31 Desember 2008

DIARI AKHIR TAHUN 2008 (Catatan I: Hukum dan HAM)

Sepanjang tahun 2008, tidak banyak catatan hukum yang bisa dikatakan mengesankan sekalipun patut diakui ada beberapa kemajuan. Konsep pemberantasan korupsi nampaknya masih akan menjadi pekerjaan rumah yang sangat panjang. Superioritas penegakan hukum masih sering dikalahkan oleh kepentingan politik. Tidak jarang ditemukan apabila penegakan hukum akhirnya justru menjadi komoditas politik. Di bidang penegakan HAM sepanjang tahun 2008 juga tidak banyak mencatat prestasi yang bisa dikatakan sebagai suatu kemajuan. Alam demokrasi yang seharusnya dapat menjadi suatu sarana menjembatani kepentingan justru dijadikan alat untuk memaksakan kehendak. Upaya untuk menegakkan HAM sesuai dengan Konstitusi UUD 1945 belum banyak mendapatkan dukungan secara politik, terutama dari pihak pemerintah sendiri.

Catatan 2008: Pemberantasan Korupsi
Beberapa catatan yang perlu diakui sebagai bentuk kemajuan upaya pemberantasan korupsi adalah adanya keberanian dari institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti kasus-kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Beberapa nama yang sudah masuk ke dalam daftar penyidikan telah sampai ke tahap eksekusi pengadilan. KPK juga sudah mulai mengembangkan cakupan perkara hukum hingga ke tingkat pemerintah daerah dan beberapa departemen yang selama ini jarang mendapatkan sorotan dari hukum seperti penyidikan dugaan korupsi di lingkungan Departemen Agama dan Departemen Hukum dan HAM. PIhak KPK juga sudah memperluas cakupan penanganan hukum hingga ke tingkat daerah. Beberapa nama kepala daerah ataupun anggota DPRD telah masuk ke dalam daftar penyidikan kasus korupsi di KPK.

Satu hal yang perlu dicatat, institusi KPK sudah mulai mampu untuk melakukan improvisasi ke dalam konsep pemberantasan korupsi. KPK sempat mengemukakan usulan atau gagasan untuk memberlakukan pakaian/seragam tahanan bagi setiap individu yang sudah masuk ke dalam daftar terpidana kasus korupsi. Dengan bekerja sama dengan instansi lain seperti Departemen Pendidikan Nasional, KPK juga sudah menjalankan pemberantasan korupsi sejak dini dengan menjalankan 'Kanti Kejujuran'. Sayangnya, semua ide ataupun gagasan hanyalah berhasil di atas kertas. Pada kenyataannya, baju tahanan bagi koruptor hanya sekedar menjadi wacana karena pelaksanannya terganjal di tingkat legislatif (DPR/MPR). Pendirian 'Kantin Kejujuran' tidak memberikan hasil yang memuaskan, bahkan dikabarkan akan segera dihentikan karena dianggap merugi. Langkah KPK untuk memperkuat infrastruktur dengan mengajukan anggaran Rp 90 Milyar juga akhirnya kandas di tangan DPR. Belum lagi payung hukum yang paling diharapkan dari RUU Pengadilan Tipikor juga masih dalam pembahasan di akhir tahun 2008. Tidak banyak sesuatu yang bisa dikatakan mengesankan pada hari Anti Korupsi Sedunia.

Penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi nampaknya tidak hanya membutuhkan payung hukum yang kuat, akan tetapi juga perlu mendapatkan dukungan secara politik. Kasus-kasus korupsi yang mulai ditangani KPK bisa dikatakan telah banyak kemajuan dalam arti kuantitas, akan tetapi masih jauh dari harapan kualitas penyelesaiannya. Beberapa kasus di antaranya adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus penyuapan pengadilan/hakim, kasus pembalakan liar (ilegal loging), kasus Dana Abadi Umat (DAU), dan beberapa kasus lainnya. Kasus-kasus yang ditangani tersebut masih jauh dari harapan untuk menuntaskan. Dikeluarkannya Undang-Undang Susunan dan kedudukan (Susduk) merupakan salah satu penghambat yang bersumber dari aspek politik. Jika saja payung hukum sudah tidak memadai dan dukungan politik masih sarat dengan kepentingan politik, upaya pemberantasan kasus korupsi di tahun 2009 akan menjadi semakin berat.

Catatan 2008: Penegakan HAM
Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di sepanjang tahun 2008 bisa dikatakan memasuki masa yang paling suram setelah reformasi tahun 1998. Bukan hanya pelanggaran HAM yang mulai nampak terlihat jelas (dipublikasikan), akan tetapi pengaburan makna HAM itu sendiri. Dengan menggunakan dalih kepentingan agama, pelanggaran HAM menjadi terlihat sebagai tindakan legal yang tidak melanggar hukum. Seringkali kasus pelanggaran HAM cenderung mengarah tidak hanya pada kepentingan politik, akan tetapi ke sesuatu yang lebih berbahaya, yaitu disintegrasi nasional. Dibandingkan dengan pemberantasan korupsi, payung hukum penegakan HAM sesungguhnya jauh lebih kuat. Namun, dalam pelaksanaannya, payung hukum masih sering tidak diikuti oleh kekuatan penegakan hukum yang memadai.

Beberapa kasus yang terindikasi pelanggaran HAM adalah kasus Ahmadiyah. Pihak pemerintah menyikapinya dengan mengeluarkan SKB Tiga Menteri. Sikap pemerintah dianggap menuruti kemauan kelompok tanpa memperhatikan aspek nasional lainnya yang seharusnya juga menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan. Pada prinsipnya, kekuatan hukum SKB Tiga Menteri masih belum dianggap memadai, akan tetapi telah dapat dijadikan legalisasi untuk melakukan tindakan hukum oleh kelompok tertentu. Dalam ini, Komnas HAM tidak dapat menjalankan kewajibannya karena terkendala dualisme sikap pemerintah dalam menegakkan HAM. Negara dengan ideologi yang menjunjung tinggi HAM seperti Indonesia dengan nyata justru mengaburkannya. Di tingkat legislatif maupun eksekutif, upaya untuk menegakkan keadilan HAM masih didasarkan pada pertimbangan dan kepentingan politik.

Upaya untuk menegakkan HAM sesuai dengan amanat UUD 1945 menjadi semakin suram. Pada tanggal 31 Desember 2008, pihak pengadilan telah memberikan putusan bebas kepada Muchdi Pr atas kasus tersangka pembunuhan aktivis HAM Munir (Kompas, 31 Desember 2008). Seperti yang sudah diperkirakan dari semula, pengungkapan kasus pembunuhan Munir akan banyak terkendala dalam sistem peradilan di Indonesia. Munir adalah tokoh utama pemimpin Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang berusaha untuk mengungkapkan sejumlah kasus-kasus HAM dan orang hilang yang tidak terselesaikan. Setelah melalui rentetan panjang sejak tahun 2004 dimulai dengan melibatkan nama Pollycarpus Budihari Priyanto hingga Jenderal (Purnawiran) TNI-AD Muchdi Purwoprandjono (mantan Komandan Kopassus dan Deputi Kepala Badan Intelejen Negara). Muchdi Pr yang merupakan mantan Deputi V BIN secara resmi ditangkap dan ditahan tanggal 19 Juni 2008. Tentunya dengan bebasnya Muchdi Pr akan membuat upaya penegakan HAM semakin suram.

Penutup Catatan Diari II: Pandangan di Tahun 2009
Tantangan di tahun 2009 baik pemberantasan korupsi maupun penegakan hukum dan HAM nampaknya akan menjadi sangat berat. Selain kemungkinan terkendala oleh agenda Pemilu 2009, spekulasi terhadap keberlangsungannya menjadi sangat tinggi. Hasil Pemilu 2009 masih menjadi tanda tanya besar, sementara itu kasus-kasus yang sudah tertangani sebagian besar masih terkendala pada kekuatan politik baru setelah Pemilu. Belum lagi ditambahkan spekulasi atas situasi yang masih belum dapat diprediksikan di tahun 2009 baik situasi kemanan maupun stabilitas nasional.

Optimisme adalah kata kunci yang harus selalu ada dalam setiap upaya untuk menjadikan negara ini lebih baik dan tentunya lebih beradab. Setiap perjuangan tidaklah selalu harus berakhir dengan waktu singkat, seperti halnya upaya yang dilakukan pergerakan nasional untuk mencapai Indonesia Merdeka. Negara ini tidaklah dibangun hanya oleh orang-orang pemerintahan ataupun mereka yang hanya duduk di legislatif, akan tetapi oleh segenap masyarakat Indonesia. Setiap perjuangan juga tidak jarang harus menghadapi ganjalan, rintangan, ataupun hambatan yang sangat melelahkan. Itu pula yang sering dilakukan oleh penjajah di masa lalu untuk mengikis semangat pergerakan nasional. Semangat dan optimis adalah modal dasar untuk menggerakkan rencana-rencana baru tanpa henti. Sudah saatnya untuk menggerakkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk sadar akan pemberantasan korupsi dan sadar akan penegakan hukum dan HAM.

Arsip Online
Penegakan Hukum dan HAM
Kompas Online, Rabu 31 Desember 2008 (10.18), “Perang Warna Keadilan di Sidang Muchdi PR” (link)
Kompas Online, Rabu 31 Desember 2008 (10.55), “Muchdi Divonis Bebas” (link)
Pernyataan Sikap Paska Sidang dari Kontras (link)
Monitoring Persidangan Munir Sampai Perkembangan Terkini:


Pemberantasan Korupsi
Diansyah, Febri, 16 Desember 2008, “Kronik Pemberantasan Korupsi 2008” (link)
Indonesia Corruption Watch (ICW), 10 Oktober 2008, “Reformasi MA di Persimpangan Jalan” (link)
Indonesia Corruption Watch (ICW), 12 Nopember 2008, “Mencermati Setahun Kinerja KPK” (link)
Indonesia Corruption Watch (ICW), 27 Nopember 2008, “Ancaman Terhadap Independensi KPK” (link)
Indonesia Corruption Watch (ICW), 9 Desember 2008, “Mendung di Hari Pemberantasan Korupsi” (link)
Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 30 Desember 2008, “Catatan Akhir Tahun Masyarakat Transparansi Indonesia” (link)

1 comments:

David Pangemanan mengatakan...

INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi

hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah

dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru

menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping

tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha / Tergugat

(PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda

Jateng.
Inilah realitas peradilan di Indonesia.
Quo vadis Hukum Indonesia?

David
(0274)9345675

Posting Komentar