10 Februari 2012

BELAJAR MEMAHAMI APBN DAN FUNGSINYA

Setiap pemerintahan di negara manapun memiliki tugas mengelola anggaran pendapatan dan belanja untuk mengelola tugas pokok pemerintahan. Keseluruhan aktivitas pengelolaan keuangan pemerintah dicatat ke dalam laporan anggaran. Di Indonesia disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. Isi APBN mencerminkan pengelolaan keuangan negara dan sekaligus merepresentasikan fungsi dari suatu pemerintahan.

APBN Dari Masa ke Masa
Laporan keuangan suatu pemerintahan sudah mulai dibuat sejak dibentuknya kabinet kerja. Sekalipun baru merdeka di tahun 1945, pemerintah Indonesia sudah menyusun dan melaksanakan prinsip pengelolaan anggaran dan belanja negara. Dibuatnya laporan tersebut sekaligus akan dimanfaatkan untuk mengukur kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas pemerintahan maupun tugas politik. Misalnya seberapa besar pendapatan yang bisa dihimpun oleh negara, lalu seberapa besar pula tindakan pembiayaan yang bisa disediakan. Inilah yang selanjutnya disebut model pengelolaan anggaran negara (APBN).

Sebelum tahun 1969, anggaran negara dikelola dengan model anggaran defisit. Model pengelolaan semacam ini menghitung terlebih dulu selisih antara pos pendapatan dan pos belanja yang selanjutnya diperoleh kondisi surplus/defisit. Jika terjadi defisit, maka diperlukan pos pembiayaan anggaran untuk menutupi defisit anggaran dalam APBN. Pada masa itu, sistem pengelolaan anggaran masih menerapkan metode perhitungan dengan rumusan selisih antara pengeluaran rutin dan pendapatan rutin untuk diperoleh atau dihitung besarnya surplus/defisit.

Memasuki periode yang disebut Orde Baru terjadi perubahan dalam tata kelola anggaran negara. Perubahan dilakukan dengan menerapkan model anggaran berimbang atau disebut juga balance budget. Besarnya surplus/defisit anggaran harus sama dengan besarnya pos pembiayaan APBN. Metode anggaran berimbang diterapkan cukup lama, mulai dari tahun anggaran 1969/1970 hingga tahun anggaran 2003. Prinsip dan mekanisme penghitungan surplus/defisit anggaran masih menerapkan metode sebelumnya, kecuali dengan menerapkan model pengelolaan anggaran berupa T-Account.

Pada tahun 2001 mulai diperkenalkan metode pengelolaan anggaran yang cukup banyak merubah kaidah-kaidah dalam penganggaran di dalam APBN. Misalnya, dilakukan perubahan penghitungan tahun anggaran yang semula menggunakan periode tahun anggaran dari tanggal 1 April hingga 31 Maret periode tahun berikutnya. Penyebutan menuliskan dua angka tahun untuk menuliskan periode anggaran, seperti 1999/2000 yang berarti tahun anggaran dimulai pada tanggal 1 April 1999 dan berakhir paa tanggal 31 Maret 2000. Perubahan dilakukan dengan hanya menuliskan 1 angka tahun untuk 1 periode tahun anggara. Misalnya tahun anggaran 2001 dimulai pada tanggal 1 Januari 2001 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2001. Perubahan lainnya dilakukan dengan mengganti model pengelolaan dari T-Account menjadi model pengelolaan I-Account. Di sinilah kemudian dimulainya perombakan mekanisme dalam penentuan surplus/defisit anggaran di dalam APBN. Sejak tahun anggaran 2003 tidak lagi menggunakan metode pengelolaan anggaran berimbang, akan tetapi menggunakan prinsip pengelolaan anggaran defisit.

Alasan perombakan sistem pengelolaan anggaran dikarenakan sistem pengelolaan sebelumnya dianggap tidak lagi dapat memenuhi tuntutan pengelolaan anggaran yang lebih mengkedepankan transparansi anggaran. Untuk perubahan tahun anggaran dilakukan untuk menyeragamkan dengan metode pengelolaan angggaran nasional, termasuk yang berlaku pada laporan keuangan perusahaan, sehingga tidak terjadi adanya penyesuaian, termasuk penyesuaian dalam pelaksanaan hari kerja dimulainya tahun anggaran.

Format T-Account
Pengelolaan APBN pernah menerapkan format T-Account, yaitu untuk periode tahun anggaran 1969/1970 hingga 1999/2000. Model pengelolaan anggaran menerapkan prinsip anggaran berimbang (balance budget) dan dinamis. Artinya, sisi pendapatan adalah sama dengan sisi belanja (pengeluaran anggaran). Kekurangan pendapatan di dalam APBN akan ditutupi melalui sisi pembiayaan anggaran, termasuk pula pembiayaan untuk pos pengeluaran pembangunan. Istilah surplus/defisit hanya menandakanbesarnya kebetuhan pembiayaan, bukan mencerminkan kekurangan anggaran.Dalam model T-Account, penyajian pos pendapatan dan pos belanja dipisahkan dalam kolom yang terpisah.

Format T-Account dianggap tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan anggaran yang semakin menuntut prinsip akuntabilitas dan prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Akibat diterapkannya prinsip anggaran berimbang menyebabkan kesulitan untuk mengetahui kelemahan dalam pengelolaan ataupun pengendalian defisit anggaran. Prinsip penempatan beberapa pos dianggap cukup bermasalah, seperti pinjaman luar negeri yang dimasukkan ke dalam pos penerimaan pembangunan, sedangkan pembayaran cicilan utang luar negeri dimasukkan ke dalam pos pengeluaran rutin. Tentu saja, pos pendapatan utang luar negeri yang dimasukkan ke dalam pos penerimaan pembangunan akan menyebabkan sulitnya melakukan kontrol atau tidakan untuk mengefisienkan pengeluaran. Akibatnya, pemborosan anggaran akan semakin sulit pula untuk dikendalikan, karena utang luar negeri tidak dianggap sebagai beban keuangan negara.

Format I-Account
Pengelolaan anggaran negara dengan format I-Account sebenarnya merupakan standar internasional yang telah diakui oleh badan-badan dunia. Tidak ada lagi pemisahan kolom antara sisi pendapatan (penerimaan) dan sisi pengeluaran (belanja negara). Masing-masing pos anggaran pada sisi pendapatan akan terhubung dengan pos-pos yang terdapat pada sisi pengeluaran. Pada format T-Account, masing-masing pos anggaran pada sisi pendapatan hanya terhubung dan diakulumasikan secara terpisah berdasarkan masing-masing kolom. Di sinilah keunggulan I-Account di mana akuntabilitas maupun transparansinya dapat diwujudkan, sekalipun memang terkesan lebih rumit dibandingkan T-Account. Payung hukum yang melandasi pelaksanaan format I-Account adalah Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Dalam format I-Account berlaku prinsip penerapan anggaran defisit/surplus yang dipisahkan menjadi pos tersendiri dalam APBN yang disebut overall balance. Besarnya defisit/surplus diketahui melalui hasil akumulasi di antara pos pendapatan dan pos belanja negara. Pos pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dicantumkan ke dalam pos pembiayaan APBN. Dalam hal ini, pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang, sehingga harus diperhitungkan untuk seminimal mungkin agar tidak memberatkan dalam pembayaran bunga utang luar negeri.

Penerapan format I-Account akan mempermudah pelaksanaan pengawasan (kontrol), analisa, dan pengelolaannya. Misalnya, komponen biaya di dalam pos belanja pegawai akan dihubungkan langsung dengan pos penerimaan perpajakan, sehingga akan diketahui kapasitas pendanaan dalam negeri terhadap salah satu pos pengeluaran rutinnya.Jadi keunggulannya terletak pada sifat penganggarannya yang lebih terurai atau terperinci. Analisa anggaran misalnya dapat dilakukan dengan melakukan studi perbandingan (komparatif) dengan anggaran pemerintah di negara-negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan format I-Account. Disamping itu, penerapan I-Account sebenarnya pula untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang berkaitan dengan Undang-undang No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah.

Siklus Penyusunan dan Pelaporan APBN
Pelaksanaan pengelolaan APBN dilakukan oleh direktorat jenderal (dirjen) keuangan yang berada di bawah langsung menteri keuaungan (menkeu). APBN merupakan kewenangan pemerintah dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja yang dilakukan setiap 1 tahun sekali sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pengelolaan keuangan negara diatur di dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Dalam hal ini, untuk setiap APBN yang dibuat oleh pemerintah akan menghasilkan payung hukum tersendiri dalam pelaksanaannya. Adapun siklus dalam penyusunan APBN adalah:
1. Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
Pada tahapan ini dilakukan oleh pemerintah melalui kementrian keuangan untuk menyusun tindakan perencanaan dan perancangan anggaran negara.
2. Pengesahan Legislatif (Legislative Enactment)
Rancangan APBN atau R-APBN yang telah disusun oleh pemerintah kemudian diajukan kepada DPR RI untuk dilakukan pengesahan. Di sini akan dilakukan evaluasi, analisis, rapat dengar pendapatan (RDP), maupun diskusi-diskusi antara pihak pemerintah dan DPR RI. Pengajuan oleh pemerintah dilakukan pada bulan Juni setiap tahun. Selanjutnya pengesahannya akan dilakukan pada bulan Agustus. R-APBN yang telah disetujui oleh DPR akan dilaksanakan resmi pada tahun anggaran berikutnya.
3. Pelaksanaan Anggaran (Budget Execution)
Kewenangan dalam pelaksanaan anggaran dipegang oleh pihak pemerintah, setelah dikeluarkannya undang-undang mengenai APBN dan peraturan presiden (perpres) untuk melaksanakan APBN. Pelaksanaannya sendiri baru akan dilakukan resmi terhitung mulai tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Di tengah pelaksanaan akan terdapat kemungkinan dilakukan sejumlah koreksi anggaran di mana pihak pemerintah akan membicarakan koreksi anggaran kepada pihak legislatif. Pada pelaksanaannya nanti, laporan pengajuan R-APBN akan menjadi APBN.
4. Pelaporan Anggaran (Financial Reporting)
Pelaporan anggaran dilakukan setelah pemerintah melaksanakan APBN selama beberapa periode kepada pihak legislatif. Ada dua kali masa pelaporan, yaitu masa pelaporan untuk semester pertama (diajukan pada bulan Juni) dan masa pelaporan tahunan atau disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada bulan Desember. LKPP diajukan bersamaan dengan penyampaian laporan pertanggungjawaban tahunan pemerintah yang disampaikan oleh Presiden RI di depan DPR RI. Untuk penyampaian laporan APBN semesteran akan disampaikan secara bersamaan pengajuan R-APBN kepada DPR RI.
5. Auditing
Tahap terakhir setelah penyampaian laporan tahunan yang bersamaan dengan LKPP, laporan APBN kemudian akan diserahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan proses audit. Hasil audit biasanya akan disampaikan pada bulan awal kwartal kedua setiap tahun atau pada bulan April setiap tahunnya. Penyerahan kepada BPK secara resmi dilaksanakan pada awal bulan Januari. Adapun hasil audit nantinya akan membuka kemungkinan terjadinya koreksi anggaran di dalam APBN.

Dari 5 siklus APBN di atas akan menghasilkan sejumlah istilah-istilah teknis yang dikenal di dalam pelaporan keuangan, sesuai dengan kaidah akuntansi pemerintahan yang berlaku secara umum. Beberapa istilah atau pencantuman istilah dalam pelaporan APBN adalah:
APBN
R-APBN : Laporan Rancangan APBN yang telah disetujui oleh DPR RI
APBN : Laporan APBN yang telah dilaksanakan pada tiap semester dan tahunan
APBN-P : APBN Penyesuaian setelah dilakukan sejumlah koreksi dari R-APBN
Laporan APBN yang telah diaudit oleh BPK akan mencantumkan kalimat “Telah Diaudit” atau “Audited”.
Angka Sementara
Dalam APBN semesteran maupun tahunan tercantum kalimat “Angka sementara”. Makna dari kalimat tersebut menandakan apabila angka yang tercantum di dalam APBN bisa jadi masih menunggu koreksi dari pihak pengelola anggaran dan atau dapat pula menandakan angka yang masih menunggu hasil audit dari pihak BPK.

Makna APBN
Seperti halnya ketika seseorang merencanakan dan mengelola keuangannya, begitu pula halnya dengan cara memaknai APBN. Dalam hal ini, APBN mewakili entitas yang cukup besar, yaitu turut menentukan keberlangsungan pemerintahan dan segala upaya yang bertujuan untuk mewujudkan amanat konstitusi. Seberapa besar yang seharusnya dibutuhkan dan diberikan kepada rakyat, maka akan ada seberapa besar pula yang dibutuhkan dan diberikan kepada pemerintahan. Pada suatu ketika akan ditemukan pula yang disebut masa-masa sulit, sehingga perlu dilakukan pengelolaan anggaran secara lebih hati-hati.

Tugas pokok pemerintah yang disebutkan sebagai tugas eksekutif adalah menjalankan organisasi pemerintahan dan melaksanakan fungsi eksekutif dalam mewujudkan amanat konstitusi. Dengan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh, terutama yang berasal dari dalam negeri, pemerintah dituntut untuk dapat menjalankan pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional. Misalnya, menyediakan infrastruktur, alokasi untuk bidang kesejahteraan, pemberian subsidi, dan bentuk program-program pembangunan lainnya. Fungsi lainnya sehubungan dengan tugas eksekutif adalah fungsi untuk menyerap sumber-sumber pendapatan dalam anggaran negara. Misalnya sumber-sumber pendapatan yang tercantum dalam pos penerimaan dalam negeri berupa penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan perpajakan.

Tujuan dilakukannya pengelolaan anggaran negara adalah untuk mewujudkan tata kelola keuangan negara yang efektif dan efisien. Efektif di sini adalah efektif pengalokasian pos-pos pengeluaran maupun penerimaan, serta penempatannya. Efisien dalam pengelolaan adalah tuntutan untuk meminimalkan peluang terjadinya pemborosan anggaran. Dalam aspek pengelolaan anggaran dikenal istilah “Tight Policy” atau kebijakan pengetatan ikat pinggang. Kebijakan anggaran tersebut sangat membatasi dan atau mengurangi sejumlah pos pada pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, belanja modal, dan alokasi lainnya pada sisi operasional pemerintahan. Sesuatu yang berlawanan disebut kebijakan pengendoran ikat pinggang di mana pemerintah akan memperbesar alokasi pada pos-pos pengeluaran rutin atau aktivitas belanja pemerintahan.

Asumsi-Asumsi APBN
Pada laporan APBN, termasuk pula pada R-APBN dicantumkan indikator-indikator perekonomian yang dijadikan sebagai asumsi APBN. Indikator-indikator ekonomi tersebut menandakan hasil dari proses perancangan APBN yang disesuaikan dengan perkiraan atau harapan kondisi ekonomi pada periode diberlakukannya APBN. Pemerintah menjalankan fungsi fiskal yang didalamnya terdapat aktivitas untuk menghimpun pendapatan melalui pemungutan seperti pajak, cukai, dan jenis pungutan lainnya, serta melakukan aktivitas belanja pemerintah yang nantinya akan berdampak kepada perekonomian nasional.

Ada 3 macam asumsi dasar dalam pengelolaan APBN, yaitu asumsi makroekonomi, asumsi moneter, dan asumsi energi. Asumsi makroekonomi terdiri atas asumsi pertumbuhan ekonomi, asumsi Produk Domestik Bruto (PDB), dan asumsi inflasi. Asumsi moneter menggunakan tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia atau SBI dan kurs mata uang Rupiah terhadap US Dollar. Sedangkan untuk asumsi energi menggunakan harga minyak dunia. Keseluruhan asumsi-asumsi tersebut merupakan perkiraan dan sekaligus espektasi yang dibuat oleh pemerintah. Asumsi-asumsi tersebut dipergunakan ketika melakukan perencanaan atas sejumlah aktivitas pemerintah seperti pemungutan pajak, belanja pegawai/modal, pengeluaran untuk sejumlah program kesejahteraan, pemberian subsidi, dan aktivitas-aktivitas pemerintah lainnya.

Asumsi-asumsi ekonomi yang digunakan dalam APBN tidak selalu sesuai dengan perkiraan. Misalnya, akibat memburuknya kondisi perekonomian di Eropa ataupun gejolak politik di Timur Tengah menyebabkan terkoreksinya beberapa asumsi-asumsi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, ataupun harga minyak dunia. Pemerintah dapat melakukan koreksi ulang atas asumsi-asumsi APBN dan atau dapat pula melakukan koreksi atas pos-pos anggaran di dalam APBN. Penyesuaian atas koreksi asumsi-asumsi tersebut nantinya akan dituliskan ke dalam APBN Penyesuaian atau APBN-P.

0 comments:

Posting Komentar