20 Desember 2008

TIDAK HANYA SEMPAT BIKIN ALBUM, TAPI JUGA BIKIN BUKU

Presiden yang satu ini lain dari yang lain. Sepertinya, untuk ukuran Asia Tenggara, barulah di Indonesia (Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono) seorang kepala negara atau kepala pemerintahan yang sempat berkarya di luar tugas dan kewajibannya. Belum lama setelah menjabat Presiden, SBY sempat mengeluarkan album. Sekarang ini, menjelang tahun terakhir jabatan, SBY merilis buku yang baru selesai ditulis yang berjudul ‘Indonesia Unggul’. Sebelumnya SBY sudah merilis pula buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, yaitu ‘Indonesia on The Move’ dan ‘Transforming Indonesia’ pada bulan Desember 2007 (Berita Indonesia, 28 Desember 2007). Menurut rilis OkeZone.Com, buku ‘Indonesia Unggul’ menceritakan cara berpikir dan mengambil keputusan SBY ketika dihadapkan pada suatu pilihan yang pelik dan rumit. Lalu, apa keterkaitannya dengan judul ‘Indonesia Unggul’?

Seorang presiden atau kepala negara adalah warga negara yang bisa dikatakan paling tidak peduli dengan kehidupan pribadi. Waktu istiriahat dengan tenang adalah waktu yang paling diharapkan jika terpikirkan. Ketika negara sedang mengalami suatu persoalan kritis, waktu senggang akan digunakan untuk bertukar pikiran atau berdialog dengan penasehat-penasehatnya. Hari demi hari akan lebih banyak diisi dengan menuliskan agenda rapat paripurna ataupun rapat terbatas. Pikiran seorang presiden akan lebih banyak tersita lagi apabila terjadi konflik atau menemui jalan buntu selama rapat. Tidak mengherankan apabila presiden seringkali membawa persoalan-persoalan kenegaraan hingga ke dalam tidurnya. Satu-satunya hiburan adalah bertemu dengan keluarga seperti putra-putranya dan cucu. Itupun oleh pihak sekretaris negara akan dibatasi waktunya. Belum lagi apabila pikiran presiden kemudian ditambahkan lagi dengan tekanan dari lawan-lawan politiknya. Secara psikologis, apabila negara sedang mengalami tekanan, untuk ukuran manusia normal tentunya tidak akan pernah mau peduli dengan kepentingan pribadi.

Bagaimana mungkin seorang presiden bisa menyempatkan diri untuk membuat album dan menulis buku? Untuk membuat sebuah buku, tentunya diperlukan jauh lebih banyak waktu senggang, setidaknya 6 jam dalam sehari. Terkadang dibutuhkan kesendirian dan ketenangan pikiran untuk menciptakan gagasan ataupun ide kata-kata yang hendak dituliskan. Tentunya seorang penulis juga lebih mempertimbangkan aspek keselarasan kata-kata yang ditulis dengan keadaan yang sesungguhnya. Bisa saja Presiden SBY tidak menuliskan buku-buku tersebut secara langsung, akan tetapi dengan dibantu oleh editor khusus. Sekalipun demikian, seorang tokoh pemimpin kenegaraan sudah semestinya menghasilkan karya yang jauh lebih bermanfaat seperti ketegasan untuk bersikap jujur dan kemauan untuk membantu mengurangi beban persoalan masyarakat. Anehnya, SBY lebih suka bertemu para pendukung filem ‘Laskar Pelangi’ ketimbang menemui korban lumpur Lapindo.

0 comments:

Posting Komentar