Setelah hampir 15 tahun lamanya, akhirnya terlihat seorang pejabat yang mengendarai mobil nasional (mobnas) merek Esemka (tipe Rajawali). Walikota Surakarta “Jokowi” telah resmi menggunakan mobil rakitan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berjenis Sport Utility Vehicle (SUV). Hanya sedikit di antara negara yang bisa memiliki membangun industri mobnas sendiri. Indonesia memiliki peluang, akan tetapi harus melalui jalan yang amat terjal. Apakah mobnas dan bagaimana perkembangan mobnas di tanah air?
Sejarah Mobnas: Fondasi Yang Rapuh
Berbicara mobnas tidak bisa untuk tidak menceritakan kisah terciptanya mobil “Kijang”. Indonesia memiliki kedekatan khusus secara bilateral dengan Jepang. Tidak mengherankan jika hampir lebih dari 30 tahun lamanya prinsipal otomotif dari Jepang diberikan hak atas penguasaan pasar otomotif di Indonesia. Melalui ATPM yang dipegang oleh ASTRA, Jepang hendak mewujudkan perakitan mobil pertama yang sekaligus nantinya akan menjadi ledakan industri otomotif di tanah air. Upaya yang dipelopori oleh Toyota kemudian diikuti oleh pesaingnya dari Jepang lainnya seperti Honda, Suzuki, Daihatzu, Isuzu, dan Mitsubishi. Industri perakitan mobil pun akhirnya diikuti pula dengan kemunculan industri otomotif dari Jepang pula untuk jenis kendaraan roda dua. Kedua jenis tersebut meraih sukses besar hingga saat ini.
Toyota Kijang sempat dianggap sebagai ikon otomotif nasional. Pemerintah sendiri sempat mengklaim sebagai mobil nasional (mobnas) dari Indonesia. Produksi pertama dibuat dalam dua jenis, yaitu jenis kendaraan niaga dan jenis kendaraan keluarga. Rencana besar prinsipal dari Jepang tersebut membuat pemerintah menjadikan “Kijang” sebagai mobil resmi pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Surat keputusan pun dikeluarkan untuk mengharuskan instansi-instansi pemerintah menggunakan mobil buatan Toyota tersebut yang berlaku pula untuk perusahaan-perusahaan milik negara.
Kita mundur sejenak di masa ketika negeri ini masih dipimpin oleh Soekarno. General Motor (GM) pernah mengutarakan keinginannya untuk membangun pabrik perakitan mobil di Indonesia. Tentu saja niat pabrikan asal Amerika tersebut disambut positif oleh Presiden Soekarno. Indonesia membutuhkan investor asing di bidang otomotif yang nantinya akan menjadi peluang melakukan alih teknologi. Sayangnya, pihak GM memiliki permintaan yang menurut Soekarno tidak masuk akal. GM akan membangun jalan-jalan utama negara di seluruh Indonesia, asalkan Indonesia hanya membolehkan pabrikan otomotif dari Amerika yang boleh berdiri. Indonesia yang sudah menjalin hubungan baik dengan Jepang menolak permintaan tersebut.
Slogan mobnas semakin dikumandangkan agar pemerintah terus memberikan perluasan kesempatan bagi pabrikan otomotif. Mazda merealisasikan rencananya dengan membangun Mazda MR (MR = Mobil Rakyat). Kendaraan ini sebenarnya termasuk ke dalam jenis kendaraan keluarga yang didesain tanpa bagasi seperti mobil pada umumnya. Nampaknya, Mazda tidak seberuntung Toyota di mana kode MR tidak membuat pemerintah mau untuk menggunakannya sebagai kendaraan resmi pemerintahan.
Sejak dibuat pertama kali tahun 1977, seri Kijang (Toyota) telah mengalami perkembangan hingga 4 generasi. Masing-masing generasi Kijang mencatatkan angka penjualan yang spektakuler. Astra merupakan grup usaha yang paling banyak memiliki lisensi Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). Toyota sendiri merupakan merek otomotif paling besar dan mendominasi pasar kendaraan bermotor di Indonesia.
Menristek BJ Habibie yang ketika itu mengutarakan keinginannya agar Indonesia dapat membangun mobnas sendiri. Keinginan untuk mandiri di bidang otomotif pun tidak hanya pada jenis sedan, melainkan pula pada kendaraan roda dua. Untuk merealisasikan keinginan mandiri di bidang otomotif, dimulailah perintisan-perintisan sebagai langkah awal untuk membangun industri mobnas di tanah air. Habibie melihat Indonesia sulit mengharapkan Jepang untuk mau memberikan alih teknologi kepada putera dan puteri Indonesia di bidang otomotif. Itu sebabnya beliau bersama komponen bangsa lainnya mengajak untuk turut membangun fondasi mobnas di Indonesia
Pada tahun 1996 dibuatlah desain pertama mobnas oleh BJ Habibie yang diberi kode Maleo. Proses perancangan maupun pembuatannya, termasuk uji coba dilakukan di Indonesia dan kemudian finishing di Australia. Beberapa unit sudah diproduksi sebagai sampel yang nantinya akan dipamerkan kepada masyarakat Indonesia. Sedan berkapasitas 1200-1300 cc tersebut direncanakan untuk menggunakan komponen lokal di atas 80%, sehingga cukup mampu untuk memenuhi kriteria mobnas. Namun, rencana produksi massal urung dilaksanakan, karena dananya dialihkan untuk membiayai proyek mobnas milik Tommy Soeharto. Cerita tentang Maleo pun tidak pernah terdengar lagi.
Demam mobnas pun menghinggapi para pengusaha di Indonesia. Tommy Soeharto melalui PT Timor Putera Nusantara (TPN) yang ketika itu hendak mengakuisisi divisi produksi KIA (Sephia) untuk dijadikan sedan TIMOR. Akuisisi yang berbiaya sangat mahal tersebut akan dibuat sendiri pabrikannya di Indonesia. Mobil TIMOR sebenarnya tidak banyak berbeda dengan Maleo, yaitu menggunakan teknologi injeksi. Mulai resmi di datangkan dan dijual di tahun 1997, mobil TIMOR merupakan sedan pertama berteknologi injeksi yang dijual di Indonesia. Sedan lainnya yang berteknologi injeksi merupakan mobil buatan Eropa yang harganya sangat mahal. Timor sendiri diluncurkan dengan beberapa varian seperti kelas 1300 cc dan kelas 1500 cc injeksi.
Langkah Tommy Soeharto diikuti pula oleh kakaknya Bambang Trihatmodjo yang mengakuisisi divisi produksi Hyundai (Accent). Spesifikasinya mirip dengan Timor, kecuali varian untuk kapasitas silinder. Bambang pula sudah menyiapkan pula langkah untuk memproduksi generasi kedua yang keseluruhannya dibuat dengan di atas 80% komponen lokal untuk menyaingi TPN milik Tommy Soeharto.
Mobil Timor nampaknya menciptakan cukup banyak polemik dan kontroversi. Pihak WTO (World Trade Organization) malah pernah meminta keterangan kepada pihak Indonesia terkait dengan proyek mobil Timor. Gosip tidak sedap pun mulai beredar di masyarakat yang menghubungkan mobil Timor dengan kekuasaan korup Soeharto. Tentu saja, Jepang adalah pihak yang paling tidak senang dengan keinginan orang Indonesia untuk mandiri di bidang otomotif. Apalagi gosip tersebut ditiupkan bersamaan mendekati kejatuhan Soeharto di 1998. Sementara itu, tidak ada yang menggosipkan mengenai kualitas mobil Timor yang memang masih di atas kualitas mobil Jepang yang dirakit di Indonesia.
Bakrie termasuk salah satu pengusaha yang sangat berminat pula untuk mengembangkan proyek mobnas. Grup Bakrie telah mendesain rancangan jenis multi purpose vehicle (MPV) yang rancang bangunnya dilakukan di Inggris. Mobil MPV yang diberi kode Bakrie B-97 tersebut merupakan desain Eropa pertama yang nantinya akan diproduksi di Indonesia. Keseluruhan speksifikasi kendaraan telah mengikuti standar mobil Eropa yang ramah lingkungan. Sayangnya, imbas krisis moneter di tahun 1998 membuat Bakrie harus mengurungkan niatnya untuk merealisasikan B-97. Sejak saat itu pula sudah tidak pernah lagi terdengar rencana mobnas.
Seiring dengan jatuhnya kekuasaan Soeharto, maka hilang pula seluruh rencana besar pembangunan mobnas di tanah air. Reputasi Timor jatuh, karena dihubungkan dengan Soeharto. Padahal TPN sendiri tengah menyiapkan model berikutnya, yaitu Timor S3 yang didesain oleh rumah desain otomotif Zagato (Italia). Seluruh impian mobnas pun kandas sebelum memasuki tahun 2000. Habibie sendiri yang ketika menjadi Presiden RI tidak mampu berbuat banyak untuk melakukan upaya politik. Indonesia mendapatkan banyak tekanan dari luar negeri, termasuk oleh pihak WTO.
Konsep dan definisi Mobil Nasional
Setidaknya 80% komponen untuk membuat kendaraan bermotor adalah komponen yang diproduksi (dibuat) di dalam negeri. Begitulah salah satu syarat suatu kendaraan bermotor atau dalam hal ini mobil dikatakan mobil nasional. Definisi tersebut sebenarnya masih terlalu abstrak. Istilah komponen yang diproduksi di dalam negeri tidak dijelaskan apakah produsennya berstatus lokal atau non lokal. Minimal 80% komponennya dibuat di dalam negeri ini pun tidak dijelaskan komposisinya. Tentunya harus ada definisi yang kongkrit untuk menerangkan apabila karya tersebut dapat dikatakan nasional.
Jika melihat perbandingan secara komprehensif di antara negara-negara industri otomotif, maka definisi untuk disebut mobnas bahwa selain minimal 80% komponennya dibuat didalam negeri, bahwa keseluruhan rancangan mobil tersebut dibuat oleh warga negara sendiri, bukan oleh warga negara lain. Dalam hal ini, untuk desain tidak diperhitungkan, kecuali perancangan struktur pembentuk desainnya. Seperti misal VW Beetle generasi kedua yang ternyata didesain oleh orang Indonesia bernama Chris Lesmana. Beberapa negara menetapkan standar sampai minimal komponen lokal mencapai di atas 95%, seperti produsen otomotif dari Eropa dan Amerika. Pedoman atas komponen yang dimaksudkan nampaknya bervariasi. Beberapa negara menganggap apabila termasuk mesin dan teknologi elektroniknya dibuat di dalam negeri sendiri.
Ketentuan lainnya untuk bisa disebut mobnas, yaitu apabila produsennya atau pemilik perakitan dan perancangan mobil tersebut adalah kewarganegaraan lokal (domestik). Jika pemiliknya yang sekaligus disebut pendiri merupakan patungan dengan warga negara lain, maka tidak bisa disebut mobnas. Dalam hal ini telah memiliki status kepemilikan usaha yang disebut prinsipal. Istilah prinsipal didefinisikan sebagai badan atau perseorangan yang dalam suatu perjanjian memberikan amanat kepada pihak lain untuk melakukan transaksi perdagangan. Jadi selain berperan sebagai produsen otomotif, pihak produsen tadi mengamanatkan penjualan produknya kepada pihak lain yang disebut ATPM atau agensi penjualan lainnya. Istilah prinsipal dalam industri otomotif akan membedakan pengertiannya dengan industri perakitan (karoseri). Suatu perusahaan karoseri memiliki karakteristik yang mirip dengan perusahaan pembuat mobil.
Sejak pertama direalisasikan di tahun 1996 hingga saat ini sebenarnya Indonesia belum pula memiliki yang disebut mobnas. Memang tidak mudah, butuh dukungan penuh dari pemerintah untuk membantu pengembangan dan sosialisasi pasar. Pemerintah Malaysia memberikan dukungan khusus untuk mobnasnya Proton. Begitu pula dukungan pemerintah India dalam tahap awal pengembangan mobil mini Tata Nano.
Kebangkitan Mobnas
Setelah hilang beberapa lama, akhirnya mobnas mulai hadir mewarnai dunia otomotif di Indonesia. Mini car terakhir yang sekaligus menutup masa kemunculan pertama mobnas adalah Gang Car. Mobil mini yang didesain dan dibuat oleh insinyur PT Dirgantara Indonesia dengan kapasitas penumpang 2 orang harus mengakhiri kiprahnya di tahun 2003. Kebangkitan mobnas sesungguhnya mulai ditandai dengan kemunculan kelompok AsiaNusa yang merupakan grup usaha mobnas di Indonesia.
Kemunculan AsiaNusa diikuti pula dengan kemunculan mobnas rakitan siswa SMK di Indonesia. Beberapa nama di dalam jajaran kebangkitan mobnas seperti Arina (ITS Surabaya), Tawon (PT Super Gasindo Jaya), Gea (INKA dan BPPT), Esemka, Marlip (LIPI), dan Komodo (PT Fin Tetra Indonesia). Kemunculan pertama ketika itu sempat dihadiri oleh Menteri Perindustrian RI yang sekaligus sebagai perkenalan terbatas kepada publik. Mobil Tawon misalnya dirancang dan direncanakan untuk menggantikan kendaraan umum bajaj di ibukota. Keseluruhannya masuk ke dalam kategori mini car, kecuali untuk Esemka yang masuk kategori SUV. Sayangnya, ketika peluncuran resmi perdana pada tanggal 17 Agustus 2010 justru tidak dihadiri oleh pejabat pemerintah.
Mobnas di bawan naungan AsiaNusa pun mendapatkan ujian pada ajang pameran otomotif IIMS 2010. Ketua pelaksana IIMS 2010 sempat memberikan sindiran terbuka di depan publik yang terkesan mengejek. Sindiran membuat pimpinan AsiaNusa harus menarik diri dari keikutsertaan di IIMS 2010. Patut disayangkan, akan tetapi sikap mundur tersebut telah menunjukkan rentannya kepercayaan diri pelaku industri mobnas. Tidak hanya itu, dalam acara yang digelar oleh MetroTV, yaitu Economic Challenge yang dipandu oleh Suryopratomo bahkan tidak mengundang kelompok AsiaNusa dalam dialog mengenai mobnas di tanah air.
Dibandingkan dengan kemunculan pertama di tahun 1996, maka kebangkitan mobnas saat ini bisa dikatakan menuju titik cerah mewujudkan impian untuk memiliki industri mobil nasional. Gea (INKA), Tawon, maupun Komodo (Fin) telah menggunakan komponen lokal di atas 80% yang kebetulan dibuat sendiri. Badan usaha atas kepemilikan usaha telah cukup jelas status hukumnya, kecuali belum mencapai tahap penjualan yang diamanatkan melalui pihak lain.
Jalan memang masih teramat panjang. Membuat mobil yang layak dikendarai tidak seperti membuat miniatur (mainan) yang hanya dipajangkan di meja. Industri mobil yang sudah maju saat ini saja telah merintis lebih dari 50 tahun sebelum akhirnya mampu menjadi merek dunia.
Bersambung ke tulisan kedua dari dua tulisan.
05 Januari 2012
JALAN PANJANG MEWUJUDKAN MOBIL NASIONAL (BAGIAN 1)
16.42
Leo Kusuma
3 comments:
Usaha kita untuk membuat mobil nasional selalu gagal karena Jepang ingin dominasinya diganggu. Butuh kemauan bersama seluruh bangsa untuk mendukung mobnas, masalahnya masyarakat kita siap apa tidak?
koreksi...seharusnya "tidak ingin"
Usaha kita untuk membuat mobil nasional selalu gagal karena Jepang ingin dominasinya diganggu. Butuh kemauan bersama seluruh bangsa untuk mendukung mobnas, masalahnya masyarakat kita siap apa tidak?
Posting Komentar