Selama digelar aksi mahasiswa menolak draf pengesahan UU BHP, seringkali mahasiswa menyuarakan tentang mahalnya biaya pendidikan. Biaya Operasional Pendidikan (BOP) di dalam UU BHP dituding akan menyebabkan biaya pendidikan di Indonesia menjadi semakin mahal. BOP merupakan salah satu dari sekian banyak komponen yang membentuk biaya pendidikan secara keseluruhan. Suatu kebijakan yang berorientasi pada pendidikan murah sesungguhnya tidak hanya sekedar berfokus pada BOP, akan tetapi memperhatikan pula komponen-komponen lain yang membentuk biaya pendidikan. Tulisan ini membahas mengenai komponen-komponen yang membentuk biaya pendidikan secara keseluruhan dan permasalahan-permasalahannya.
Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia yang hasilnya dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. Berbeda dengan pengertian investasi fisik yang hasil atau manfaatnya bisa langsung diketahui atau diterima. Investasi sumber daya manusia seperti pendidikan tidak segera atau mendapatkan hasilnya selama proses investasi tadi sedang berlangsung. Pengertian investasi itu sendiri adalah bentuk lain dari pembelanjaan atau pengeluaran untuk pembentukan modal/kapital di masa depan. Selama proses pendidikan sedang berlangsung, maka itu berarti pengeluaran akan selalu lebih besar dibandingkan dengan manfaat (benefit). Besarnya pembelanjaan disebut juga sebagai besarnya biaya pendidikan. Berikut ini adalah komponen-komponen yang membentuk biaya pendidikan.
Biaya Operasional Pendidikan (BOP)
BOP adalah biaya yang dikeluarkan oleh anak didik untuk memenuhi tuntutan biaya penyelenggaraan pendidikan di institusi pendidikan. Di tingkat perguruan tinggi, BOP terdiri atas biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan biaya uang pangkal. SPP terdiri atas SPP Tetap yang besarnya ditetapkan per semester dan SPP Variabel yang besarnya ditentukan berdasarkan banyaknya SKS. Untuk uang pangkal hanya dibayarkan ketika pertama kali masuk ke perguruan tinggi. Dari ketiga komponen BOP tersebut, uang pangkal adalah biaya yang paling banyak nilai nominalnya (bukan diakumulasikan) dibandingkan SPP (tetap maupun variabel). Sekalipun hanya dibayarkan sekali, pada beberapa fakultas seringkali uang pangkal masih lebih besar jika dibandingkan total nilai akumulasi SPP Tetap maupun SPP Variabel.
Sejak diberlakukannya BHMN atau setidaknya sejak tahun 2004, hampir semua perguruan tinggi menarik SPP di atas Rp 1 juta per semester. Jika diasumsikan anak didik mengambil keseluruhan SKS sebanyak 24 SKS, maka nilai totalnya bisa mencapai di atas Rp 1 juta per semester. Jika dibandingkan dengan periode sebelum tahun 2000, inflasi biaya pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan setelah tahun 2004 termasuk cukup tinggi, yaitu mencapai di atas 100%. Biaya penyelenggaraan pendidikan untuk PTN mulai lebih mahal daripada rata-rata biaya penyelenggaraan pendidikan di PTS. Komponen BOP saat ini masih menjadi satu-satunya komponen pendidikan yang paling mahal di mana rata-rata per tahun (2 semester) bisa mencapai di atas Rp 2 juta.
Biaya Hidup (Living Cost)
Pada umumnya, perguruan tinggi yang dipilih oleh anak didik adalah perguruan tinggi yang tidak berada di daerah di maan anak didik tinggal. Jika demikian, maka komponen biaya hidup akan semakin bertambah. Mereka anak didik yang kebetulan tinggal satu kota dengan perguruan tinggi memiliki komponen biaya hidup (living cost) yang jauh lebih rendah. Sekalipun demikian, apabila biaya pendidikan diartikan sebagai suatu investasi, maka keseluruhan komponen-komponen pokoknya harus tetap diperhitungkan. Adapun yang termasuk ke dalam komponen biaya hidup adalah biaya tempat tinggal atau kos, biaya makan, biaya transportasi, biaya untuk telekomunikasi, dan biaya untuk keperluan hiburan.
Tingkat inflasi secara umum terhadap komponen-komponen biaya hidup di Indonesia termasuk cukup tinggi terutama untuk permintaan di bidang pendidikan. Untuk ukuran Yogyakarta, biaya untuk penginapan (kos) rata-rata per tahun sudah mencapai di atas Rp 1 juta (terhitung hasil pemantauan tahun 2005). Biaya yang dikeluarkan untuk sekali makan sudah mencapai di atas Rp 3.000 sehingga apabila dikalkulasikan dalam satu tahun menjadi di atas Rp 5 juta. Biaya transportasi juga terus meningkat seiring dengan peningkatan harga BBM di dalam negeri. Jika dimisalkan rata-rata satu hari dibutuhkan anggaran transport sebesar Rp 5.000, maka besarnya total biaya transport untuk satu tahun mencapai sekitar Rp 1,8 juta. Hasil temuan riset yang pernah dilakukan oleh UPN Yogyakarta pad pertengahan tahun 2008 lalu menyebutkan jika rata-rata pengeluaran biaya untuk telekomunikasi mahasiswa bisa mencapai di atas Rp 300 ribu per bulan sehingga total rata-rata biaya telekomunikasi selama satu tahun adalah Rp 3,6 juta. Di sini kita buat permisalan saja anggaran telekomunikasi hanya Rp 2 juta per tahun. Jika tidak diperhitungkan biaya-biaya untuk hiburan, maka total besarnya komponen biaya hidup di Yogyakarta adalah Rp 9,8 juta per tahun (perhitungan minimum dan dibulatkan terendah). Jika kita menggunakan perhitungan secara riil, maka biaya hidup rata-rata yang sesungguhnya bisa mencapai antara Rp 15- 20 juta per tahun atau bahkan lebih. Angka biaya hidup (living cost) menempati peringkat kedua besarnya biaya pendidikan di Indonesia.
Biaya Pendukung Studi
Komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya pendukung studi meliputi biaya pembelian alat tulis, buku tulis/catatan, modul, foto copy, dan biaya untuk pembelian buku. Untuk alat tulis, sekalipun angka inflasinya mencapai di atas 50%, akan tetapi alat tulis memiliki durabilitas yang tinggi atau tahan lama dalam pemakaian. Kebutuhan mahasiswa untuk alat tulis relatif bervariasi tergantung dari orientasinya terhadap studi secara individu. Jika menggunakan data hasil survei biaya hidup mahasiswa tahun 2008, maka rata-rata pengeluaran untuk alat tulis (termasuk foto copy dan print) berkisar antara Rp 300-500 ribu per semester.
Mengenai biaya pembelian buku juga relatif untuk setiap mahasiswa tergantung ketersediaan buku di masing-masing fakultas. Idealnya, seorang mahasiwa harus memiliki sendiri buku pegangan wajib studi. Permasalahannya, hampir sebagian besar buku pegangan yang disarankan oleh pengajar (dosen) adalah buku pegangan yang bukan berasal dari Indonesia atau yang ditulis oleh penulis asing. Jika menggunakan buku asli yang masih ditulis dalam bahasa asing, maka harga rata-rata buku tersebut mencapai di atas Rp 100 ribu. Untuk buku yang ditulis oleh penulis lokal, maka harga rata-rata buku tersebut mencapai di atas Rp 50 ribu. Banyaknya buku dan jenis buku yang dibeli adalah relatif dan tergantung dari orientasi dari masing-masing mahasiswa. Idealnya, selama masa kuliah setidaknya memiliki 5 hingga 10 buku pegangan wajib. Untuk per tahun setidaknya seorang mahasiswa membutuhkan sekitar 3-5 buku pegangan per semester. Oleh karena itu, dengan menganggap setiap mahasiswa memiliki orientasi yang sama, maka besarnya pengeluaran minimal untuk pembelian buku berkisar antara Rp 400-600 ribu per semester. Biaya-biaya ini masih belum memadai karena untuk ukuran setelah tahun 2005, kebutuhan mahasiswa sudah mulai meningkat pada kebutuhan akses internet. Sekalipun beberapa perguruan tinggi menyediakan hotspot ataupun internet gratis, akan tetapi tidak beroperasi 24 jam. Untuk sementara ini, biaya akses internet bisa dikesampingkan dulu karena masih terbuka kemungkinan mahasiswa mengakses internet tanpa biaya.
Biaya Pendukung Studi Tambahan
Setiap anak didik memiliki kebutuhan yang relatif beragam, tergantung dari kebiasaan, kemampuan ekonomi (sumber dana), dan gaya hidup. Berdasarkan survei kebutuhan hidup mahasiswa tahun 2008, pendukung studi yang sering dipilih oleh mahasiswa adalah komputer personal (PC), telepon seluler (ponsel), dan kendaraan bermotor. Beberapa di antaranya juga memilih perangkat tambahan seperti perangkat audio, televisi, dan console box sebagai perangkat untuk hiburan.
Untuk taraf pendidikan moderen seperti sekarang ini, setidaknya komputer personal (PC) sudah dianggap sebagai kebutuhan wajib. Hampir semua tugas dan materi kuliah sudah mewajibkan anak didik memanfaatkan fasilitas komputer sebagai perangkat pendukung studi. Harga perangkat PC standar mencapai antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Perangkat PC termasuk perangkat yang memiliki durabilitas cukup tinggi untuk pemakaian normal sehingga bisa digunakan hingga anak didik menyelesaikan studi.
Di Indonesia, ponsel sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat untuk berkomunikasi jarak jauh. Pada umumnya, hampir bisa dipastikan jika semua mahasiswa baru sekarang ini sudah memperlengkapi diri dengan ponsel. Sekalipun perangkat ponsel termasuk perangkat elektronik yang memiliki durabilitas (daya tahan) tinggi, akan tetapi seringkali ditemukan seorang mahasiswa berganti ponsel hingga lebih dari dua kali untuk satu masa studi. Dengan menggunakan ponsel, ini berarti si pemilik pun harus mengeluarkan anggaran ekstra untuk mendapatkan layanan dari provider. Jika dimisalkan pemakaian minimum per bulan sekitar Rp 50 ribu, maka untuk satu semester dibutuhkan sekitar Rp 300 ribu. Pada kenyataannya, seringkali ditemukan pemakaian untuk satu semester mencapai di atas Rp 500 ribu.
Di beberapa daerah di Indonesia, kebutuhan akan kendaraan bermotor terutama kendaraan bermotor roda dua. Manfaat dengan memiliki kendaraan bermotor selain memudahkan mobilisasi individu, juga akan sedikit lebih menghemat pengeluaran untuk transportasi. Dengan memiliki kendaraan bermotor, si pemilik pun harus mengeluarkan dana ekstra untuk keperluan perawatan dan penggantian suku cadang. Besarnya relatif untuk masing-masing jenis maupun merek kendaraan bermotor. Sekalipun kendaraan bermotor juga termasuk barang yang relatif tahan lama, akan tetapi sering ditemukan beberapa mahasiswa berganti merek kendaraan bermotor lebih dari 1 kali untuk satu masa studi. Harga rata-rata kendaraan bermotor berkisar antara Rp 13 juta hingga Rp 19 juta.
Perangkat kebutuhan lain yang masuk ke dalam kategori kebutuhan akan sarana hiburan relatif beragam. Pada umumnya, mahasiswa akan lebih memilih perangkat audio, televisi, dan console box (PlayStation). Rata-rata harga per unit dari perangkat hiburan bervariasi bisa di atas Rp 500 ribu atau bahkan lebih dari Rp 1 juta. Mahasiswa cenderung jarang untuk berganti merek/produk untuk perangkat hiburan. Namun, pola berganti merek sangat ditentukan pula oleh kemampuan ekonomi dari pihak yang membiayai anak didik.
Ringkasan
Jika hendak menganalisis biaya pendidikan, maka harus dilakukan analisis terhadap keseluruhan komponen-komponen yang membentuk biaya pendidikan. Jika diasumsikan sumbangan uang masuk atau uang pangkal diabaikan (sementara), maka komponen BOP justru adalah komponen yang memiliki proporsi yang masih lebih rendah dibandingkan dengan komponen-komponen pembentuk biaya pendidikan lainnya, kecuali untuk komponen pendukung studi. Mereka yang menanggung beban secara ekonomi paling berat adalah mereka (anak didik) yang mengambil kuliah di luar kota sehingga membutuhkan pengeluaran untuk tempat tinggal, makan, dan pemenuhan kebutuhan hidup pokok lainnya. Untuk rata-rata total biaya tempat tinggal dan makan selama satu semester diperkirakan mencapai antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta (biaya minimal). Biaya untuk SPP (tetap dan variabel) untuk satu semester masih di bawah rata-rata minimal biaya hidup (minimal living cost). Tidak seperti pada pengeluaran untuk BOP yang bisa dimungkinkan untuk dikurangi (jika ada kebijakan dari pemerintah untuk mensubsidi), maka pengeluaran untuk biaya hidup akan selalu meningkat.
Sebagian besar mahasiswa cenderung untuk menekan biaya pendidikan dengan mengurangi atau menekan pembelian buku-buku wajib panduan mata kuliah. Sekalipun optimalisasi sumber referensi dapat ditutupi dengan memanfaatkan fasilitas perpustakaan, akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit capaian hasil studi yang masih belum optimal. Untuk satu semester, penghematan biaya pendidikan dengan menekan biaya pedukung dari pembelian buku panduan mata kuliah memberikan pengaruh yang cukup nyata. Rata-rata penghematan untuk satu semester bisa mencapai antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu, bahkan bisa lebih. Soal penghematan mungkin bisa jadi relatif karena tujuan dari penghematan itu sendiri harus disesuaikan dengan pencapaian prestasi terutama prestasi secara akademik.
Sekalipun hanya digolongkan sebagai komponen biaya pendukung yang sifatnya tambahan (optional), akan tetapi pada kenyataannya sering ditemukan biaya-biaya ini justru memiliki proporsi mendekati proporsi BOP terhadap total biaya pendidikan per semester. Besarnya proporsi biaya pendukung tambahan juga sangat ditentukan oleh selera dan gaya hidup. Jika digunakan fakta tentang gaya hidup konsumerisme di sebagian besar kalangan masyarakat, maka total pengeluaran untuk biaya pendidikan tambahan bisa mencapai di atas Rp 1 juta per semester. Jika melihat hasil survei pengeluaran mahasiswa yang dilakukan oleh UPN Yogyakarta pada tahun 2008, maka rata-rata besarnya pengeluaran mahasiswa untuk kelompok pengeluaran tambahan mencapai di atas Rp 300 ribu per bulan. Ini berarti total untuk satu semester bisa mencapai sekitar Rp 1,8 juta.
25 Desember 2008
KOMPONEN-KOMPONEN PEMBENTUK BIAYA PENDIDIKAN
23.00
Anonim
0 comments:
Posting Komentar