Saya sengaja tidak sedikitpun membahas mengenai konflik di Timur Tengah, terutama di Jalur Gaza. Saya juga tidak ingin berkomentar apapun tentang situasi di Gaza, kecuali hanya ingin menyampaikan keprihatinan. Apa yang saya maksudkan keprihatinan di sini adalah keprihatinan terhadap korban yang tidak perlu dan keprihatinan terhadap reaksi dari sekelompok masyarakat Muslim di Indonesia. Saya pikir, dengan mengumbar dan memanaskan situasi hanya akan menambah semakin banyak korban yang tidak perlu. Tanpa melihat punya latar belakang agama atau tidak, setiap perang akan selalu membawa korban sipil. Sangat disayangkan bangsa Indonesia pun turut menjadi sasaran propaganda perang di Timur Tengah.
Ada beberapa argumentasi mengapa di sini saya mengatakan propaganda Timur Tengah. Sudah sejak lama Timur Tengah selalu menjadi daerah konflik. Peperangan seolah memang menjadi suatu solusi permanen untuk menyelesaikan konflik. Israel bukanlah satu-satunya bangsa atau negara yang jika dikonotasikan adalah menindas kelompok muslim. Rusia pernah melakukannya, bahkan lebih keras semasa masih di era Uni Sovyet. Ketika ribuan muslim Bosnia menjadi korban kebiadaban pasukan Serbia, hampir tidak ada suara dari kelompok-kelompok muslim, termasuk di Timur Tengah. Demikian halnya ketika Gereja Ortodoks di Rusia menekan kaum muslim dalam beribadah, nyatanya tidak pernah terdengar kecaman ataupun protes. Kehidupan muslim di Rusia pun saat ini masih belum sebebas di negara-negara lain.
Setiap kali konflik Gaza berujung pada peperangan, selalu saja ada pihak yang mencoba memanfaatkan peristiwa ini. Misal saja propaganda berupa kampanya untuk memboikot produk-produk Israel. Kampanye boikot disampaikan melalui Innovative Minds yang didalamnya dicantumkan daftar-daftar produk yang mensponsori Negara Israel. Jika diperhatikan, InMinds berdomisili di Inggris, salah satu dari negara benua Eropa yang kebanyakan masyarakatnya dikenal Anti-Yahudi (Anti-Semit). Kebanyakan dari mereka ini bukanlah orang Islam, akan tetapi kurang menyukai superioritas Yahudi di Eropa. Kebanyakan dari kelompok Anti Semit ini pula adalah pengusaha ataupun pimpinan organisasi yang merupakan pesaing terdekat bisnis yang berasal dari Israel. Kelompok Anti-Semit sesungguhnya tidak hanya banyak ditemukan di Eropa, akan tetapi juga di Amerika dengan motif yang sama pula.
Saya pikir, Bangsa Indonesia tidak perlu terbawa dengan eforia Anti-Semit di kalangan masyarakat Eropa. Jika sebagian besar masyarakat Indonesia adalah Muslim, maka kelompok Anti-Semit ini sesungguhnya berasal dari golongan non-muslim. InMinds sendiri bukanlah Anti-Semit, akan tetapi hanya kebetulan memiliki kesamaan visi dengan kelompok rasis Anti-Semit. Perlu kiranya di sini Bangsa Indonesia menanggapi dengan membangun kembali kemandirian ekonomi. Kita Bangsa Indonesia pun tidak perlu menjadi bagian dari kelompok rasis barat. Bangsa Indonesia sudah seharusnya menjadi dirinya sendiri yang tidak mudah terjebak oleh propaganda asing yang merugikan dirinya sendiri.
Jika konflik di Jalur Gaza saat ini dipandang sebagai konflik agama, sudah semestinya Bangsa Indonesia harus memandang secara obyektif. Ketika terjadi pembantaian kelompok muslim di Bosnia, tidak satupun tokoh agama ataupun parpol yang berteriak lantang seperti sekarang ini. Kita seolah menutup mata atas tekanan yang saat ini dialami oleh umat muslim di Rusia. Terakhir kali, Rusia bahkan sempat membantai penduduk muslim di Georgia. Sengaja atau tidak, Rusia pun menggunakan alasan yang sama digunakan oleh Israel saat ini. Belum lagi sebelumnya Rusia bahkan membombardir wilayah muslim di Chech yang melakukan perlawanan atas pemerintahan Rusia yang lebih banyak dikuasai oleh kelompok sekuler. Simpati boleh saja, tapi tidak perlu berlebihan sehingga lupa kepada diri sendiri.
Bersamaan dengan pecahnya perang di Jalur Gaza, beberapa wilayah di Indonesia terkena musibah gempa seperti Manokwari (Propinsi Papua Barat). Sekalipun kelompok muslim di wilayah ini masih tergolong minoritas, akan tetapi jumlahnya terus mengalami peningkatan. Tentunya musibah ini bisa dijadikan kesempatan bagi seluruh umat beragama di Indonesia untuk saling memperkuat tali silaturahmi ataupun persaudaraan sesama bangsa. Perwakilan Palestina sangat memahami situasi di Indonesia. Siapapun akan berpandangan, bagaimana mungkin suatu bangsa membantu bangsa lainnya apabila bangsa itu tidak peduli dengan musibah yang menimpa rekan sebangsanya sendiri.
Saya bukanlah orang yang paham tentang latar belakang yang sesungguhnya dari konflik di Jalur Gaza. Semua sepakat apabila tidak satupun bangsa yang bermoral akan membenarkan tindakan berlebihan dari Israel. Semua pihak tentunya juga sepakat apabila perang sebagai solusi hanya akan membawa korban sipil lebih banyak. Bangsa Indonesia memang tidak pernah membenarkan adanya penjajahan manusia di dunia, akan tetapi Bangsa Indonesia pun mengakui sebagai bangsa yang cinta damai.
14 Januari 2009
KONFLIK GAZA MENGGANGGU PIKIRAN
01.25
Anonim
0 comments:
Posting Komentar