan mengirimkan cukup banyak produk industrinya ke berbagai negara. Bangsa China saat ini pula telah masuk ke level teknologi tertinggi, yaitu teknologi ruang angkasa. China memiliki sendiri lokasi khusus yang disebut Silicon Valley di negeri mereka, tepatnya di distrik Haidian, Beijing. Sebutannya adalah Zhongguancun atau Zhong Guan Cun yang merupakan pusat pengembangan teknologi di China. Keberadaannya sudah cukup lama, sejak dekade 1950an, tetapi baru mulai dikenal sebagai pusat teknologi pada awal dekade 1980an, yaitu dengan didirikannya Chinese Academy of Science (CAS) yang bertujuan untuk meniru konsep Silicon Valley di Amerika.

Sekalipun tergolong superior di kawasan Asia Tenggara, Filipina ternyata memiliki keunggulan dalam pengembangan teknologi, terutama di bidang teknologi informasi. Filipina sebenarnya sudah sejak dekade 1990an memiliki reputasi yang cukup baik di bidang teknologi informasi untuk level internasional. Keunggulan tersebut mendorong didirikannya kawasan di Davao City sebagai pusat pengembangan teknologi informasi di awal dekade 2000an. Terdapat sebanyak 11 perguruan tinggi yang terdiri atas 6 universitas dan 5 kolese yang dilibatkan. Mirip dengan Silicon Valley di Amerika Serikat, tetapi Silicon Gulf di Davao City lebih difokuskan pada teknologi informasi.

Prospek dan Peluang di Indonesia
Di kawasan Asia Tenggara bisa dikatatakan hanya Filipina yang memiliki pusat pengembangan teknologi terpadu yang disebut Silicon Gulf. Malaysia dan Thailand belum memiliki pemusatan pengembangan teknologi, seperti di Davao City, sekalipun mereka telah menghasilkan cukup banyak produk teknologi dengan orientasi ekspor. Thailand misalnya, negera mereka mampu untuk mewujudkan kemandirian teknologi, tetapi kekuatan industri teknologi masih ditopang dengan kekuatan investor asing. Thailand belum pula memiliki produk teknologi buatan mereka sendiri yang mampu bersaing di level pasar internasional. Tetapi setidaknya Thailand telah memiliki pabrik perakitan hard disk yang saat ini menjadi pemasok untuk merek-merek hard disk dunia seperti Seagate, Western Digital, Toshiba, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan industri teknologi di Malaysia yang masih ditopang oleh kekuatan investor asing.

Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk mewujudkan Silicon Valley di negeri sendiri. Ada dua alasan, yaitu faktor sumber daya manusia dan faktor sumber daya alam dan mineral. Tidak sedikit sebenarnya nama-nama pencipta/penemu (inventor) yang berasal dari Indonesia. Sebagian besar di antara mereka berkiprah di negeri orang, karena dianggap memiliki lebih banyak peluang untuk mengembangkan pemikiran dan karya mereka. Beberapa di antaranya ada pula yang berkiprah di negeri sendiri. Mereka semua berasal dari kalangan akademisi (perguruan tinggi) hingga tingkat sekolah menengah atas (termasuk SMK). Dukungan sumber daya alam dan mineral akan semakin memperkuat peluang Indonesia untuk menciptakan sendiri nama (brand) yang nantinya dapat menjadi simbol kemandirian teknologi.

Perlu diketahui, Indonesia memiliki pasokan bahan mineral yang cukup melimpah untuk mendukung kemandirian di bidang industri teknologi. Misalnya, pasir kuarsa yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan silikon (Si) yang nantinya dikembangkan untuk pembuatan keping semikonduktor hingga prosesor. Adalagi yang disebut dengan logam tanah jarang (LTJ) untuk menjadi bahan baku bagi industri elektronika maupun pembuatan baterai lithium. Seluruh bahan tambang tadi kebanyakan hanya diekspor dalam bentuk bahan mentah, dan hanya sedikit di antaranya yang diolah menjadi bahan setengah jadi. Masih ada cukup banyak bahan mineral lainnya berupa logam yang dapat mendukung pula terwujudnya kemandirian di bidang industri teknologi.

Mengenai faktor sumber daya manusia, Indonesia bisa dikatakan memiliki kapasitas yang secara nasional mampu untuk mewujudkan kamandirian di bidang industri teknologi. Tidak sedikit para pencipta/penemu yang justru bermunculan di kalangan perguruan tinggi untuk tingkat mahasiswa yang telah berkiprah di kompetisi internasional. Tidak sedikit pula di Indonesia telah bermunculan para pengembang (developer) perangkat lunak ber-plaftorm terbuka (opensource) yang telah diakui reputasinya. Berbagai jawara teknologi di tingkat internasional pun telah bermunculan saat ini. Jika pun ada keterbatasan dalam aspek level atau peringkat, hal tersebut tidak lain disebabkan karena faktor fasilitas pendukung. Tidak sedikit pula nama-nama orang Indonesia yang kini telah turut berkiprah di perusahaan-perusahaan teknologi, sekalipun jumlahnya mungkin masih jauh di bawah India.

Menteri Perindustrian RI, MS Hidayat menyebutkan impian untuk mewujudkan Silicon Valley di Indonesia, setelah mendapatkan persetujuan kontrak penanaman modal dari perusahaan teknologi asal Taiwan, yaitu Foxconn. Ribuan hektar lahan dan fasilitas pendukung tengah dipersiapkan oleh pemerintah setempat di Propinsi Jawa Barat yang selama ini menjadi salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Foxconn adalah perusahaan teknologi yang memproduksi motherboard dan komponen-komponen untuk industri komputer di seluruh dunia, seperti Acer, Cisco, Dell, Hewlett-Packard, Microsoft, Nokia, Samsung Electronics, Toshiba, dan lain sebagainya. Tentu saja, pernyataan bangga Bpk Menperin RI tersebut berdasarkan fakta apabila pihak Foxconn ternyata lebih memilih Indonesia, ketimbang Malaysia ataupun Thailand (DetikNet, 19 Juli 2012, 11.28).

Impian industri teknologi seperti yang diungkapkan oleh Menperin RI sebenarnya terlalu berlebihan tentang Foxconn. Menurut informasi dan profil perusahaan, Foxconn adalah perusahaan teknologi yang bermitra dengan perusahaan-perusahaan teknologi lainnya. Kita tidak tahu persis, jenis pabrik perakitan yang akan dibangun di Indonesia. Apa yang diharapkan oleh pemerintah Indonesia? Jepang yang sudah berpuluh-puluh tahun mendirikan pabrik perakitan di negeri ini belum pula bisa menghasilkan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkan brand otomotif di level nasional maupun internasional. Dipilihnya Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara bisa dikarenakan banyak pertimbangan, terutama pertimbangan politis maupun bisnis. Tentu saja, itikad Foxconn tidak lain untuk mencoba memanfaatkan peluang pasar dari Indonesia atau bisa jadi pula sebagai bagian dari upaya untuk menguasai sumber-sumber utama bahan baku dalam industri teknologi. Kehadiran Foxconn di Indonesia sama sekali tidak ada kaitannya dengan upaya untuk mewujudkan Silicon Valley, tetapi tidak lebih dari sekedar aktivitas penanaman modal asing seperti sebelumnya. Dalam waktu dekat pula dikabarkan perusahaan teknologi Marvel (Amerika Serikat) berencana akan merealisasikan pembangunan pabrik di Indonesia.

Istilah Silicon Valley haruslah diterjemahkan sebagai simbol kemandirian teknologi yang merujuk pada bentuk pengembangan industri teknologi di Palo Alto (Amerika Serikat). Konsep kemandirian yang mensinergikan antara peran perguruan tinggi (akademisi) dan industri. Tentu saja semua ini harus didukung oleh visi dan misi nasional melalui konsep dan perencanaan kemandirian nasional. Satu-satunya kendala untuk mewujudkan kemandirian nasional di bidang teknologi (hi-tech) hanyalah kemauan politik dari pemerintah. Indonesia memiliki sendiri industri aviasi melalui PT Dirgantara Indonesia, tetapi realitanya masih jauh dari harapan yang dicita-citakan oleh BJ Habibie. Begitu pula dengan industri perkapalan yang dipusatkan di PT PAL justru tidak banyak berikprah di negeri yang disebut memiliki karakteristik kepulauan terbesar di dunia. PT INTI yang pada tahun ini sudah memproduksi smartphone dan tablet justru kurang populer di kalangan pejabat publik yang lebih senang menenteng produk (merek) impor. Modal dasar sudah kita miliki semua, tinggal sekarang masalah kemauan pemerintah dan membenahi kembali konsep perencanaan pembangunan basis industri menuju kemandirian industri dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

4 comments:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Ini hanya dari cara pandang saya, menurut saya upaya untuk mengembangkan teknologi di dalam negeri itu ada, hanya saja model yang diterapkan bukan semangat penciptaan teknologi sendiri, tapi lebih cenderung mengarah kepada penggunaan teknologi bangsa lain. Alhasil ke depan bangsa kita ini hanya User bukan Produsen.

Obat Wasir mengatakan...

muncul bintik kutil pada kelamin

Siti Aminah mengatakan...

Halo,
nama saya Siti Aminah dari Indonesia, tolong saya sarankan semua orang di sini harus sangat berhati-hati, karena ada begitu banyak pemberi pinjaman pinjaman palsu di internet, tetapi mereka masih yang asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah ditipu oleh 4 pemberi pinjaman yang berbeda, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang karena hutang.

Saya hampir menyerah sampai saya meminta saran dari seorang teman yang memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman asli dan perusahaan yang sangat dapat diandalkan yaitu Bunda Alicia Radu yang mendapatkan pinjaman saya dari 800 juta rupiah Indonesia dalam waktu kurang dari 24 jam Tanpa tekanan dan tekanan suku bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut ketika memeriksa rekening bank saya dan menemukan jumlah pinjaman yang saya minta telah ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan sehingga saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa tekanan dari Bunda Alicia Radu

Saya ingin Anda mempercayai Bunda Alicia Radu dengan sepenuh hati karena ia sangat membantu dalam hidup saya dan kehidupan finansial saya. Anda harus menganggap diri Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya: (sitiaminah6749@gmail.com) jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapat pinjaman dari Ibu Alicia Radu, Anda sangat bebas untuk menghubungi saya dan saya akan dengan senang hati menjawab Anda karena Anda juga dapat membantu orang lain setelah Anda menerima pinjaman Anda.

Posting Komentar