13 Desember 2008

PESAN KAMPANYE POLITIK YANG PATUT TIDAK DIPERCAYA

Menjelang Pemilu 2009, partai politik ataupun tokoh-tokoh politik mulai mempersiapkan kampanye-kampanye politik sebagai pemanasan menjelang kampanye resmi. Model kampanye seperti sekarang ini sesungguhnya masih tergolong baru. Sejak reformasi 1998, baru pada tahun 2004 model kampanye politik dengan menggunakan strategi pemasaran politik mulai diterapkan secara nyata. Seperti kita tahu, tidak semua masyarakat menyambut kampanye tersebut dengan antusias. Ketidakpercayaan publik kepada partai politik ataupun tokoh-tokoh politik adalah salah satu alasan yang mendasari sikap pesimis dari masyarakat. Belajar dari pengalaman di masa lalu sebelum reformasi, Pemilu 1999, dan Pemilu 2004, ada beberapa butir pesan kampanye yang patut untuk tidak dipercaya sebagai janji politik. Apa saja butir dan pesan kampanye tersebut?

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Ini adalah salah satu pesan kampanye yang paling laris dan sekaligus paling tidak dipedulikan. Isu atau persoalan kesejahteraan di Indonesia baru lah pada wacana. Kebijakan memang ada, akan tetapi realisasinya masih difokuskan pada target menaikkan pertumbuhan output atau pertumbuhan ekonomi. Cara masyarakat untuk memahami kesejahteraan relatif pada aspek situasi dan kondisi secara umum, bukan pada cara kebijakan bekerja. Lagipula, program peningkatan kesejahteraan merupakan suatu bentuk rencana jangka panjang yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, dan keamanan masyarakat. Keseluruhan bidang dan sub-sub bidang di dalamnya merupakan hasil dari suatu perencanaan jangka panjang. Persoalannya lagi, kesejahteraan tidak bisa digambarkan secara kongkrit ataupun nyata dengan hanya penjelasan kuantitatif. Kesejahteraan adalah sesuatu indikator yang sifatnya kualitatif. Jika saja tokoh parpol ataupun tokoh politik (kandidat) mengatakan berjanji akan meingkatkan kesejahteraan, maka pertanyaannya ukuran kesejahteraan seperti apa yang hendak dipakai? Ini pula yang menjelaskan mengapa cara masyarakat memahami kesejahteraan masih relatif abstrak. Pada kenyataannya, jika saja hendak berfokus pada kesejahteraan, maka akan mengorbankan indikator lain seperti pertumbuhan ekonomi.

Pemberantasan Korupsi (KKN)
Satu lagi ide kampanye politik yang nampaknya dapat menjual citra politik parpol ataupun tokoh politik, yaitu pesan pemberantasan korupsi. Masyarakat hendaknya harus jeli dan teliti merespon pesan kampanye politik yang bertajuk pemberantasan korupsi. Belum lama ini, tajuk pemberitaan media nasional mulai banyak diisi dengan aksi-aksi dari KPK dalam melakukan pengusutan, penyidikan, dan penangkapan. Jika diperhatikan lebih teliti, hanya ada beberapa dari kasus korupsi yang sudah pada tahap penjatuhan vonis pengadilan. Kasus pemberantasan korupsi sekarang ini pun sesungguhnya masih bersifat tebang pilih, sekalipun saat ini sudah ada institusi yang secara khusus menanganinya (KPK). Kita bisa melihat sendiri bagaimana KPK seolah tidak berdaya menghadapi korupsi dana BLBI ataupun penyelewengan yang terjadi di BUMN Pertamina dan BP Migas. Mereka yang terjaring oleh KPK dan maju ke tahap sidang adalah mereka yang umumnya dijadikan korban kekuasaan politik. Untuk memberantas korupsi dibutuhkan suatu komitmen politik dan juga komitmen secara nasional. Dua bentuk komitmen ini didukung oleh seluruh komponen masyarakat dan direalisasikan ke dalam segala bidang kemasyarakat seperti pendidikan, media, ekonomi, dan pemerintahan. Repuasi dari tokoh parpol ataupun tokoh politik yang menggunakan kampanye pemberantasan korupsi juga penting untuk diperhatikan seperti kesederhanaan hidup dan reputasi kejujuran.

Mengurangi Angka Pengangguran
Angka pengangguran merupakan topik permasalahan yang senantiasi disorot sepanjang masa, terutama sejak masuknya era industrialisasi. Tidak mengherankan apabila beberapa parpol ataupun tokoh politik selalu menggunakan tema pengangguran untuk dijadikan sebagai topik kampanye. Untuk masyarakat yang relatif masih belum lama mengecap demokrasi seperti Indonesia tentunya akan sulit menilai apakah pesan kampanye tersebut relevan dan dapat diterima. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka pengangguran seperti iklim investasi, perubahan pada permintaan nasional, pola konsumsi masyarakat atau rumah tangga, birokrasi, dan faktor-faktor eksternal (internasional). Seorang tokoh parpol/politik yang hendak mengumbar janji politik seperti ini harus dicermati langkah kongkret yang hendak dilakukan sehubungan dengan upaya untuk mengurangi angka pengangguran. Kata kunci untuk menilai pesan kampanye ini cukup sederhana, yaitu merevisi undang-undang investasi, penyederhanaan dan perampingan birokrasi, penghapusan pungutan-pungutan liar, dan revisi tentang undang-undang perburuhan. Sayangnya, kata kunci seperti yang saya sebutkan tadi tidak akan laku dijual sebagai topik kampanye politik. Sekalipun demikian, parpol dan para tokoh politiknya masih akan menggunakan topik angka pengangguran untuk menghiasi kampanye politik.

Mengenai BBM
Pada Pemilu 2004 lalu, SBY bersama Partai Demokrat sempat mengumbar janji untuk tidak menaikkan harga BBM selama masa pemerintahannya. Hanya capres SBY yang ketika ketika itu berani mengumbar janji kampanye tentang BBM di depan pendukung-pendukungnya. Seperti kita ketahui, sudah dua kali SBY mengingkari janji politiknya, yaitu di tahun 2005 dan 2008. SBY sesungguhnya bisa saja untuk tidak menaikkan harga BBM jika saja beliau mau melakukan perombakan dan sekaligus pembersihan di tubuh organisasi migas. Untuk dapat melakukannya, seseorang tidak sekedar membutuhkan kekuatan dan dukungan politik, akan tetapi juga reputasi dan kepercayaan dari masyarakat. Jika topik mengenai BBM ditawarkan menjadi topik kampanye politik, nampaknya kata-kata yang disampaikan oleh tokoh parpol/politik patut untuk ditolak atau tidak dipercaya.

Tinjauan Atas Sikap Atau Kinerja Pribadi
Maksudnya melakukan pencitraan dengan menceritakan kebaikan atau sisi positif dari tokoh parpol/politik di masa lalu. Seperti kita lihat sekarang ini, Partai Demokrat seringkali menjadi pendukung utama kebijakan-kebijakan SBY. Misalnya dengan mencitrakan kinerja SBY yang mampu mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, pemberantasan korupsi, dan lain sebagainya. Masyarakat hendaknya lebih berhati-hati dengan kampanye yang menggambarkan figur dengan cara seperti ini. Penggambaran figur seringkali tidak proporsional dan menghilangkan aspek kejujuran dalam penyampaian pesan. Tentu saja maksudnya untuk memperindah citra figur dari tokoh parpol/politik tertentu (yang didukung). Penyampaian figur dengan cara memberikan review positif di masa lalu hanya dianggap tepat apabila dilakukan pada penyampaian laporan pertanggungjawaban (akhir masa jabatan). Sekalipun demikian, cara penggambaran figur yang tidak proporsional ini tentunya akan sarat dengan ketidakjujuran. Oleh karena itu, siapapun yang menyampaikannya patut untuk tidak dipercaya. Besar kemungkinan cara pencitraan dukungan terhadap figur yang tidak proporsional (seimbang) seperti ini akan digunakan dalam kampanye Pemilu 2009 mendatang.

1 comments:

Anonim mengatakan...

--------------------------
°°°°°°°°°°°°|\ I
°°°°°°°°°°°°|_\
°°°°°°°°°°°°|__\
°°°°°°°°°°°°|___\
°°°°°°°°°°°°|____\
°°°°° °°°°°°°|_____\
°°°°°°°°°°°°|______\
°°°°°°______|_______________
~~~~\ ____________________/~~~~
,.-~*´¨¯¨`*•~-.¸,.-~*´¨¯¨`*•~-.¸,.-~*´¨¯¨`*•~-.¸,.-~* ¯´¨ ¨`*•~-.¸.. ....

Posting Komentar