Momentum peringatan Hari Ibu Tanggal 22 Desember 2008 lalu dijadikan sebagai momentum bagi Partai Demokrat untuk mencitrakan ulang kepada masyarakat. Sekalipun Hari Ibu telah lewat dan melewati pula perayaan Natal 25 Desember 2008, hingga saat ini tanggal 28 Desember 2008, iklan politik Partai Demokrat yang menggunakan tema Hari Ibu masih ditayangkan. Nampaknya, iklan politik tersebut sudah lebih dari sekedar menyapaikan pesan moral, yaitu sarat dengan muatan politik. Setelah sebelumnya iklan politik Partai Demokrat mendapatkan respon negatif, strategi iklan kampanye Partai Demokrat tidak lagi menyampaikan pesan moral melainkan menampilkan figur. Apakah sesungguhnya yang hendak disampaikan oleh iklan politik PD dengan menggunaka tema Hari Ibu?
Keadaan Sebelumnya
Pada iklan politik terakhir kali yang menggunakan momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, respon negatif mulai berdatangan dari berbagai kalangan termasuk dari ICW sendiri. Tidak sedikit lawan-lawan politik yang berpandangan sinis merespon iklan Anti Korupsi dari PD. Momentum iklan politik Anti Korupsi nampanya tidak tepat karena bersamaan dengan disorotnya kasus korupsi Aulia Pohan. Disamping itu, lawan-lawan politik di DPR saat itu pula sedang menyoroti buruknya kinerja pengelolaan migas setelah terjadinya kelangkaan gas elpiji dan minyak tanah di sebagian besar daerah. Kebijakan untuk menurunkan harga premium sebanyak dua kali dan solar sebanyak satu kali semakin mendorong adanya kontroversi dengan dugaan penyimpangan dalam pengeloaan migas.
Pada tanggal 20 Desember 2008, pihak PD melalui wakil sekjen menyatakan responnya terhadap iklan kampanye PDI-P yang dianggap tidak realistis. Melalui pernyataan Wasekjen PD disebutkan pula jika PD akan meluncurkan iklan kampanye yang lebih realistis. Baru diketahui akhirnya PD merilis iklan politik baru dengan memanfaatkan momentum Hari Ibu. Dari sumber web PD, iklan politik dengan tema Hari Ibu akan dipublikasikan dari tanggal 22-26 Desember 2008. Penayangan iklan dilakukan di semua media elektronik (radio dan televisi) dan di media cetak. Dengan melihat durasi, banyaknya tayang untuk satu hari, dan banyaknya media yang menayangkan, tentunya tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk iklan tersebut. Jika dibandingkan dengan iklan-iklan politik sebelumnya, iklan PD kali ini sama sekali tidak menjual kinerja baik dari tokoh maupun partai politiknya sendiri.
Analisis Tema Lagu
Pihak pembuat iklan politik PD memilih lagu ‘Kasih Ibu’ ciptaan S.M. Moechtar sebagai lagu tema kampanye politik Partai Demokrat. Di antara lagu-lagu yang mengambil tema Ibu, lagu ‘Kasih Ibu’ termasuk yang masih populer diperdengarkan ataupun disenandungkan. Iwan Fals termasuk salah satu dari penyanyi (maestro) yang masih sering menyenandungkan. Lirik lagunya sangat singkat sehingga lebih mudah untuk diingat. Lirik lagunya cukup mendalam dan tidak jarang menjadi inspirasi bagi penulis-penulis lagu (song writer) seperti Melly Goeslaw untuk menuliskan lagu dengan tema yang serupa. Lagu ‘Kasih Ibu’ ciptaan S.M. Moechtar sesungguhnya adalah lagu untuk anak-anak, akan tetapi makna liriknya yang mendalam membuat anak-anak yang ketika itu mendengarkan masih mengingat dan mengenangnya. Seperti diketahui, lagu ‘Kasih Ibu’ diperkirakan diciptakan sekitar tahun 1950an.
Lagu yang populer sepanjang masa, lirik yang mendalam (menyentuh hati), dan menjadi inspirasi bagi siapapun, nampaknya itulah strategi penyampaian pesan dalam iklan politik PD. Pihak PD hendak menyampaikan suatu popularitas baik tokoh yang didukungnya maupun partai politiknya sendiri. Lirik yang menyentuh hati bagi mereka yang mendengarkan dimaksudkan sebagai cara untuk menarik simpati. Secara psikologis, lagu dengan nuansa perdamaian atau kasih sayang akan cenderung menciptakan rasa iba, haru, dan simpati. Siapapun seseorang yang pernah mendengar alunan lagu ‘Kasih Ibu’ akan terkesan, terharu, dan simpati. Jika lagu yang diperdengarkan dalam format audio-visual, maka kesan, haru, dan simpati tentunya tertuju pada obyek yang divisualkan. Jika lagu ini dikenal menjadi inspirasi, maka seperti itulah yang sesungguhnya diinginkan oleh PD, yaitu menyampaikan pesan jika PD dan tokoh yang didukungnya adalah panutan.
Kasih Ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia…
(S.M. Moechtar)
Dipilihnya lagu ‘Kasih Ibu’ yang mencitrakan sosok seorang ibu bukan suatu kebetulan. Sosok ibu diakui oleh siapapun adalah sosok panutan keluarga. Melalui iklan politik ‘Hari Ibu’, Partai Demokrat berusaha untuk menghapus atau menetralisir citra buruk yang ditujukan oleh sejumlah lawan-lawan politiknya maupun dari masyarakat sendiri. Pada untaian lirik, ‘…tak terhingga sepanjang masa’ dapat di-interpretasikan sebagai bentuk pengabdian. Kemudian pada lirik, ‘Hanya memberi, tak harap kembali’ dapat diartikan maknanya sebagai bentuk loyalitas. Untuk bait lirik selanjutnya, ketika memasuki ‘Bagai sang surya menyinari dunia’, pada penutup iklan ditampilkan sosok tokoh yang didukung oleh PD. Maknanya adalah jika tokoh yang didukung ini adalah tokoh yang populer atau dibutuhkan oleh banyak orang.
Gaya Soeharto atau Gaya Orde Baru (Soehartoisme)
Pada tayangan iklan politik ‘Kasih Ibu’ diperlihatkan SBY sedang ‘Sungkem’ kepada ibundanya. Kemudian diikuti pula dengan tampilan foto keluarga SBY bersama putranya, menantu, dan cucunya. Jika memang yang dimaksudkan mencitrakan figur tokoh SBY, slide-slide SBY bersama keluarganya sesungguhnya tidak perlu diperlihatkan. Cukup dengan mengilustrasikan orang lain (tidak banyak dikenal), lalu dilatarbelakangi atau diselingi wajah SBY. Apakah permintaan dari SBY sendiri? Ataukah sudah menjadi satu paket dalam skenario iklan?
Cara sungkem yang dilakukan oleh SBY kepada ibundanya ini adalah gaya sungkem keluarga Soeharto (mantan Presiden RI ke-2). Tradisi sungkeman seperti yang sering diperlihatkan oleh umat Islam pada Idul Fitir sesungguhnya adalah tradisi Jawa Kuno, tepatnya tradisi yang berlangsung di Keraton Solo. Setiap tahun (kalender Jawa), raja-raja di Solo selalu mengadakan Sungkeman yang berpusat di Pendopo utama. Mereka yang hadir selain seluruh keluarga dan kerabat kesultanan adalah para bangsawan dan Abdi Dalem Keraton. Tata cara yang sesungguhnya, sungkeman bukan kepada orangtua, akan tetapi kepada Raja. Untuk lebih lengkap penjelasan mengenai Tradisi Sungkeman bisa dikunjungi link di sini (berbahasa Jawa). Tradisi sungkeman seperti yang kebanyakan masyarakat lakukan sekarang ini termasuk SBY adalah tradisi sungkeman gaya Keluarga Soeharto. Bisa dimaklumi karena beliau ketika itu adalah penguasa totaliter yang menyamakan dirinya sejajar dengan raja-raja di tanah Jawa. Tentunya si pembuat iklan politik Partai Demokrat bukan tidak mengetahui tentang Tradisi Sungkeman, akan tetapi sangat mengetahui. Jika tayangan sungkeman merupakan keinginan dari SBY, maka apakah SBY adalah pengagum Soeharto? Apapun situasinya, si pembuat iklan hendak menciptakan kesan ‘Soehartoisme’ yang selama ini menjadi mitos kemakmuran?
Penutup
Menjelang akhir tahun 2008, Partai Demokrat nampaknya mampu melewati pergantian tahun dengan tanpa celaan. Itu yang sejauh ini bisa ditangkap dari respon lawan politik, tanggapan masyarakat, maupun respon dari media (pers). Dari pantuan di media cetak (Kompas, Koran Detik, Suara Pembaharuan, dan Pikiran Rakyat) dan media elektronik (seluruh stasiun televisi swasta dan radio swasta), tidak satu pun yang memberikan respon negatif terhadap iklan politik ‘Hari Ibu’ dari Partai Demokrat. Selain disibukkan oleh sensasi menjelang pergantian tahun, nampaknya para lawan politik juga disibukkan oleh berbagai kontroversi kebijakan melalui pembahasan undang-undang. Salah satunya yang cukup membuat lawan politik SBY sibuk adalah undang-undang mengenai putusan melalui suara terbanyak.
Nampaknya publik maupun lawan politik kurang begitu jeli menangkap dimasukkannya unsur Soehartoisme di dalam iklan politik ‘Hari Ibu’ Partai Demokrat. Jika iklan dari PKS menampilkan figur Soeharto melalui sekilas foto dan kata-kata, iklan politik dari PD hanya menampilkan tradisi yang dilakukan Soeharto semasa berkuasa. Rumor politik yang sudah beredar luas di masyarakat menggambarkan sosok Soeharto sebagai mitos kemakmuran. Kesan inilah yang divisualkan melalui iklan politik ‘Hari Ibu’ Partai Demokrat.
Apapun tema suatu karya seni, jika sudah dimanifestasikan sebagai komoditas politik, maka sudah tidak ada lagi nilai estetikanya. Kecil sekali kemungkinan apabila pemilihan tema ‘Kasih Ibu’ untuk suatu iklan yang diperkirakan menghabiskan ratusan milyar Rupiah adalah kebetulan semata. Sulit sekali mengindentifikasikan aspek etika dalam berpolitik di dalam strategi politik. Siapapun boleh memanfaatkan tema moral ‘Kasih Ibu’ untuk kepentingan apapun, akan tetapi seoarang ibu akan lebih bangga jika puteranya bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan orang asing.
27 Desember 2008
MENAFSIRKAN IKLAN ‘KASIH IBU’ PARTAI DEMOKRAT
15.01
Anonim
1 comments:
Mas Leo,
Saya mengutip nama SM. Mochtar dari harian nasional (baca: koran) Seputar Indonesia tanggal 22 Desember halaman 7.
Anda bisa membaca respon saya selengkapnya di blog kami (http://rtduawh1.co.cc/ibu-dan-kesehariannya.html#comment-34)
Semoga sukses.
Posting Komentar