09 Mei 2013

BOLEHKAH e-KTP DIFOTOCOPY?

Sekitar dua hari lalu, Selasa, 7 Mei 2013, Kemendagri mengeluarkan surat edaran yang melarang masyarakat untuk melakukan duplikasi e-KTP melalui mesin fotocopy (Republika Online, Kamis, 9 Mei 2013). Disebutkan pula, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan kekhawatiran adanya kerusakan pada komponen microchip dalam e-KTP apabila terlalu sering di-fotocopy (Tempo.Co, Rabu, 8 Mei 2013). Dikeluarkannya surat edaran tersebut membuat gusar kalangan masyarakat yang selama ini sudah terlanjur melakukan duplikasi identitas kependudukan tersebut. Benarkah komponen CHIP pada e-KTP dapat rusak apabila terlalu sering di-fotocopy?

Hari Kamis, 9 Mei 2013 seharusnya menjadi hari libur. Mengingat sudah membuat janji dengan petugas bank, akhirnya saya pun mesti mengurus keperluan administrasi bank yang di dalamnya mensyaratkan duplikasi identitas pengenal (eKTP) sebanyak 3 rangkap. Ada terbersit keraguan setelah mendengar surat edaran pemerintah tentang larangan untuk menduplikasi eKTP dengan mesin fotocopy (fotocopier machine). Karena penasaran, saya pun kemudian mencoba untuk mem-fotocopy kartu memori kamera jenis SD Card (Kingston, 4 Gb) sebanyak 5 kali. Di dalam kartu memori tersebut tersimpan data format gambar sebanyak 280 buah dan kebetulan saya sisipkan 2 buah dokumen berekstensi ODT (open document text).

Sesudahnya, kartu memori tersebut saya masukkan ke slot SD Card pada laptop. Saya buka aplikasi GParted (partition manager) untuk mengecek fisik magnetik dari SD Card. GParted mampu mengidentifikasikan SD Card yang baru saja dilakukan fotocopy, tanpa terdapat laporan kerusakan apapun. Kemudian saya buka file gambar dan dokumen satu per satu, untuk memastikan seluruh data dapat terbaca. Sebelumnya, tadi pagi sudah saya backup seluruh isi data di SD Card untuk menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan. Hasilnya, tidak ada masalah. Seluruh data jenis gambar maupun dokumen dapat dibuka dengan aplikasi yang ada.

Masih penasaran, saya pun mem-fotocopy kartu ATM Mandiri sebanyak 5 kali. Setelah itu, saya bergegas menuju anjungan ATM Mandiri terdekat untuk mengecek, apakah kartu ATM dapat dikenali atau tidak. Alhamdulillah, mesin ATM Mandiri bisa mengenali kartu ATM dengan nomor rekening atas nama saya. Saya bahkan sempat melakukan penarikan tunai, dan diterima.

Kartu memori (memory card) maupun kartu ATM berisikan komponen magnetik yang berfungsi untuk keperluan penyimpanan data. Sama halnya dengan komponen magnetik yang terdapat pada eKTP. Komponen magnetik tersebut dimanfaatkan untuk keperluan penulisan ataupun pembacaan data oleh perangkat yang telah didesain untuk keperluan tersebut. Perangkat yang dimaksudkan biasanya disebut juga Card Reader, sesuai dengan jenis dan fungsinya. Dari hasil uji coba tersebut, bisa diambil sebuah kesimpulan terbatas, bahwa sinar yang dipancarkan oleh mesin fotocopy tidak berpengaruh terhadap konten atau muatan data di dalam komponen magnetik yang tersemat di dalam kartu memori, kartu ATM, dan tentunya e-KTP.

Secara teknis, apakah mungkin mesin fotocopy akan merusak komponen magnetik yang terdapat di dalam e-KTP?

Mengenai Mesin Fotocopy
Mesin fotocopy adalah perangkat penduplikasi dokumen cetak yang bekerja dengan prinsip xerography (Wikipedia). Prinsip kerja yang diperkenalkan oleh Xerox menggunakan proses kering yang memanfaatkan efek elektrostatis pada komponen yang disebut photoreceptor. Sebuah cahaya terang yang disebut corona wire akan disorotkan ke media pembaca (obyek) untuk selanjutnya dipantulkan atau diarahkan ke media photoreceptor. Lapisan photoconductor tadi nantinya akan diteruskan ke photoconductive drum yang pada proses berikutnya akan memicu toner melakukan penyemprotan yang disesuaikan dengan image yang ditangkap melalui media photoconductor. Mesin fotocopy yang kebanyakan digunakan sekarang ini adalah jenis mesin fotocopy analog. Perbedaannya dengan mesin fotocopy digital terletak pada kemampuannya untuk menangkap detail obyek yang dinyatakan dapat satuan dot per inch (dpi). Pancaran cahaya pada mesin fotocopy memiliki jenis pancaran ultraviolet ray dengan panjang gelombang sekitar 325 hingga 400 nanometer. Jenis lampu yang dipergunakan dapat berupa tabung lampu flourescent, tungsten halogen, atau dapat berupa xenon flash.

Adakah komponen pada mesin fotocopy yang dapat berpengaruh pada media magnetik?

Tentu aja ada, karena seluruh perangkat mekanik digerakkan oleh proses magnetik. Misalnya dinamo untuk memutar roll kertas ataupun photoconductor roll pada mesin fotocopy. Dinamo digerakkan oleh prinsip kerja magnetik yang ditenagai dari arus listrik. Bagian lainnya yang memiliki pengaruh magnetik pula adalah komponen trafo yang terdapat pada mesin fotocopy. Trafo tersusun atas kumparan yang berfungsi untuk mentransformasikan arus atau tegangan AC ke tegangan DC. Besarnya efek magnetik yang ditimbulkan dari trafo tergantung dari kapasitas trafo. Keseluruhan komponen-komponen tadi menciptakan efek medan magnit yang tidak terlihat oleh mata. Besarnya efek medan magnit itu sendiri juga sangat tergantung dari jarak di antara perangkat yang dimaksudkan dan media magnetik.

Mengenai Media Magnetik
Ada dua macam jenis media penyimpanan yang dimanfaatkan dalam industri komputer, yaitu jenis media penyimpanan magnetik dan media penyimpanan optikal. Kartu kredit (credit card), kartu ATM, kartu memori, dan sejenisnya memanfaatkan media magnetik untuk keperluan penyimpanan dan manajemen data di dalamnya. Bisa berupa penambahan data, penghapusan data, atau melakukan format ulang. Seluruhnya dilakukan dengan proses magnetik melalui media pembaca yang didesain sesuai dengan jenisnya masing-masing. Media pembaca tersebut dikenal dengan sebutan device, bisa berupa card reader, SIM Card reader, floppy drive, dan lain sebagainya.

Media magnetik memiliki kerawanan atau rentan terhadap efek medan magnet. Kekuatan medan magnet yang tidak beraturan dapat berisiko mempengaruhi struktur data yang telah tersimpan pada media penyimpanan magnetik. Perangkat yang cukup berisiko menciptakan medan magnet seperti speaker berdaya tinggi, motor listrik (dinamo), trafo, atau komponen-komponen yang memiliki alur kumpuran di dalamnya. Itu sebabnya, media hard disk ataupun SSD ditempatkan di lokasi yang agak berjauhan dari perangkat power supply yang didalamnay berisikan kumparan untuk mengubah arus AC menjadi arus DC. Sangat dianjurkan pula, media penyimpanan tersebut tidak diletakkan berdekatan dengan fisik perangkat-perangkat yang dapat menciptakan medan magnet berkekuatan tinggi, seperti speaker, monitor CRT (tabung), dan trafo ataupun dinamo.

Seberapakah tingkat risiko kerusakan media magnetik terhadap pengaruh medan magnet?

Di pabrik pembuatnya, sebuah keping microchip atau disebut juga chip mendapatkan pengujian pada kondisi ekstrim. Salah satunya dengan meletakkan chip tersebut pada area yang mengandung medan magnet tinggi untuk beberapa saat. Pengujian tersebut dilakukan berulangkali untuk mengetahui ketahanan chip terhadap risiko medan magnet. Produk yang lolos uji memiliki tingkat kerapatan magnetik yang dianggap telah memenuhi standar kualitas pabrik ataupun standarisasi media penyimpanan yang disyaratkan, seperti QS9000, sesuai dengan pemanfaatan atau penggunaan, maupun berdasarkan device.

Produk berbasis semikonduktor untuk desain chip ataupun media penyimpanan magnetik lainnya sekarang ini lebih tahan terhadap risiko medan magnet. Tentunya chip yang dimaksudkan diproduksi sesuai dengan standarisasi yang telah disesuaikan dengan spesifikasi ataupun kebutuhannya. Caranya dengan memperbaiki tingkat kerapatan magnetik yang relatif lebih tahan dari pengaruh medan magnet yang tidak dikehendaki. Sekalipun demikian, pihak pabrik selalu menganjurkan agar menjauhkan media magnetik tersebut dari pengaruh kuat medan magnet untuk mengurangi risiko terhadap kerusakan data.

Pengaruh Mesin Fotocopy Terhadap Kartu Magnetik e-KTP
Pertanyaannya begini, apakah dengan mem-fotocopy e-KTP akan berdampak merusak chip di dalamnya?

Saya menanyakan ke mas Sudarso, mekanik fotocopy yang sekaligus teknisi foto digital. Beliau ini ahli madya (setingkat politeknik) yang dianggap cukup paham tentang seluk-beluk mesin fotocopy dan teknologi digital. Pekerjaan sampingannya merangkap pula teknisi komputer, serta menerima pesanan untuk recovery data. Inilah penjelasan mas Sudarso.

“Pengaruhnya tetap ada, tetapi risiko merusak data sangat kecil sekali. Masih sangat aman untuk penggandaan ATM, kartu kredit, ataupun kartu-kartu magnetik lainnya”

Alasannya, lokasi permukaan yang disebut imaging panel cukup berjauhan dengan lokasi dinamo ataupun inverter yang ditempatkan di bagian bawah. Rol kertas ataupun imaging rol digerakkan oleh belt yang ditenagai oleh dinamo.

Bagaimana dengan pengaruh radiasi dari sinar mesin fotocopy?

“Mesin fotocopy umumnya menggunakan tungsten yang hanya dinyalakan sepesekian detik, seperti lampu blitz. Efeknya hanya menimbulkan panas, semisal dilakukan duplikasi berulang-ulang. Itu saja masih cukup aman untuk kartu magnetik”

Setiap kartu magnetik yang beredar di seluruh dunia didesain dengan standarisasi keamanan data. Pihak yang merilis standarisasi tersebut sudah mengetahui perihal pemanfaatan lain dari kartu magnetik seperti diduplikasi melalui mesin fotocopy, faksimili, terkena air, terkena suhu panas, tersiram air panas, bahkan pada kondisi di mana terdapat medan magnet cukup tinggi. Kasus kerusakan struktur magnetik pada kartu magnetik paling sering dijumpai karena faktor hubungan arus pendek. Jika fisiknya masih dalam kondisi baik, kartu magnetik tersebut masih bisa diperbaiki dengan mem-format ulang. Kasus lain yang sering pula dijumpai berupa kerusakan fisik pada permukaan atau komponen pembacaan.

Adapun standarisasi media magnetik dikeluarkan oleh Standard Industry Classification (SIC) dan International Standards Organization (ISO). Masing-masing pihak mengeluarkan standarisasi pabrik untuk sejumlah perangkat (device) maupun penggunaannya. Standarisasi tersebut senantiasa mengalami upgrade untuk mengikuti kebutuhan pemanfaatan perangkat, serta risiko-risiko yang dimungkinkan.

Bagaimana Dengan Surat Edaran Kemendagri Tentang e-KTP?
Ada baiknya menyimak terlebih dulu isi dari surat edaran dari Kemendagri perihal isu yang berkembang tentang e-KTP belakangan ini. Berikut isinya yang dikutip dari AntaraNews.Com (Senin, 6 Mei 2013).

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor: No. 471.13/1826/SJ
Sifat: Penting
Lampiran: -
Hal: Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader.

Jakarta, 11 April 2013
Kepada:

1. Para Menteri/Kepala LPNK/Kepala Lembaga lainnya;
2. Kepala Kepolisian RI;
3. Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank;
4. Para Gubernur;
5. Para Bupati/Walikota.

di- SELURUH INDONESIA

SURAT EDARAN

Sesuai dengan amanat Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012, dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kelebihan yang mendasar dari e-KTP adalah bahwa di dalam e-KTP tersebut dilengkapi dengan chip yang memuat biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP dimaksud tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan;

2. Chip yang tersimpan didalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip);

3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal 10C ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.

Berdasarkan hal tersebut di atas dan agar e-KTP yang sudah dimiliki oleh penduduk (masyarakat), dapat dimanfaatkan secara efektif, dengan hormat kami ingatkan kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota untuk :

1. Memfasilitasi semua unit kerja/badan usaha atau nama lain di jajaran masing-masing yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menyediakan card reader dalam waktu yang singkat, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Penyediaan anggaran dan proses pengadaannya merupakan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga/Badan Usaha atau Nama Lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. Semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi;

c. Agar card reader tersebut dapat digunakan untuk membaca chip e-KTP secara efektif, maka dalam persiapan pengadaannya, khususnya yang berkaitan dengan aspek teknis dikoordinasikan dengan Tim Teknis Pemanfaatan e-KTP, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.

2. Supaya tidak terjadi kesalahan fatal dalam penggunaan e-KTP, maka diminta kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota, agar semua jajarannya khususnya unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahwa e-KTP tidak diperkenankan difoto copy, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"

3. Apabila masih terdapat unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih memfoto copy, menstapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e-KTP.

Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Menteri Dalam Negeri

Gamawan Fauzi.

Tembusan Yth:

1. Bapak Presiden Republik Indonesia (sebagai laporan);
2. Bapak Wakil Presiden Republlk:Indonesia;
3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4. Menteri Koordinator Bidang perekonomian;
5. Menteri Koordinator Bidang Kesra;
6. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
7. Kepala Lembaga Sandi Negara;
8. Rektor Institut Teknologi Bandung.

Penjelasan:
Dalam surat edaran tersebut tercantum cukup jelas, “bahwa e-KTP tidak diperkenankan difoto copy, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP”. Sanksinya pun sudah disinggung apabila masih ada yang bersikeras melakukannya. Tetapi perlu diketahui, mesin fotocopy relatif lebih kecil pengaruhnya (merusak) daripada distapler. Jadi, selama tidak merusak fisiknya, sanksi tersebut tidak berlaku. Mendagri Gamawan Fauzi sendiri mengatakan, e-KTP bisa rusak magnetiknya apabila difotocopy berkali-kali. Tidak sebutkan berapa kali, tetapi pernyataan tersebut menyiratkan, bisa jadi menciptakan kerusakan data atau bisa jadi tidak, tergantung perlakuannya.

Pagi tadi, sekitar pukul 06.30, salah seorang kawan yang tinggal di Amerika Serikat menuliskan komentar tentang kekisruhan informasi penggandaan e-KTP di Indonesia. Di Amerika, identitas kependudukan pun sudah lama menerapkan teknologi e-Card. Kurang lebih dengan Indonesia, tetapi e-Card di Amerika justru lebih kompleks, karena sudah terhubung dengan berbagai data kependudukan lain, seperti kepolisian, keimigrasian, kependudukan, dan lain-lain. Riwayat domisili seseorang pun dicantumkan di dalam data e-Card. Sekalipun demikian, kelembagaan-kelembagaan negara maupun swasta di sana tidak bermasalah dengan penggandaan e-Card melalui mesin fotocopy. Hanya saja, mesin fotocopy di Amerika relatif jarang. Siapapun yang mengoperasikan mesin fotocopy harus memiliki ijin penggandaan dokumen.

Terkait dengan surat edaran tersebut, saya menangkapnya begini, barangkali untuk keperluan penggandaan e-KTP nantinya akan diarahkan dengan menggunakan Card Reader. Itu sebabnya pada surat edaran tersebut diberikan arahan kepada setiap instansi atau lembaga untuk segera memperoleh Card Reader. Bentuknya mirip dengan Card Reader pada kartu debit atau mesin pembaca kartu kredit. Jadi tidak perlu lagi ada penggandaan berupa fotocopy untuk e-KTP. Sekalipun demikian, fungsi Card Reader itu sendiri hanya untuk mengakses data di dalam e-KTP. Di setiap lembaga seringkali dicantumkan persyaratan administrasi yang mengharuskan untuk mem-fotocopy kartu identitas. Ini berarti larangan untuk mem-fotocopy tadi mestinya ditindaklanjuti dengan merubah sistem pengadministrasian di seluruh instansi pemerintahan maupun swasta.

Rasanya bukanlah sebuah kebetulan tentang munculnya kekisruhan tentang larangan mem-fotocopy e-KTP. Ada apakah gerangan?

24 April 2013

KPK MENGENDUS KEJAHATAN LINGKUNGAN, SIAPAKAH MEREKA?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini merampungkan sejumlah audit terhadap dugaan terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan perijinan perambahan hutan di sejumlah daerah. Hasilnya cukup mengejutkan. Pada tahun 2007, Indonesia sempat dimasukkan ke dalam catatan rekor Guinnes tentang negara yang paling cepat melakukan perusakan hutan. Angka rekor yang disebutkan jauh lebih cepat daripada kerusakan hutan tropis di Brasil. Siapakah mereka yang terindikasi melakukan kejahatan lingkungan di Indonesia?

Memahami Sistem
Perijinan merupakan bagian dari elemen birokrasi yang termasuk rawan dilakukan penyalahgunaan atau rawan akan tindak pidana korupsi. Salah satu di antaranya kasus suap di Kabupaten Buol yang melibatkan Bupati Buol dan salah satu pengusaha nasional, terkait dengan pemberian ijin untuk alih fungsi lahan. Bentuk perijinan yang berlapis biasanya lebih rawan terhadap penyalahgunaan, terutama bentuk perijinan yang melibatkan kepentingan atau kewenangan di pemerintah pusat dan daerah. Seperti diketahui, birokrasi atas pemberian perijian di Indonesia selama ini dikenal cukup rumit dan berlapis. Salah satu di antara bentuk perijinan yang cukup rawan terhadap tindak pidana korupsi adalah perijinan atas alih fungsi lahan hutan.

Alih fungsi lahan selama ini biasanya paling banyak diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan perkebunan dan penambangan. Paska reformasi, prosedur perijinan untuk alih fungsi lahan lebih rumit ketimbang masa sentralistik. Pada orde sentralistik (sebelum tahun 2000), pengajuan, pemrosesan, dan pemberian ijin sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pihak pemerintah daerah (pemda) melalui pemerintah di tingkat propinsi (pemprop) hanya akan menindaklanjuti pelaksanaan yang telah disetujui oleh pemerintah pusat. Setelah tahun 2000 atau tepatnya setelah pelaksanaan desentralisasi di tahun 2001, mekanisme pengajuan dan pemberian ijin akan melewati dua pintu, yaitu pemberian ijin oleh pihak pemerintah daerah dan pemberian ijin dari pihak pemerintah pusat. Kewenangan sepenuhnya akan menjadi milik pemda setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat. Ini berarti, pelaksanaan alih fungsi lahan untuk perkebunan maupun pertambangan baru akan terwujud apabila telah mengantongi pengesahan dan persetujuan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Terkait dengan perijinan alih fungsi lahan untuk perkebunan akan berurusan dengan pihak Kementrian Kehutanan RI di tingkat Dirjen Kehutanan dan Perkebunan dan Kementrian Pertanian RI. Untuk alih fungsi hutan bagi kegiatan penambangan akan berurusan dengan pihak Kemenhut RI dan Kementrian ESDM. Ini masih belum selesai sampai di situ, karena untuk bisa masuk ke pemerintah daerah harus bisa menembus birokrasi di Kementrian Dalam Negeri. Sekalipun telah mengantongi perijinan dari Kemenhut RI, tetapi belum tentu bisa langsung masuk ke daerah apabila tidak mendapatkan 'restu' dari Kemendagri RI. “Lampu hijau” dari pihak pemda pun tidak akan berarti apa-apa apabila tidak mendapatkan mendapatkan persetujuan yang memadai dari pihak pemerintah pusat. Sisi positifnya dari bentuk birokrasi semacam ini seharusnya akan mengurangi minat atau upaya untuk merusak lingkungan.


Sumber: Forest Watch Indonesia (FWI)

Cukup rumit bukan? Tetapi sebuah fakta yang sulit dibantah, Indonesia pernah tercatat sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia. Berita tersebut sempat menjadi perbincangan hangat, setelah Guiness Book of Record mencatatkan indonesia ke dalam buku rekor negara perusak hutan tercepat di dunia. Guiness tidak begitu saja mengemukakan data dan fakta. Sebelumnya, lembaga pangan dunia, FAO melaporkan tingkat deforestasi (penghancuran hutan tropis) terbesar di dunia terjadi di Indonesia selama periode dari tahun 2000-2005 (Kompas Cetak, Jumat, 4 Mei 2007). Selama periode tersebut, FAO mencatatkan terjadinya kehancuran hutan tropis (tropical rain forest) sebanyak 1,871 juta hektar setiap tahunnya. Angka tersebut jauh tinggi dibandingkan periode sebelumnya antara tahun 1985-1997 yang mencapai 1,7 hektar setiap tahun. Padahal, paska reformasi, birokrasi untuk alih fungsi lahan bisa dikatakan lebih rumit dibandingkan pada masa masih berbentuk sentralistik.

Sejumlah Temuan KPK
Pada tanggal 27 Februari 2013, KPK melayangkan surat resmi ke Presiden Yudhoyono yang isinya menyoroti kasus perijinan lahan hutan (DetikNews, Rabu, 27 Februari 2013, 14.50). Seperti yang dikutip dari Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Gedung DPR, "Temuan kami ada sekitar 150 juta hektar lahan di Indonesia luasnya. Dari 150 juta hektar itu baru 11% yang sudah clean and clear artinya peruntukannya sesuai dengan aturan yang ada". Dalam surat resmi tersebut disampaikan pula tentang indikasi terjadinya penyalahgunaan perijinan, mulai dari prosedur pengajuan, pemrosesan, hingga pemberian ijin. Tidak disebutkan perijinan pengelolaan hutan tersebut berada di kawasan mana, tetapi indikasi paling kuat terjadi di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Kasus yang paling banyak mendapatkan sorotan publik di antaranya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, karena di dua wilayah tersebut yang selama ini memiliki luas hutan tropis terbesar. Sayangnya, KPK tidak memberikan rekomendasi atas penindakan hukum, melainkan hanya meminta presiden untuk memanggil menteri-menterinya.

Sumber: The Jakarta Post

Tanggal 11 Maret 2013, hasil dari tindak lanjut surat resmi KPK berujung pada penandatanganan Nota Kesepakatan (memorandum of agreement) Rencana Aksi Bersama di sektor perbaikan tata kelola hutan dan percepatan pengukuhan kawasan hutan (Berita KPK, Rabu, 13 Maret 2013, 14.46). Nota kesepakatan tersebut ditandatangani oleh 12 kementrian/lembaga di Istana Negara, hari Senin, 11 Maret 2013. Penandatanganan disaksikan oleh Presiden Yudhoyono, Wapres Budiono, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas, dan Kepala UKP4 Kuntoro Mangunsubroto. Ruang lingkup Nota Kesepakatan tersebut meliputi harmonisasi kebijakan tata kelola hutan. Perinciannya meliputi pula perbaikan proses perijinan, termasuk perijinan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Masuknya KPK ke dalam pengawasan pengelolaan hutan disambut positif oleh pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) (HarianOrbit.Com, Jumat, 15 Maret 2013). Menurut Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara, masuknya KPK ke ranah pengelolaan hutan akan membuka peluang untuk mengendus lebih banyak 'aroma busuk' di sektor kehutanan yang selama ini dikenal sarat dengan tindak pidana korupsi, termasuk bentuk penyalahgunaan wewenang dan mafia kehutanan yang melibatkan jaringan kekuasaan dari pusat hingga ke daerah.

Setelah berselang satu bulan, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Busyro Muqoddas mengeluarkan pernyataan tentang keterlibatan partai politik dalam tindak perusakan lingkungan dan hutan (Kompas Nasional, Senin, 22 April 2013, 22.00). Hutan memiliki kekayaan di atasnya, seperti kayu, flora, dan fauna, serta di bawahnya seperti bahan tambang. Inilah yang kemudian menjadi sasaran untuk dilakukan sejumlah tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kewenangan, praktik penipuan, penggelapan, dan lain-lain. KPK menyinggung pula tentang unsur pemilihan kepala daerah (pilkada) yang disinyalir memanfaatkan peluang untuk menguras nilai kekayaan hutan. Ini berarti pula berindikasi melibatkan sejumlah partai politik yang turut atau terlibat ke dalam proses pilkada hingga setelah pemenangannya. Dikutip oleh pernyataan Busyro Muqoddas, "Kekayaan hutan itu bak ATM bagi partai politik (Parpol). Konsesi hutan dan izin usaha pertambangan misalnya, diobral kepada perusahaan tambang dan perkebunan. Dampak negatifnya nanti masyarakat dan negara yang menanggung”. Busyro menambahkan, polemik kehutanan yang terjadi di Aceh juga terjadi di wilayah lain. Pasalnya, banyak pemerintah daerah yang tidak mengerti arti penting hutan bagi masa depan bangsa. Perlu dipertanyakan kembali, apakah memang benar kepala daerah tersebut tidak mengerti ataukah hanya sekedar pura-pura tidak mengerti? Busyro Muqoddas tidak menyebutkan parpol-parpol yang dimaksudkan telah menjadikan kekayaan hutan sebagai sumber mesin uang.

Melalui Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Busyro Muqoddas melaporkan pula tentang temuan indikasi keterlibatan 12 kementrian dan lembaga atas praktik illegal logging (Detik News, Selasa, 23 April 2013, 02.20). Busyro Muqoddas mengutarakan permasalahan hutan bukan hanya merupakan persoalan kriminal murni, sebab ada afiliasi dengan berbagai partai politik. Mereka seringkali disebut oknum, namun melakukannya secara berjamaah. Dikutip secara langsung, "Kerusakan hutan terjadi karena adanya pembiaran dari pemerintah, banyak hutan yang digunakan untuk bisnis yang tidak transparan". Sayangnya, dalam pernyataannya tersebut, Busyro Muqoddas tidak memberikan detail, mana saja Kementrian dan Lembaga yang terlibat dalam praktik illegal logging. Busyro hanya menyebutkan, “"Kajian KPK tentang korupsi menemukan setidaknya ada 12 Kementerian/lembaga negara yang dilibatkan pada praktek illegal logging dan tambang liar," ujar Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam seminar publik yang digelar dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia.

Sumber: MetroTV News

Masih menimpali pernyataan Busyro Muqoddas, dari pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Donald Fariz. Disebutkan oleh Fariz, "Banyak kegiatan illegal logging yang justru dibeking oleh aparat keamanan. Menurut saya, peluang korupsi pada RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Aceh yang sedang dibahas sangat memungkinkan”. Pertanyaannya, siapakah yang dimaksud aparat keamanan yang menjadi beking praktik illegal logging?

Pihak Yang Terlibat Dalam Kejahatan Lingkungan
Tindak perusakan memiliki dua makna yang berbeda, terlepas apapun motif dan tujuannya. Perusakan lingkungan mungkin harus dilakukan demi sesuatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda atau tidak memiliki alternatif pemenuhannya. Contohnya seperti keperluan perluasan lahan pemukiman, pembukaan lahan untuk sektor pertanian pangan, atau untuk memenuhi kebutuhan industri daam bentuk perkebunan maupun pertambangan. Agar tidak menjadi benturan atau konflik horisontal, dibuatlah ketentuan atau peraturan yang disebut Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Tujuannya tidak lain untuk menciptakan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kepentingan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Tetapi ada pula perusakan lingkungan yang semestinya bisa dihindarkan, tetapi dipaksakan untuk kepentingan tertentu dan tujuan jangka pendek semata. Motif semacam ini biasanya lebih sarat dengan indikasi pelanggaran atas ketentuan yang berlaku, terutama penyalahgunaan wewenang. Mereka dengan motif kedua inilah yang lebih layak disebut melakukan kejahatan lingkungan. Siapakah mereka?

KPK menyinggung tentang keterlibatan 12 kementrian dan lembaga negara dalam praktik illegal logging. Ini berarti para pelakunya mengarah pada kepentingan pemerintah pusat. Mereka adalah pihak-pihak yang berpartisipasi ke dalam proses atau prosedur perijinan, terkait dengan praktik ekonomi yang menyebabkan terjadinya deforestasi, termasuk praktik illegal logging. Alih fungsi lahan hutan tropis pada akhirnya akan diikuti dengan kepentingan untuk mengalokasikan hutan-hutan yang telah ditebang untuk dijual secara ilegal. Ini masih berkaitan dengan hulu kekuasaan di pemerintahan pusat pada kementrian dan lembaga negara. Disebutkan pula, kerusakan hutan tidak lain dilandasi oleh motif untuk menguras kekayaan alam di dalamnya yang berada di atas dan di bawah. Dari sini bisa diketahui pihak-pihak di kementrian dan lembaga yang terlibat adalah sebagai berikut.

1. Kementrian Kehutanan RI
Kementrian Kehutanan RI besarta instansi-instansi di bawahnya menjadi hulu dari segala hulu penyebab terjadinya kerusakan hutan. Apapun tujuan dari penggunaan atas alih lahan hutan nantinya pula harus berhadapan dengan birokrasi di Kementrian Kehutanan RI. Pelaksanaan RTRW itu sendiri berada di dalam koordinasi langsung dan melibatkan unsur-unsur di dalam Kementrian Kehutanan RI, sebelum nantinya akan berurusan dengan pemerintah daerah.

2. Kementrian Pertanian RI
Sebagian besar dari kegiatan alih fungsi lahan hutan diperuntukkan bagi aktivitas perkebunan. Mayoritas di antaranya merupakan bentuk perkebunan tanaman industri, seperti kelapa sawit dan jenis tanaman perkebunan lainnya. Aktivitas perkebunan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari pihak Kementrian Pertanian RI, karena masih masuk ke dalam batas kewenangan kebijakannya. Tetapi Kementrian Pertanian RI tidak mengurusi masalah perijinan untuk hutan tanaman industri yang selama ini diberikan kewenangannya ke Kementrian Kehutanan.

3. Kementrian ESDM
Selain dipergunakan untuk aktivitas di bidang perkebunan, fungsi alih lahan dipergunakan pula untuk aktivitas di bidang pertambangan. Beberapa di antaranya yang cukup marak dilakukan seperti pertambangan batu bara, pertambangan jenis logam dan mineral lain, dan kegiatan eksplorasi di bidang perminyakan dan gas. Kementrian ESDM bertanggungjawab dalam memberikan perijinan untuk pengelolaannya di daerah, sebelum nantinya diserahkan ke pihak pemerintah daerah.

4. Kementrian Dalam Negeri
Sehubungan keterlibatan birokrasi dengan pemerintahan daerah mesti harus diketahui prosedurnya oleh pihak Kementrian Dalam Negeri. Konflik kepentingan dalam pelaksanaan RTRW yang melibatkan pemerintahan daerah ini pun nantinya akan berujung pada keterlibatan Kemendagri. Sekalipun tidak terlibat langsung di dalam aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, tetapi Kemendagri berkepentingan dalam melakukan pengawasan, terutama apabila diketahui terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pihak pemerintah daerah.

5. Kementrian Lingkungan Hidup
Sekalipun jarang disebutkan dalam sejumlah kasus perijinan alih fungsi lahan, pihak Kemenlh memiliki kewenangan untuk mengeluarkan status kelayakan lingkungan atas pengelolaan hutan. Apabila diketahui pengelolaan hutan atau alih fungsi hutan menyebabkan kerusakan lingkungan secara permanan ataupun jangka panjang, secara otomatis akan berdampak pada pemenuhan syarat perijinan di kementrian lainnya. Kemenlh pula telah mengatur sedemikian rupa atas kegiatan pemantauan dan kemungkinan dari dampak kerusakan lingkungan, termasuk adanya kemungkinan praktik illegal logging.

6. Kementrian Perindustrian
Mengingat keseluruhan aktivitas alih fungsi lahan akan diperuntukkan bagi kegiatan perindustrian, itu berarti harus mendapatkan lampu hijau dari pihak Kemenperin. Kewenangannya terletak pada pemberian status usaha dan kelayakan usaha yang nantinya akan menjadi poin persyaratan sebelum diajukan ke kementrian lain, terutama Kemenhut ataupun Kementan. Kemenperin tidak akan memberikan status kelayakan atas badan usaha yang reputasinya diragukan atau masuk ke dalam daftar hitam investasi.

7. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
BKPM merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang berwenang melakukan pengaturan dan pengelolaan alokasi penanaman modal di Indonesia. Kegiatan usaha seperti perkebunan, penambangan, ataupun kegiatan hutan tanaman industri masuk ke dalam kategori kegiatan investasi atau kegiatan penanaman modal. Perlu dilakukan pengaturan agar terjadi pemerataan dan sekaligus mengurangi terjadinya ketimpangan modal antar daerah. BKPM berhak memberikan sinyal negatif yang akan memasukkan investor atau pelaku usaha ke dalam daftar hitam investasi.

8. Kementrian Perdagangan
Peran Kemendag sebenarnya tidak secara langsung terlibat ke dalam RTRW. Sekalipun demikian, siapapun investor dan bentuk aktivitas investasinya yang terkait dengan pengelolaan hutan dan alih fungsi lahan hutan nantinya akan berurusan dengan pihak Kemendag. Dalam hal ini, pihak Kemendag tidak akan mengeluarkan ijin perdagangan ke lembaga usaha yang diketahui mengelola komoditi yang dianggap berpotensi menyebabkan terjadi dampak negatif terhadap perekonomian. Salah satu di antaranya berupa aktivitas perdagangan yang dilarang atau masuk ke dalam daftar hitam perdagangan internasional.

9. Kementrian Ekonomi
Inilah yang sesungguhnya menjadi hulu dari segala kebijakan yang menyebabkan terjadinya deforestasi di Indonesia. Keseluruhan kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing kementrian dan lembaga akan dikoordinasikan langsung oleh pihak Kementrian Ekonomi. Dalam hal ini, Kemenko mendapatkan masukan dan pertimbangan dari Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait dengan pelaksanaan RTRW ataupun bentuk alih fungsi lahan hutan.

10. Kepolisian Republik Indonesia dan/ TNI
Dalam pernyataannya secara terpisah, pihak ICW menyebutkan tentang keterlibatan dari aparat keamanan terhadap aktivitas illegal logging. Tidak hanya itu, aparat atau alat negara pula terindikasi kuat menjadi beking dari setiap aktivitas yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan di Indonesia. Ada dua lembaga negara yang dimaksudkan sebagai aparat keamanan, yaitu Kepolisian Republik Indonesi (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dari 10 kementrian dan lembaga negara di atas, masih ada dua lagi yang belum bisa saya tuliskan. Pihak KPK tidak memberikan rincian tentang siapa yang dimaksudkan 12 kementrian dan lembaga negara yang terlibat praktik illegal logging. Ulasan yang saya sampaikan di atas hanya berdasarkan perkiraan dengan melihat tugas dan kewenangan dari masing-masing kementrian dan lembaga negara yang ada saat ini.

Selain keterlibatan dari perangkat di pemerintahan, kejahatan lingkungan atas kerusakan hutan tropis di Indonesia melibatkan sejumlah pengusaha. Pada posting terdahulu, saya pernah menuliskan tetang nama-nama orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes tahun 2012 (klik di sini). Saya menuliskan di dalamnya didominasi oleh para pengusaha perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, mereka mampu membesarkan perusahaannya, bahkan menjadi perusahaan kelas dunia. Sekalipun demikian, harga yang harus dibayarkan sesungguhnya teramat mahal. Demi sebuah kemakmuran segelintir orang dan waktu yang sesaat harus mengorbankan jutaan hektar lahan hutan tropis. Fakta yang tidak bisa terbantah, bahwa sepanjang Indonesia mengalami kerusakan hutan tropis yang cukup parah, Indonesia belum mampu pula menciptakan angka pertumbuhan dua digit. Tidak sedikit di antaranya yang berorientasi pada ekspor. Tetapi fakta yang tidak pula bisa dibantah apabila defisit transaksi berjalan (current account) tergolong cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelum masuknya orde reformasi. Para pengusaha yang sekaligus memberikan andil untuk masuknya praktik penyuapan atau indikasi terjadinya tindak pidana korupsi dari pusat hingga ke daerah.

Satu lagi aparatur pemerintahan yang turut andil dalam menciptakan kerusakan lingkungan. Mereka adalah keseluruhan elemen di pemerintahan daerah, terutama kepala daerah dan lembaga legislatif di daerah. KPK telah merilis laporannya tentang keterlibatan kepala daerah terhadap kekisruhan perijinan fungsi alih lahan hutan di daerah. Setelah pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan untuk pemberian ijin dalam alih fungsi lahan hutan berada pada pihak pemerintah daerah (bupati/kota). Sekalipun pihak pengusaha telah mengantongi sejumlah ijin dari pemerintah pusat, tetapi tidak akan bisa terlaksana apabila pihak pemerintah daerah tidak memberikan perijinan. Kekisruhan perijinan yang disebutkan menjadi tumpang tindih dan berpotensi menyebabkan konflik RTRW tidak lain bersumber pula dari adanya kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan ijin. Dalam hal ini, perijinan di daerah adalah pintu birokrasi terakhir yang nantinya akan membuka peluang terjadinya tindak kejahatan lingkungan.

Partai politik (parpol) sangat berkaitan erat dengan adanya praktik kejahatan lingkungan di sejumlah daerah. Keterlibatan parpol ini pun sempat disinggung oleh KPK yang menyebutkan hutan menjadi ATM (mesin uang) bagi parpol melalui pemilihan kepala daerah (pilkada). Parpol pula yang nantinya akan memberikan garis kebijakan maupun tindakan bagi kader-kadernya yang telah ditempatkan di pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah, termasuk pula kadernya yang ditempatkan di badan legislatif. Sebenarnya cukup sederhana penjelasannya, karena sistem kekuasaan yang kental berlaku di negeri ini masih mengadopsi model oligarki kekuaaan kaki tiga yang pernah dikemukakan oleh George Aditjondro. Para pengusaha merupakan rekanan terdekat partai politik yang sekaligus menjadi basis mesin uang atau sumber pemasukan bagi partai politik. Melalui pendekatan dan proses politik, pihak parpol akan merekomendasikan pengusaha-pengusaha yang berafiliasi dengannya untuk masuk ke dalam proyek di daerah, terutama dalam hal ini yang berkaitan dengan alih fungsi lahan untuk perkebunan maupun pertambangan. Jika terjadi proses tender, biasanya yang dimenangkan adalah pengusaha yang berafiliasi kuat dengan parpol yang memiliki kekuatan politik paling besar.

Sumber: WWF Indonesia

Sebagai penutup, saya penulis hanya mengingatkan, bahwa kerusakan hutan tropis saat ini hampir tidak mungkin untuk dikembalikan ke kondisi semula. Butuh waktu yang cukup lama, bahkan hingga ratusan tahun lamanya. Anak dan cucu kita kelak tidak akan lagi bisa melihat kekayaan keanekaragaman hayati yang dianugerahkan ke mereka. Reboisasi ataupun penghijauan bukanlah solusi yang efektif untuk menanggulangi kerusakan lingkungan. Satu-satunya cara adalah dengan menghentikan keseluruhan sistem yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Salah satu di antaranya adalah dengan merevisi dan meninjau kembali pelaksanaan otonomi daerah. Bagi masyarakat, hendaknya agar tetap kritis terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing, terutama di wilayah yang masih memiliki hutan tropis.

20 April 2013

JALAN TENGAH KISRUH KEBIJAKAN HARGA BBM

Untuk yang kesekian kalinya, menjelang berakhirnya masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, pemerintah kembali mengeluarkan opsi untuk menaikkan harga BBM. Opsi kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut memperkuat opsi sebelumnya yang membatasi pasokan BBM bersubsidi. Kekisruhan pun dimulai, polemik menuai di masyarakat, termasuk pertentangannya. Bagaimana seharusnya jalan tengah untuk mengurai kekisruhan kebijakan harga BBM?

Sekitar awal bulan April 2013, pemerintah telah memutuskan untuk membatasi pasokan BBM bersubsidi untuk bensin jenis premium dan solar. Kelangkaan pun terjadi di mana-mana yang kemudian menyebabkan antrean panjang yang justru dialami oleh kelompok-kelompok yang produktif. Beberapa di antaranya adalah kendaraan umum, seperti truk pengangkut barang, kendaraan angkutan milik perusahaan pertambangan, truk perniagaan, serta kendaraan umum pengangkut penumpang. Kelompok nelayan pun turut terkena imbasnya, karena semakin sulit mendapatkan solar, sehingga membuat banyak nelayan tidak melaut selama beberapa kesempatan melaut. Begitu pula dengan kelompok petani yang menggunakan peralatan (mesin) pertanian yang bergantung dengan solar dan bensin jenis premium.

Pihak pemerintah berkilah, apabila langkah kebijakan tersebut diambil untuk menghindarkan dari jebolnya APBN akibat besarnya porsi pos subsidi untuk BBM. Pada tahun anggaran 2013, porsi subsidi BBM diperkirakan akan mencapai di atas Rp 200 triliun. Angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari realisasi pos subsidi BBM di tahun 2012. Pemerintah pun berdalih, subsidi BBM justru dinikmati oleh orang-orang kaya. Lagi-lagi pemerintah berdalih, apabial selisih (spread) dengan harga internasional yang kemudian menyebabkan semakin maraknya penyelundupan BBM. Singkat kata, membengkaknya pos subsidi BBM dianggap tidak tepat sasaran (tidak efektif alokasinya). Sayangnya, pemerintah pun menghindar dari kenyataan, apabila membengkaknya subsidi BBM itu pula dikarenakan sikap dan kebijakan pemerintah itu sendiri.

Saya tidak ingin berdebat soal argumentasi ataupun asumsi-asumsi yang digunakan oleh pemerintah. Saya pun tidak paham, prinsip yang digunakan atas istilah harga internasional, karena harga internasional di sini memiliki beragam varian dan variabel. Orang kaya seperti apa pula yang dimaksudkan oleh pemerintah, sementara faktanya yang paling serius terkena dampaknya justru para nelayan dan petani yang hidupnya masih banyak yang berada di bawah garis konsumsi. Pihak pemerintah pun nampaknya akan eggan mengakui kebijakannya di bidang otomotif akan turut menyebabkan jebolnya pos subsidi BBM. Saya di sini tetap mencoba untuk menggunakan argumentasi pemerintah tetang permasalahan jebolnya pos subsidi BBM.

Identifikasi Sumber Masalah
Singkat kata, sumber dari segala sumber permasalahan tentang kekisruhan harga BBM berasal dari tata kelola kebijakan energi nasional. Harus diakui, kekeliruan dalam tata kelola kebijakan energi sudah berlangsung sejak masa rezim Orde Baru. Pengelolaan kebijakan energi untuk konsumsi masyarakat masih berorientasi pada bahan bakar minyak. Ada beberapa pilihan untuk mengakses diversifikasi energi, seperti pemanfaatan bahan bakar gas (BBG), maupun bahan bakar nabati. Sayangnya, pilihan yang sesungguhnya sudah dipikirkan tidak diterapkan sebagai bagian dari upaya untuk menjaga kesinambungan konsumsi energi nasional. Sumber masalah yang semestinya diselesaikan solusinya adalah ketergantungan terhadap minyak.

Andai saja menggunakan kondisi esktrim di mana pemerintah pada saat ini pula memotong pasokan bensin jenis premium (RON85) hingga lebih dari separuhnya, apakah tindakan tersebut akan menyelesaikan masalah? Jika diperhatikan, di setiap pompa bensin (SPBU), kapasitas tanki pemuatan untuk bensin premium masih jauh lebih besar dibandingkan bensin jenis non premium. Setidaknya, untuk selang pengisiannya rata-rata memiliki perbandingan 3:1 di mana 3 buah untuk bensin premium dan 1 untuk bensin non premium. In berarti, infrastruktur yang tersedia saat ini masih jauh dari siap untuk bisa mengakomodasi kondisi ekstrim kebijakan pemotongan pasokan bensin jenis premium. Singkat kata, kebijakan dengan membatasi pasokan tersebut dianggap tidak rasional untuk menyelesaikan sumber permasalahan.

Di antara infrastruktur di bidang energi minyak adalah ketersediaan kilang-kilang minyak maupun kilang-kilang untuk produk minyak bumi. Untuk saat ini, pasokan energi minyak di Indonesia berasal dari operasional 6 buah kilang minyak. Jumlah kilang minyak tersebut tidak mengalami perkembangan, kecuali hanya terjadi penambahan kapasitas di setiap kilang minyak. Padahal, menurut pihak PT Pertamina (Persero) sendiri, untuk bisa mempertahankan ketahanan energi hingga 2025 setidaknya harus membutuhkan sebanyak 9 buah kilang minyak baru (Pikiran Rakyat, Rabu, 6 Juni 2012). Masalah krisis kilang minyak ini seharusnya sudah jauh dipikirkan realisasinya sejak masuk masa reformasi. Permasalahan lain, kebanyakan kilang minyak di Indonesia bukan didesain untuk menampung minyak produksi sendiri, melainkan untuk menampung minyak-minyak mentah yang berasal dari Timur Tengah. Salah satu di antaranya adalah kilang minyak di Cilacap yang selama ini memasok 44% kebutuhan produk minyak di dalam negeri (Republika Online, Kamis, 6 Februari 2012).

Indonesia sampai hari ini dikenal sebagai eksportir gas alam terbesar di dunia. Cadangan gas alam yang terduga mungkin masih di bawah Rusia ataupun Venezuela. Tetapi masih banyak cadangan gas alam yang belum teridentifikasi. Sayangnya, dari seluruh produksi gas alam, lebih dari separuhnya justru diorientasikan untuk ekspor. Di dalam negeri sendiri, masyarakat rumah tangga lebih banyak dipaksakan untuk mengkonsumsi gas buangan minyak mentah yang disebut LPG atau elpiji (gas murah). Padahal, gas alam atau dikenal dengan istilah LNG, selain lebih murah, ketersediaannya yang masih melimpah, serta memiliki sifat pembakaran yang jauh lebih baik daripada bahan bakar jenis minyak. Perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memperkenalkan produk gas alam berupa bahan bakar gas (BBG) dan pertama kali pula yeng mengoperasionalkan stasiun pengisiannya (SPBG).

Terkait dengan carut-marutnya kebijakan energi, saya sependapat dengan pandangan Dr Widjajono Partowidagdo (almarhum), bahwa Indonesia seharusnya mengurangi penjualan bensin jenis RON85 yang selama ini dikenal dengan nama bensin premium. Karakteristik dari produk bahan bakar minyak seharusnya mengikuti atau seiring dengan perkembangan teknologi di bidang otomotif. Jenis bensin yang beredar di tanah air adalah jenis RON85, RON92, dan RON95. Bensin jenis RON85 seharusnya sudah tidak lagi relevan untuk mendominasi distribusi bahan bakar jenis bensin. Mesin kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia sejak tahun 2000 sebenarnya sudah mengadopsi teknologi dengan kompresi minimal sebesar 9:0. Itu berarti, sejak awal dekade 2000an, pemerintah seharusnya mengurangi pasokan untuk bensin RON85 dan mulai memperbanyak bensin RON90. Bensin jenis RON85 sebenarnya hanya ideal untuk kendaraan bermotor yang diproduksi (versi internasional) sekitar dekade 1990an.

Fakta ini mungkin tidak banyak yang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Produk-produk minyak seperti bensin dan solar maupun turunannya diproduksi dari minyak-minyak mentah yang didatangkan dari Timur Tengah. Fakta ini sudah berlangsung cukup lama, sejak maraknya pembangunan di sektor migas di dekade 1970an dan 1980an. Kilang-kilang yang dibangun di Indonesia hanya didesain untuk menampung minyak dari Timur Tengah. Sebagian besar dari minyak mentah Indonesia ditampung justru di Singapura. Alasan yang melatarbelakangi model kebijakan tersebut masih terbilang masuk akal. Minyak mentah Indonesia memiliki nilai/harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak mentah dari Timur Tengah yang harganya jauh lebih murah. Keuntungan penjualan minyak tadi kemudian digunakan untuk membeli minyak mentah dari Timur Tengah atau produk-produk minyak dari Timur Tengah. Permasalahannya terletak pada trader yang selama ini dikuasai oleh Petral (anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang berkantor di Singapura).

Di antara 20 negara-negara yang tergabung di dalam G-20, mungkin hanya Indonesia satu-satunya negara dengan sarana transportasi umum paling minim. Fungsi transportasi umum bukan semata dalam rangka memenuhi ketersediaan sarana publik, melainkan memiliki fungsi pula untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi yang tidak terbaharukan (unrenewable energy). Begitu pula dengan ketersediaan sarana pejalan kaki maupun pesepeda yang nyaris sulit ditemukan di kota-kota besar. Permasalahan ini pun sesungguhnya telah berakar dari sejak masa pembangunan yang masih dikelola oleh masa Orba. Tetapi harus pula digarisbawahi, konsentrasi kendaraan bermotor ataupun mobilitas manusia di masa itu tidak sepadat seperti sekarang ini.

Segera Menuju Ke Infrastruktur BBG dan SPBG
Liquid Natural Gas (LNG) yang selama ini dikenal dengan istilah BBG (bahan bakar gas) merupakan jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang paling efisien. BBG memiliki keunggulan berupa lebih hemat bahan bakar dan memiliki gas buang yang jauh lebih bersih daripada bahan bakar minyak. Ketersediaannya yang melimpah menyebabkan harga BBG relatif jauh lebih murah dibandingkan BBM. Tidak ada yang keberatan untuk membayar sebesar Rp 4000/liter BBG di mana 1 liternya bisa menghasilkan efisiensi rata-rata mencapai di atas 300% dari bahan bakar minyak. Atas keunggulan tersebut, Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memperkenalkan BBG ke masyarakat, tepatnya di tahun 1995 dan berlokasi di Jakarta. Sayangnya, setelah berakhirnya era pemerintahan Soeharto, program BBG tidak ditindaklanjuti sebagai prioritas program pengelolaan energi.

Tidak lama setelah Indonesia, Malaysia mengikuti memperkenalkan BBG pada tahun 1996. Hanya berselisih satu tahun, kini Malaysia sudah memiliki pos resmi SPBG sebanyak lebih dari 5.000 unit di seluruh negeri. Thailand baru memperkenalkan BBG di tahun 1999, bertepatan dengan krisis ekonomi dunia. Sekalipun sempat tesendar-sendat, tetapi dengan konsisten kebijakan telah menghasilkan lebih dari 2.500 outlet SPBG. Di Filipina, hampir 80% angkutan umum di perkotaan telah menggunakan BBG, terutama jenis angkutan tuk-tuk atau angkutan umum khas masyarakat Filipina. Sekedar berandai-andai, apabila separuh saja angkutan umum di Indonesia mengguankan BBG, maka penghematan atas subsidi BBM diperkirakan bisa mencapai hingga 18,5% (berdasarkan data Dinas Perhubungan Darat, 2012).

Thailand dan India mungkin bisa menjadi contoh kasus yang lebih tepat bagi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan konversi energi dari minyak ke gas. Sasaran utama konversi tersebut di negara mereka adalah kendaraan umum, terutama jenis kendaraan umum tradisional yang masih menggunakan mesin berteknologi tahun 1980an dan 1990an. Mahalnya harga konverter kit membuat Thailand memilih untuk mendesain dan membuat sendiri konverter kit buatan mereka. Target waktu pelaksanaannya pun cukup rasional, antara 5-6 tahun. Di Indonesia sendiri, sebanyak 75% kendaraan bermotor terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini berarti tidak terlalu sulit dengan mengambil P. Jawa sebagai basis sasaran regional dalam pelaksanaan kebijakan konversi BBM ke BBG. Pemerintah harus membuka ruang birokrasi seluas-luasnya bagi pihak manapun untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan SPBG maupun pembuatan konverter kit. Rentang waktu antara 3-4 tahun sudah cukup rasional untuk memulai konversi energi tersebut di Pulau Jawa dan terutama di kawasan Ibukota dan kawasan yang mengintarinya di Propinsi Jawa Barat. Konverter kit untuk kendaraan bermotor sebenarnya cukup mudah untuk dibuat dan dikerjakan oleh tenaga-tenaga mekanik di Indonesia. Implementasinya pun bisa diadopsikan ke kendaraan bermotor roda dua (atau roda tiga) yang umumnya digunakan untuk keperluan usaha.

Memperbanyak Kilang-Kilang Strategis
Salah satu faktor penyebab harga beli BBM menjadi mahal berasal dari faktor pembelian yang selama ini dikelola oleh pihak Petral. Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tersebut justru mengambil tempat di Singapura sebagai basis operasional perusahaan. Alasannya disebutkan karena Singapura adalah market oil yang selama ini menjadi tempat bagi Indonesia untuk memperdagangkan minyak maupun BBM. Di sinilah dilakukan sejumlah pemesanan atas seluruh produk-produk minyak bumi, termasuk pula avtur ataupun avgas. Spekulasi harga menjadi semakin tinggi, dikarenakan Indonesia tidak memiliki banyak cadangan minyak yang tersimpan di kilang-kilang yang sudah ada. Akibatnya, pemerintah memilii posisi tawar yang rendah di mana harga produk-produk minyak lebih banyak dibeli lebih mahal.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pernah menyampaikan sebuah pernyataan, bahwa cadangan minyak pada kilang-kilang minyak di dalam negeri hanya mampu bertahan kurang dari 1 bulan pada kondisi darurat nasional. Kondisi darurat yang dimaksudkan berupa perang. Padahal, Malaysia saja memiliki kemampuan penyimpanan cadangan minyak mentah dalam kondisi darurat selama hampir 5 bulan, Singapura bahkan bisa menyimpan hingga lebih dari 6 bulan. Seluruh kilang minyak di dalam negeri yang saat ini tersebar di 6 lokasi hanya mampu memenuhi kebutuhan BBM untuk beberapa hari saja. Pernyataan Dirut PT Pertamina (Persero) tersebut sudah disampaikan di depan DPR RI pada tahun 2010 lalu. Hingga kwartal pertama 2013 ini belum ada satu pun di antara rencana untuk memperbanyak lokasi kilang minyak yang terselesaikan. Inilah yang menyebabkan Indonesia selalu kalah posisi tawarnya oleh Petral, karena lemahnya spekulasi cadangan minyak di dalam negeri.

Membuka Opsi Untuk RON90
Anda mungkin sudah pernah mendengar tentang istilah teknologi mesin kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi injeksi. Teknologi tersebut sudah diterapkan luas di akhir dekade 1980an. Jepang sebenarnya sudah memasok kendaraan bermotor berteknologi injeksi sejak awal dekade 1990an. Salah satu karakteristik kendaraan berteknologi injeksi yang membedakannya dengan teknologi sebelumnya terletak pada jenis penggunan bahan bakar. Teknologi injeksi akan lebih baik apabila didukung dengan jenis bensin dengan okton minimal bernilai 90 atau RON90. Di negara-negara tetangga, distribusi atau peredaran bensin dengan oktan 85 sudah nyaris sulit ditemukan. Kebanyakan di antaranya justru didominasi oleh jenis bahan bakar bensin dengan kadar oktan paling rendah bernilai 90 atau RON90. Bensin RON85 saat ini pun sudah selayaknya harus di-upgrade ke RON90, karena rata-rata mesin kendaraan bermotor produksi mulai tahun 2001 lebih cocok untuk mengkonsumsi RON90 ketimbang RON85.

Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Jepang di Thailand sudah memasok kendaraan berteknologi injeksi sejak tahun 2002. Begitu pula dengan Malaysia yang sudah mengharuskan untuk menggunakan teknologi injeksi sejak tahun 2003 untuk seluruh jenis kendaraan yang masuk maupun yang dirakit di pabrik perakitan manapun. Honda Nova yang dirakit di pabrik perakitan Honda di Thailand pada tahun 1995 adalah jenis kendaraan bermotor roda dua yang sudah berteknologi injeksi. Kendaraan ini sempat diperkenalkan oleh publik Indonesia pada tahun 1996, tetapi kemudian dilarang masuk oleh pemerintah Indonesia. Kehadiran regulasi untuk kendaraan berteknologi dengan kompresi tinggi praktis diikuti dengan regulasi untuk mendistribusikan jenis bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi, minimal dengan kadar oktan sebesar 90. Ironisnya, Indonesia yang tengah berupaya terdepan di bidang otomotif di lingkup regional baru menerapkan produksi kendaraan injeksi secara massal pada tahun 2013. Sekalipun belum banyak yang berteknologi injeksi, tetapi kendaraan bermotor yang diproduksi dan masuk ke Indonesia mulai tahun 2002 sudah menggunakan teknologi kompresi tinggi. Ini berarti Indonesia sudah semestinya melakukan upgrade dari RON85 ke RON90.

Tentu saja implikasi atas upgrade jenis bensin tersebut akan menyebabkan harga bensin menjadi semakin mahal. Tetapi manfaat yang dibayarkan oleh masyarakat pun secara signifikan bertambah. Efisiensi kendaraan bertambah, serta memiliki gas buang yang lebih bersih daripada bensin jenis RON85. Ini adalah bagian dari upaya untuk mengendalikan kepemilikan kendaraan bermotor dengan menaikkan ongkos operasionalnya secara rasional. Menaikkan harga RON85 dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 9.000/liter jauh tidak rasional dan tidak wajar. Sebagai catatan, wacana tentang bensin RON90 sudah pernah dikemukakan di tahun 1996, kemudian dikemukakan kembali oleh eks Wamen ESDM Widjjanto Partowidagdo (almarhum) pada tahun 2010.

Promosi Aktif Untuk Pertamax 92 dan 95
Saya pribadi selama ini adalah pengguna setia bensin jenis Pertamax 92. Motor saya selama ini hanyalah motor lama dengan teknologi pengapian CDI. Kompresinya pun masih sekitar angka 9:0 atau masih lebih rendah ketimbang kompresi motor Honda SupraX. Awalnya hanya mencoba untuk merasakan efek bensin dengan oktan yang lebih tinggi. Lagipula, mekanik bengkel pula menganjurkan untuk mengisinya dengan Pertamax 92. Ternyata kemanfaatan cukup terasa sekali. Bukan hanya konsumsi bensin menjadi lebih irit, tetapi ruang pembakaran pun menjadi lebih bersih setelah mengkonsumsi RON92. Keheranan saya, mengapa kemanfaatan ekonomis dari Pertamax tersebut tidak disosialisasikan secara luas oleh pihak PT Pertamina (Persero) cq. Pemerintah?

Dalam beberapa bulan belakangan ini, sejumlah ATPM mengklaim kendaraan bermotor yang mereka jual malah mengklaim cukup aman diisi dengan bensin jenis premium (RON85). Ini adalah sebuah kemunduran nyata dari dampak salah kelola kebijakan energi nasional. Bensin premium sudah terbukti memiliki efisiensi rendah dan memiliki emisi gas buang yang cukup tinggi. Tidak selaras dengan teknologi otomotif yang justru mensyaratkan jenis bensin dengan oktan yang lebih tinggi. Di sini terlihat pula, ada ketidakselarasan di antara kebijakan ketahanan energi nasional dan kebijakan di bidang perdagangan. Ketimbang memaksakan dengan melakukan penyesatan opini melalui istilah “Bensin Untuk Rakyat Miskin” atau himbauan serupa, akan lebih baik pemerintah menggalang koordinasi untuk menggerakkan ATPM dalam mempromosikan penggunaan bahan bakar dengan oktan tinggi.

Ketimbang memberikan himbauan yang tidak tepat mengenai sasaran, akan lebih baik pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) mengarahkan masyarakat untuk menggunakan bensin jenis Pertamax. Dalam hal ini pula membutuhkan koordinasi di antara Kementrian Energi, Kementrian Perindustrian, dan Kementrian Perdagangan. Regulasi untuk bidang otomotif mesti disesuaikan untuk mendukung promosi bensin oktan tinggi. Di awal pelaksanaan, pemerintah memang harus memberikan insentif pemasaran untuk menarik minat masyarakat dalam menggunakan produk minyak jenis RON92 maupun RON95. Misalnya dengan memberikan voucher, doorprize, bonus pembelian Pertamax, kemudahan pembayaran, pemberian merchandise, dan lain sebagainya. Divisi pemasaran di PT Pertamina (Persero) sebenarnya sudah pernah menerapkan program pemasaran tersebut, bahkan hingga menggandeng kalangan perbankan dan ritel. Dengan menggunakan promosi aktif seperti akan lebih efektif mengarahkan perilaku konsumsi masyarakat akan BBM, ketimbang menggunakan himbauan “Bensin UntuK Orang Miskin” yang sudah terbukti tidak efektif.

Kembali Ke Transportasi Umum
Menurut saya, inilah yang nantinya akan menjadi bagian yang tersulit dari kebijakan ketahanan energi nasional. Keberpihakan terhadap transportasi umum berarti akan berhadapan dengan kepentingan berbagai pihak, termasuk pula kepentingan internasional. Rendahnya keberpihakan pada transportasi umum menyebabkan keberadaan transportasi terkesan dipinggirkan. Padahal, di negera-negara industri maju seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Inggris, Jerman, Amerika, Perancis, dan lain-lain, transportasi umum dimanfaatkan oleh berbagai kalangan ataupun status ekonomi. Sebut saja mulai dari pengusaha besar seperti Warren Buffet, US Vice President, artis, para profesional, pelajar, mahasiswa, dan rumah tangga memanfaatkan transportasi umum. Tidak ada kesan diskriminasi, karena kebijakannya lebih berpihak pada transportasi umum.

Satu-satunya kendala untuk mengembalikan keberpihakan tersebut berasal dari kebijakan di bidang otomotif. Sejak era dekade 1970an dan 1980an, pemerintah terlalu memaksakan untuk mewujudkan basis industri otomotif. Investor asing terbukti berdatangan di masa itu, tetapi dampak jangka panjangnya cukup mahal, karena membuat pemerintah menjadi sangat tergantung pada kepentingan industri otomotif global. Akibatnya, pemerintah pun harus menggeser keberpihakannya untuk lebih mendukung industri di bidang otomatif, ketimbang harus mengakomodasi sepenuhnya bagi ketersediaan transportasi publik. Tidaklah mengherankan apabila bis-bis kota di Yogyakarta sudah mulai menghilang selama 10 tahun belakangan ini. Sementara itu, jumlah kendaraan bermotor terus tumbuh melampaui kemampuan panjang jalan raya. Kemacetan lalu lintas yang akhir-akhir ini menghiasi pemadangan di sejumlah kota-kota besar sudah berada pada ambang batas kemacetan parah. Padahal, kemacetan tersebut berarti pula telah terbuangnya bahan bakar minyak dengan percuma atau telah terjadi inefisiensi masif dalam penggunaan bahan bakar.

Perlukah Membatasi/Menghapus BBM Bersubsidi?
Perlu digarisbawahi agar tida terjadi kekeliruan persepsi, bahwa BBM bersubsidi yang dimaksudkan adalah bensin premium (RON85) dan solar. Bensin jenis premium memang sudah saatnya untuk mulai dibatasi, karena teknologi otomotif sudah tidak lagi relevan untuk untuk jenis bensin dengan oktan di bawah 90. Hingga saat ini, sangat sedikit sekali kendaraan pribadi yang masih menggunakan BBM jenis solar. Jika pun ada, biasanya adalah jenis kendaraan mewah yang berarti hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Pemerintah bisa menggolongkan kendaraan pribadi seperti ini ke dalam jenis kendaraan mewah, terutama untuk jenis kendaraan yang bukan diperuntukkan untuk keperluan niaga.

Apakah bentuk insentif dan subsidi tadi tidak akan menyalahi ketentuan yang digariskan oleh WTO?

Sebenarnya bukan semata WTO, tetapi dalam beberapa butir nota kesepahaman (MoU) dengan IMF mengharuskan Indonesia untuk menghapus subsidi BBM. Apabila mereka mau 'fair' dengan Indonesia, mereka hendaknya tidak pula menutup mata dengan insentif besar-besaran dan sangat nyata diberikan oleh Pemerintah China kepada kalangan usaha dan industri di dalam negerinya sendiri. Tidak sedikit pula di antara negara industri maju yang masih saja memberlakukan intervensi ekonomi dari pemerintahnya secara langsung maupun tidak langsung. Menyikapi pertanyaan tersebut, dibutuhkan tidak sekedar keberanian, tetapi ketegasan dari kepala negara yang didukung oleh segenap elemen politik di dalam negeri..

Opsi untuk menghapus subsidi BBM mauun secara umum subsidi energi adalah keputusan yang bersifat situasional. Apabila keputusannya untuk menghapus, maka penghapusan tersebut tidak boleh sampai menciptakan gejolak ekonomi dan sosial di mana keberadaan subsidi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apabila keputusannya tetap mempertahankan, maka keputusan tersebut harus diimbangi dengan upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan memperluas diverifikasi energi maupun sumber-sumber energi. Dalam hal ini, pemerintah atau pembuat kebijakan harus memiliki sikap sendiri yang tidak terkooptasi dengan faktor-faktor di luar Indonesia. Sangat tidak relevan membandingkan begitu saja dengan negara-negara lain yang belum tentu sama latar belakang permasalahannya.

Kapan Lagi Jika Bukan Sekarang
Kekisruhan kebijakan energi sesungguhnya sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak pertama kali republik ini berdiri. Mereka yang saat ini berada di dalam jalur pembuat kebijakan hendaknya turut melibatkan semua pihak untuk bisa mengambil pelajaran berharga dari kasus-kasus kebijakan energi di masa lalu. Satu di antara sekian sumber permasalahan dalam desain kebijakan adalah karena setiap kebijakan dibuat bukan untuk menyelesaikan sumber permasalahannya. Hasilnya, kebijakan yang baru justru semakin menciptakan masalah baru yang lebih rumit.

Apakah solusi jangka pendek terhadap anggapan APBN jebol?

Perlu saya klarifikasi, istilah APBN jebol mungkin merujuk pada pengertian adanya salah satu pos pengeluaran yang berpotensi menyebabkan APBN menjadi semakin defisit. Jika demikian halnya, istilah APBN jebol sudah terjadi sejak republik ini berdiri. Pos subsidi energi ataupun subsidi BBM tidak bisa begitu saja menjadi 'kambing hitam' terhadap defisit APBN. Istilah lain yang muncul menyebutkan alokasi subsidi BBM yang 'salah sasaran'. Maksudnya, subsidi BBM oleh pemerintah disebutkan hanya dinikmati oleh orang kaya. Pernyataan semacam ini sebenarnya bisa menjadi multi persepsi. Apapun persepsinya, apabila memang benar disebut 'salah sasaran', itu berarti perekonomian nasional tidak mengalami pertumbuhan. Pemerintah sendiri masih menikmati pajak atas penjualan bensin premium maupun solar.

Anggaplah demikian, saya coba tetap pergunakan persepsi versi pemerintah. Sekalipun demikian, solusi jangka pendek atas kebijakan energi yang salah kelola tidak bisa dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Apakah adil, pemerintah memaksakan untuk menghapus subsidi BBM, tetapi hasil investigasi atas audit Petral masih dalam proses atau mengalami kebuntuan? Jika pemerintah belum bisa memberikan rasa adil, sebaiknya subsidi BBM tetap dipertahankan. Opsi kenaikan masih terbuka, tetapi kenaikan tersebut haruslah wajar dan sebanding dengan tanggungjawab atas kebijakan energi yang salah kelola. Ini adalah konsekuensi yang nantinya akan ditanggung bersama di antara pemerintah dan rakyat Indonesia.

Setelah sekian lama berulang polemik tentang kekisruhan kebijakan energi, kapan lagi harus serius untuk mewujudkan ketahanan energi. Mungkin sudah terlampau besar waktu dan biaya yang terbuang, tetapi belum terlambat untuk mendesain ulang kembali tata kelola kebijakan energi.

17 April 2013

KABAR TERKINI DARI KWPLH BALIKPAPAN

Setelah hampir 3 bulan lamanya melakukan kampanye penyelamatan pusat koservasi beruang madu, akhirnya membuahkan hasil yang menggembarikan. Kampanye bertajuk “SAVE KWPLH” berhasil mendorong kalangan DPRD Kota Balikpapan untuk tetap mempertahankan eksistensi Kawasan Wisata Pendidikan dan Lingkungan Hidup (KWPLH) yang sekaligus menjadi satu-satunya wahana pusat konservasi beruang madu di Indonesia. Berikut adalah kutipan dari pernyataan yang disampaikan oleh pihak KWPLH Balikpapan.

Senin malam, penulis menyempatkan untuk mengunjungi “Likes Page” KWPLH Balikpapan untuk menanyakan kabar terkini dari kampanye penyelamatan satwa beruang madu. Alhamdulillah, keesokan paginya, pihak admin pengelola KWPLH langsung merespon dengan menyampaikan pernyataan dari pihak Pimpinan Pengelola KWPLH Balikpapan. Berikut adalah pernyataannya.

Yth para pembaca yang budiman,

Suhubungan dengan ajakan kami sebelumnya untuk berpartisipasi dalam membuat petisi mendukung KWPLH agar tetap dipertahankan fungsinya sebagai kawasan pendidikan lingkungan hidup dengan mengelola 6 beruang madu di enklosur seluas 1,3 ha, dengan ini kami UMUMKAN bahwa secara politis pihak DPRD Kota Balikpapan telah MENYETUJUI untuk tetap mempertahankan fungsi KWPLH sebagaimana yang kita harapkan bersama. Komitmen DPRD ini juga dibarengi dengan persetujuan anggaran operasional KWPLH dan saat ini sedang di proses oleh Pemerintah Kota untuk bisa segera digunakan oleh KWPLH periode April 2013 hingga akhir tahun anggaran ini. Sebagai jalan tengah, KWPLH nanti akan disandingkan dengan kawasan bumi perkemahan dengan konsep pengelolaan yang terintegrasi.

Mewakili managemen KWPLH dan semua staff, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kontribusi semua pihak dalam memberikan dukungan berupa petisi, komentar dan saran sehingga proses perjuangan mempertahankan fungsi KWPLH ini kami anggap SUKSES.

Semoga dalam perjalannya kedepan, KWPLH akan tetap eksis dan mampu berkontribusi lebih baik lagi dalam mengemban misi pendidikan lingkungan hidup di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur – Indonesia.

Hormat kami,

Hamsuri
Direktur KWPLH


Perjuangan Yang Panjang dan Berliku
Berawal dari penelitian alam yang dilakukan oleh aktivis Animal Asia Foundation (AAF) asal Swedia, Gabriella “Gabby” Fredriksson yang menemukan anak beruang madu di kawasan hutan lindung Sungai Wain. Gabby menyimpulkan, lokasi hutan lindung tersebut dianggap sebagai rumah terakhir dan tempat bertahan hidup yang paling sering dijumpai satwa beruang madu (Helarctos malayanus). Ketertarikan Gabby terhadap beruang madu di Sungai Wain, karena satwa tersebut diduga merupakan sub spesies, karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan jenis beruang madu lain yang dijumpai di negara-negara Asia Tenggara. Hasil penelitian Gabby tadi kemudian diseminarkan di Kota Balikpapan, di tahun 2000 yang kemudian mendorong keinginan pihak Pemkot Balikpapan untuk menjadikannya sebagai maskot daerah. Pada tahun 2000, dari hasil temuan yang diperoleh Gabby memberikan indikasi masih ada sekitar 50-100 ekor beruang madu di hutan lindung Sungai Wain. Rekomendasinya, tentunya memberikan perlindungan melalui program terpadu yang terintegrasi dengan program ekowisata.

Pada tahun 2001, beruang madu mulai diperkenalkan sebagai maskot Kota Balikpapan. Seiring dengan semangat untuk menjadikannya simbol kemandirian lokal dalam rangka mensukseskan pelaksanaan otonomi daerah. Sekalipun demikian, baru pada tahun 2005 dikeluarkan dasar hukumnya ke dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwali) No 4 Tahun 2005 tentang Beruang Madu Sebagai Maskot Kota Balikpapan.

Melalui Surat Keputusan Walikota Balikpapan No 188.45-72/2005, didirikanlah pusat konservasi beruang madu yang diberi nama “Kawasan Wisata Pendidikan dan Lingkungan Hidup” atau KWPLH Balikpapan. Lokasinya mengambil tempat di kawasan hutan lindung Sungai Wain (km 23) atau tepatnya di sebelah utara Kota Balikpapan. Dengan luas yang hanya 1,3 hektar, tentunya KWPLH Balikpapan hanya bisa menampung tidak lebih dari 10 ekor beruang madu. Satwa-satwa tersebut diperoleh dari hasil temuan warga ataupun hasil sitaan dari pihak BKSDA. Beberapa di antaranya berada dalam kondisi cacat (difable) seperti kehilangan kuku atau tungkai, serta ada pula yang tidak lagi memiliki gigi. Pihak Pemkot Balikpapan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,6 miliar setiap tahunnya.

Setelah berjalan hingga tahun 2010, KWPLH Balikpapan mengoleksi sebanyak 6 ekor beruang madu. Sebanyak 5 ekor di antaranya telah dipromosikan untuk menjadi duta KWPLH dan sekaligus menjadi duta beruang madu Indonesia. Salah satu di antaranya yang bernama Anna telah dinobatkan menjadi maskot duta familia ursidae mewakili beruang madu, karena Anna yang pertama kali jenis yang menjadi warga pusat konservasi di Asia Tenggara. Sebagai catatan, KWPLH yang didirikan pada tahun 2005 tersebut adalah pusat konservasi beruang madu pertama di Asia Tenggara dan dunia. Beruang madu hanya bisa ditemukan di wilayah Asia Tenggara, serta merupakan jenis familia ursidae yang paling kecil. Keunikan dari beruang madu seringkali membuatnya lebih mirip dengan Koala.

Pada bulan Agustus 2012, di kalangan DPRD Kota Balikpapan muncul pandangan yang berkeinginan untuk mengganti maskot beruang madu yang selama ini menjadi maskot Kota Balikpapan (Tempo, 30 Agustus 2012, 04.44). Ketua DPRD Kota Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong berujar apabila beruang madu identik dengan binatang malas. Pandangan umum dari kalangan DPRD Kota Balikpapan tersebut ditujukan ke pihak Pemkot Balikpapan untuk segera mengambil tindakan lebih lanjut. Ini adalah sinyalemen pertama tentang nasib dan masa depan KWPLH Balikpapan yang rumornya akan segera dievaluasi.

Rumor pun terus berkembang seiring dengan semakin meluasnya wacana untuk mengganti maskot Kota Balikpapan. Memasuki akhir bulan November 2012, muncul kabar pihak Pemkot Balikpapan akan berencana menghentikan dukungannya terhadap KWPLH Balikpapan. Isu tersebut sempat menjadi perdebatan, mengingat belum ada kejelasan sikap sama sekali dari pihak Pemkot terkait nasib KWPLH di masa depan.

Pada tanggal 3 Januari 2013, pihak Pemkot Balikpapan mengeluarkan surat resmi yang dilayangkan ke KWPLH Balikpapan yang isinya keputusan untuk mencabut dukungan pendanaan operasional (Antara Kaltim, 4 Januari 2013, 15.30). Berdasarkan surat keputusan tersebut, anggaran operasional yang semula diberikan sebesar Rp 1,6 miliar per tahun diturunkan menjadi Rp 500 juta untuk hanya tahun 2013. Itu berarti, KWPLH Balikpapan hanya bisa bertahan selama 3 bulan terhitung sejak dikeluarkannya surat keputusan tersebut.

Sikap Pemkot Balikpapan tersebut segera direspon oleh pihak pengelola KWPLH Balikpapan. Tidak ada cara lain, mereka pun menggalang dukungan ke masyarakat, mulai dari masyarakat di Kota Balikpapan hingga ke seluruh santaero negeri, bahkan meminta dukungan internasional. Kampanye “SAVE KWPLH” pun resmi dirilis di pertengahan bulan Januari 2013 yang digelar di setiap media sosial, seperti Facebook maupun Twitter.

Akhir Januari 2013, KWPLH Balikpapan kedatangan tamu penting dari AAF. Di antara rombongan AAF tersebut terdapat tokoh seniornya, Gaby Fredriksson yang selama ini menjadi salah satu founder KWPLH Balikpapan. Kedatangan Gaby dan rombongan AAF dalam rangka untuk menjernihkan kekusutan masalah yang tengah dihadapi KWPLH maupun Pemkot Balikpapan. Dalam pertemuannya dengan kalangan DPRD Kota Balikpapan dan Pemkot Balikpapan, pihak AAF sebenarnya sudah memberikan rekomendasi yang dapat menengahi kepentingan pada kedua belah pihak. Sayangnya, rekomendasi dari AAF ketika itu masih belum bisa ditanggapi positif oleh kalangan DPRD Kota Balikpapan.

Setelah hampir sebulan menghimpun dukungan melalui kampanye petisi online, KWPLH Balikpapan telah berhasil menghimpun dukungan petisi sebanyak 4.389 buah terhitung pada tanggal 7 Februari 2013. Angka tersebut masih jauh dari jumlah petisi yang ditargetkan mencapai 10.000 petisi online maupun offline. Sekalipun demikian, di antara dukungan tersebut datang dari sejumlah organisasi-organisasi penting di dunia, termasuk pula perawakilan resmi dari berbagai penjuru dunia. Ini berarti pula, kampanye penyelamatan KWPLH Balikpapan memberikan hasil yang positif.

Dukungan internasional semakin nyata, setelah pada tanggal 10 Februari 2013, sejumlah badan internasional bersedia untuk turut berpartisipasi dalam memberikan dukungan finansial bagi pengelolaan KWPLH Balikpapan. Dukungan finansial tersebut bahkan datang bukan hanya dari badan atau organisasi internasional, melainkan datang pula dari negara. Misalnya seperti Pemerintah Vietnam yang bersedia memberikan pendanaan finansial bagi operasional KWPLH Balikpapan.

Pada tanggal 13 Februari 2013, kini giliran eksekutif, Walikota Balikpapan memberikan komentar. Disebutkan tentang adanya kemungkinan rencana relokasi beruang madu tersebut dibatalkan. Tetapi fakta tersebut belum pula memberikan kepastian tentang rencana sebelumnya untuk menutup KWPLH Balikpapan. Pihak Walikota Balikpapan pun malah belum mendengar adanya kepastian donatur yang akan turut mendanai KWPLH Balikpapan.

Setelah hampir mendekati tengat waktu habisnya dana operasional, akhirnya Direktur KWPLH Balikpapan memberikan pernyataan resmi tentang kejelasan nasib KWPLH. Pernyataan resmi tersebut disampaikan melaluli Fan Page KWPLH di Facebook pada hari Selasa, 16 April 2013. Pihak Pemkot Kota Balikpapan secara resmi mengambil keputusan untuk tetap mempertahankan keberadaan KWPLH Balikpapan, sekaligus tetap memberikan dukungan finansial bagi pengelolaan pusat konservasi beruang madu di Kota Balikpapan.

Tantangan Ke Depan
Masih teramat banyak tantangan yang harus dikelola oleh pihak KWPLH Balikpapan maupun Pemkot Balikpapan. Di satu sisi, KWPLH Balikpapan tentunya berkeinginan agar dapat menjadi wahana pendidikan dan lingkungan hidup bertaraf nasional dan internasional. Di sisi lain, Pemkot Balikpapan pun harus dapat memanfaatkan momentum ini untuk membangkitkan kembali semangat ekowisata yang nantinya akan memberikan kontribusi ekonomi ke perekonomian lokal maupun khususnya bagi pendapatan daerah. KWPLH Balikpapan hendaknya pula tidak menjadi sekedar wahana wisata, melainkan perlu menekankan pada misi sejak awal untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang isu-isu lingkungan hidup di sekitar mereka. Kota Balikpapan dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan jati dirinya sebagai satu-satunya kota di dunia dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Dalam hal ini, KWPLH tidaklah berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian yang terintegrasi ke dalam upaya untuk bersama (kolektif) dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.

KWPLH Balikpapan bukanlah satu-satunya pusat konservasi satwa jenis ursidae di Asia Tenggara. Beberapa di antaranya yang sering mendapatkan sorotan dunia adalah BSBCC di Sabah, Malaysia, Cambodia Conservation Center, dan Taman Wisata di Tam Dong, Vietnam. Mereka memiliki luas lahan yang jauh lebih besar, serta memiliki koleksi beruang yang lebih banyak dibandingkan KWPLH saat ini. Di kemudian hari, pihak pengelola bersama seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat Kota Balikpapan harus realistik untuk menghadapi sebuah persaingan ekowisata di tingkat regional. Singkat kata, Kota Balikpapan maupun KWPLH dihadapkan pada tantangan untuk bisa meningkatkan nilai tambah dan keunggulan komparatifnya di bidang ekowisata. Keberhasilan perjuangan untuk mempertahankan eksistensi KWPLH hendaknya bisa dijadikan sebagai momentum untuk menghadapi tantangan di masa depan, sebelum akhirnya semuanya menjadi terlambat.

26 Maret 2013

MEMAHAMI DEFINISI KORUPSI: MENGENAL UNTUK MEMBERANTAS

Salah satu upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi ataupun perilaku korup adalah dengan memahami pengertian atas definisi tentang korupsi. Sebagian besar di antara masyarakat mungkin telah mendengar dan sangat familiar dengan istilah korupsi. Tetapi hampir bisa dipastikan hanya sedikit di antaranya yang memahami tentang bagaimana dan seperti apa tindak pidana korupsi. Perlunya pemahaman atas bentuk tindak pidana korupsi merupakan satu kunci terpenting dengan memberdayakan peran masyarakat. Ada tujuh bentuk tindak pidana korupsi yang menjadi dasar dalam pemberantasan korupsi.

Bentuk Tindak Pidana Korupsi
Ada 3 acuan yang akan menjadi landasan hukum untuk menerangkan definisi tentang tindak pidana korupsi, yaitu: Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pembaharuannya pada Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dua undang-undang di atas kemudian menjadi landasan bagi terbentuknya Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Dimulai dari definisi tentang tindak pidana korupsi.

Undang-Undang Pendukung Yang Digunakan:
Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Undang-Undang No 20 Tahun 2001
Undang-Undang No 30 Tahun 2002


1. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
Melawan Hukum Untuk Memperkaya Diri Sendiri dan Dapat Merugikan Keuangan Negara
Pasal 2, Ayat 1 (UU No 31 Tahun 1999):
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”.
Menyalahgunakan Kewenangan Untuk Menguntungkan Diri Sendiri dan Dapat Merugikan Keuangan Negara
Pasal 3, Ayat 1 (UU No 31 Tahun 1999):
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara...”



2. SUAP-MENYUAP
Menyuap Pegawai Negeri
Pasal 5, Ayat 1, huruf (a) (UU No 20 Tahun 2001):
“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”
Pasal 5, Ayat 1, huruf (b) (UU No 20 Tahun 2001):
“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya”.
Memberi Hadiah Kepada Pegawai Negeri Karena Jabatannya
Pasal 13 (UU No 31 Tahun 1999):
“Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau kewenangan yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut...”
Pegawai Negeri Menerima Suap
Pasal 5, Ayat 2 (UU No 20 Tahun 2001):
“Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b...”
Catatan untuk Pasal Pasal 5, Ayat 2 (UU No 20 Tahun 2001) tentang huruf a dan huruf b pada ayat (1) adalah sama dengan Pasal 5, Ayat 1, huruf (a) (UU No 20 Tahun 2001) dan Pasal 5, Ayat 1, huruf (b) (UU No 20 Tahun 2001) yang telah disampaikan di atas.
Pasal 12 huruf a (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”
Pasal 12 huruf b (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”
Pegawai Negeri Menerima Hadiah Yang Berhubungan Dengan Jabatannya
Pasal 11 (UU No 20 Tahun 2001):
“...pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”
Menyuap Hakim
Pasal 6, Ayat 1, huruf a (UU No 20 Tahun 2001):
“Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili”
Menyuap Advokat
Pasal 6, Ayat 1, huruf b (UU No 20 Tahun 2001):
“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili”.
Hakim dan Advokat Menerima Suap
Pasal 6, Ayat 2 (UU No 20 Tahun 2001):
“Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”.
Hakim Menerima Suap
Pasal 12, huruf c (UU No 20 Tahun 2001):
“Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili”
Advokat Menerima Suap
Pasal 12, huruf d (UU No 20 Tahun 2001):
“Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili”.


3. PENGGELAPAN DALAM JABATAN
Pengawai Negeri Menggelapkan Uang Atau Membiarkan Penggelapan
Pasal 8 (UU No 20 Tahun 2001):
“...pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut”
Pegawai Negeri Memalsukan Buku Untuk Pemeriksaan Administrasi
Pasal 9 (UU No 20 Tahun 2001):
“...pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi”
Pengawai Negeri Merusakkan Bukti
Pasal 10 huruf a (UU No 20 Tahun 2001):
“Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya”
Pegawai Negeri Membiarkan Orang Lain Merusakkan Bukti
Pasal 10 huruf b (UU No 20 Tahun 2001):
“Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut”
Pegawai Negeri Membantu Orang Lain Merusakkan Bukti
Pasal 10 huruf c (UU No 20 Tahun 2001):
“Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut”.


4. PERBUATAN PEMERASAN
Pengawai Negeri Memeras
Pasal 12 huruf e (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”
Pasal 12 huruf g (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang”
Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri Lain
Pasal 12 huruf h (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang- undangan”


5. PERBUATAN CURANG
Pemborong Berbuat Curang
Pasal 7 Ayat (1) huruf a (UU No 20 Tahun 2001):
“Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang”
Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang
Pasal 7 Ayat (1) huruf b (UU No 20 Tahun 2001):
“Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a”
Rekanan TNI/Polri Berbuat Curang
Pasal 7 Ayat (1) huruf c (UU No 20 Tahun 2001):
“Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang”
Pengawas Rekanan TNI/Polri Berbuat Curang
Pasal 7 Ayat (1) huruf d (UU No 20 Tahun 2001):
“Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c”
Penerima Barang TNI/Polri Membiarkan Perbuatan Curang
Pasal 7 Ayat (2) (UU No 20 Tahun 2001):
“Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”
Pegawai Negeri Menyerobot Tanah Negara Sehingga Merugikan Orang Lain
Pasal 12 huruf h (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang- undangan”


6. BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN
Pengawai Negeri Turut Serta Dalam Pengadaan Yang Diurusnya
Pasal 12 huruf i (UU No 20 Tahun 2001):
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”


7. GRATIFIKASI (Pasal 12B Jo. Pasal 12C)
Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi dan Tidak Lapor KPK
Pasal 12B UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001:
Ayat (1), “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi
(b) yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
Ayat (2), “Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Pasal 12C UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain itu tertuang pada Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas), tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)"
Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan terhadap seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka"

3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah)"
Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
(2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.
(4) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup,
atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran.

4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)"
Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa.
(2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
(3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)"
Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia"

6. Saksi yang membuka identitas pelapor
Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
"Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah)”
Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
(2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan atau orang lain tersebut.

Total keseluruhannya terdapat sebanyak 30 bentuk tindak pidana korupsi yang hingga saat ini masih menjadi pedoman penindakan dan pemberantasan yang diterapkan oleh KPK. Agak rumit dengan melihat pasal demi pasal, kemudian paparan isinya yang dituliskan di atas. Tetapi ada cara yang lebih mudah untuk memahaminya, yaitu dengan melihat garis besar atau pokok pikiran dari masing-masing kelompok bentuk tindak pidana korupsi.


Mengenai Buku Panduan KPK
Melalui buku saku yang berjudul “Memahami Untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi”, masyarakat diajak untuk mengenal bentuk-bentuk tindak pidana korupsi menurut undang-undang KPK. Pembaca bisa mengunduhnya langsung di tautan UU No 20 Tahun 2001. Di dalamnya akan lebih diperinci tentang pasal-pasal tindak pidana korupsi yang disertai dengan contoh sederhana dalam pengungkapan kasus. Buku saku tersebut didistribusikan secara bebas kepada siapa saja. Untuk mengunduh buku saku KPK bisa masuk ke halaman di sini.

Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundry)
Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kurang lengkap apabila tidak disandingkan dengan undang-undang tentang pencucian uang. Modus yang paling sering dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi yang bertujuan untuk menyamarkan harta hasil korupsi agar tidak mudah untuk dicurigai. Memahami bentuk-bentuk tindak pidana korupsi akan lebih lengkap ditambahkan dengan pemahaman atas praktik pencucian uang. Pada tahun 2010 telah dikeluarkan undang-undang tambahan dalam penindakan tindak pidana korupsi, yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindaka Pidana Pencucian Uang (PP-TPPU). Mengenai isi dari undang-undang tersebut bisa diunduh atau dibuka di sini.