Sekalipun SBY pernah mengatakan apabila harga BBM jenis premium masih bisa diturunkan, akan tetapi seperti yang sudah diduga sebelumnya, pemerintah masih suka ingkar janji. Dirjen Migas Evita Legowo dalam dengar pendapat dengan Komisi VII pada tanggal 11 Desember 2008 mengatakan jika harga ke-ekonomian premium masih di atas Rp 5.000 (detikcom). Pernyataan Dirjen Migas sekaligus mengkoreksi pernyataan yang pernah disampaikan oleh pakar migas Kurtubi yang mengatakan harga tertinggi dengan asumsi yang sama adalah Rp 4.200 per liter untuk premium (OkeZone). Pernyataan yang dikutip oleh Detikcom dari Dirjen Migas mengatakan bahwa harga tersebut belum termasuk pajak dan alpha untuk Pertamina. Pemerintah tetap mengambil sikap untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan fluktuasi harga minyak dunia yang tidak terduga. Selain pemerintah mengingkari pernyataannya sendiri, ada beberapa pernyataan dari pemerintah sendiri yang sesungguhnya perlu dikoreksi secara nalar, termasuk pernyataan dengan biaya alpha Pertamina.
Ketika Kurtubi menyampaikan suatu pernyataan publik tentang harga ideal BBM pada tanggal 30 Nopember 2008 lalu, seharusnya SBY tidak perlu menanggapi dengan mengatakan jika harga BBM masih bisa turun (Jawa Pos). Jika pemerintah melalui Dirjen Migas (Evita Legowo) mengatakan bersikukuh terhadap harga premium sekarang ini, maka publik akan menduga terdapat dualisme pemikiran di dalam kabinet atau ada ketidaksinkronan (tidak kompak) di dalam kepemimpinan SBY. Nilai kepemimpinan politik SBY di sini sudah semestinya minus karena dianggap tidak mampu menjaga dan mengendalikan sikap kepada publik. Dari sini saja sudah terlihat jika pemerintah sebelumnya tidak membuat suatu perencanaan ekonomi untuk pengelolaan migas. Baru setelah hampir dua minggu (12 hari) pemerintah mengeluarkan pernyataan resmi tentang sikap harga premium.
Kurtubi adalah seorang pakar migas yang cukup dikenal kredibilitasnya. Beliau pernah beberapa diberikan kepercayaan untuk menjadi konsultan Pertamina. Seperti kita tahu, Pertamina adalah salah satu BUMN paling korup dan dipenuhi dengan manipulasi penjualan proyek ilegal. Kurtubi bahkan sempat merekomendasikan untuk merombak total struktur keorganisasian Pertamina, termasuk pula dengan merombak keseluruhan kontrak maupun mekanisme kerja. Salah satunya adalah usulannya untuk merevisi UU Migas dan membubarkan institusi BP Migas (Kontan, 27 Agustus 2008). Tidak sedikit perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia selalu menjadikan Kurtubi sebagai konsultan teknis. Reformasi yang memiliki pandangan serupa dengan Kurtubi antara lain Rizal Ramli, Amien Rais, dan Kwik Kian Gie. Jika saja SBY lebih memilih Sri Mulyani ketimbang Rizal Ramli, maka bisa dimaklumi jika SBY tidak pernah mendengarkan nasehat dari orang-orang reformis ini.
Apa itu Biaya Alpha?
Harga premium Rp 4.200 per liter seperti yang dihitung oleh Kurtubi menurut Dirjen Migas belum termasuk pajak dan alpha kepada Pertamina. Padahal harga sebelum pajak dan marjin ritel yang dihitung Kurtubi adalah Rp 3.800. Artinya, Pertamina sesungguhnya sudah bisa meraup keuntungan hanya dengan harga Rp 4.500 per liter. Itu juga sudah termasuk biaya resiko atas fluktuasi tidak terduga harga minyak dunia. Apa yang sesungguhnya dimaksud dengan biaya alpha Pertamina?
Komponen alpha Pertamina terdiri dari persentase biaya pengolahan, distribusi, dan margin keuntungan yang dibayar oleh pemerintah kepada Pertamina dan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum BBM bersubsidi (Kompas, 27 Nopember 2008). Untuk saat ini, penghitungan komponen-komponen Alpha Pertamina didasarkan pada harga minyak internasional di Singapura (MOPS). Jika harga minyak dunia mengalami penurunan, sesungguhnya akan diikuti pula dengan menurunnya biaya Alpha. Menurut Kurtubi, dengan penetapan harga BBM sekarang ini seharusnya tidak perlu lagi menggunakan patokan biaya dari MOPS, akan tetapi dengan menggunakan patokan dari biaya pokok BBM dari Pertamina sendiri.
Pada prinsipnya, pernyataan Dirjen Migas sesungguhnya berusaha untuk membodohi diri sendiri sekaligus membodohi masyarakat. Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat dinilai masih terlalu awam dengan istilah-istilah biaya produksi dalam lingkup perminyakan. Sedari awal, Kurtubi sudah menjelaskan apabila harga premium Rp 4.200 per liter sudah termasuk pajak pertambahan nilai dan marjin ritel untuk SPBU. Artinya, harga Rp 4.200 per liter sudah termasuk pula dengan biaya atas komponen-komponen Alpha. Dari sini saja sudah bisa diambil kesimpulan jika pemerintah SBY bersama tim migas belum mampu untuk bisa dikatakan mengelola migas dengan baik. Ketidakmampuan ini tidak semata pada kepengelolaan migas, akan tetapi juga pada penyusunan rencana dan perkiraan strategis di masa yang akan datang. Kita masih ingat bagaimaan tim ekonomi SBY tidak mampu membuat perkiraan naiknya harga minyak dunia di atas 100 USD per barel, termasuk membuat perencanaan ketika harga minyak dunia turun di bawah 50 USD per barel.
Penutup
Cukuplah kiranya kepemimpinan SBY-Kalla hingga periode 2009. Kelalaian dan keingkaran terhadap kebijakan migas masih saja terus terjadi hingga terakhir ini. Bangsa Indonesia tidak mungkin harus memberikan lagi kepercayaan kepada mereka berdua (SBY-Kalla) untuk mengelola sumber-sumber alam yang tidak terbaharui. Sedikit pun tidak ada itikad dari mereka berdua untuk memperbaiki kinerja Pertamina termasuk dengan upaya untuk membersihkan BUMN tersebut dari korupsi. Rasanya hanya omong kosong apabila SBY mengajak rakyatnya melalui Partai Demokrat untuk memberantas korupsi. Bisa jadi BUMN seperti Pertamina dijadikan sapi perahan untuk partai-partai politik terutama dalam rangka membiayai program-program kampanye dan penggalangan kekuatan politik. Sementara itu, mereka sudah tidak peduli lagi dengan kepemilikan sumber daya alam yang sesungguhnya adalah milik rakyat Indonesia.
Sumber foto: Detikcom dan OkeZone.com
11 Desember 2008
TENTANG SIKAP PEMERINTAH ATAS HARGA IDEAL BBM
16.33
Anonim
0 comments:
Posting Komentar