13 Juni 2012

JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR TIDAK BERKORELASI DENGAN KEMAKMURAN: SUATU HIPOTESA AWAL

Tahun 2011 lalu dilaporkan pertambahan kendaraan bermotor di Yogyakarta telah mencapai 8.900 unit. Sebanyak 8.000 unit adalah kendaraan bermotor roda dua, sedangkan sebanyak 900 unit kendaraan bermotor roda empat. Seiring dengan tren pertambahan kendaraan bermotor tersebut dilaporkan pula semakin berkurangnya operasional angkutan umum yang mulai jarang terlihat di jalanan. Kemacetan pun tidak terhindarkan di banyak titik di dalam kota maupun di luar kota (Sleman dan Bantul). Tulisan di sini mencoba untuk meliput dibalik tren peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta, terutama difokuskan pada kalangan pelajar dan mahasiswa.

Mendefinisikan Ulang
Perlu berhati-hati untuk mendefinisikan kemakmuran. Terkadang ada perbedaan pemaknaan antara pengertian kemakmuran dan daya beli untuk kasus di Indonesia. Masyarakat yang makmur dalam arti ekonomi berarti mampu melakukan pembelian atas kebutuhan pokok secara langsung atau direalisasikan dalam term pembayaran jangka pendek. Mengkaitkan daya beli terhadap kebutuhan seperti kendaraan bermotor ini pun harus dijelaskan secara hati-hati agar tidak menciptakan bias dalam interpretasi. Oleh karena itu, penulis menggunakan beberapa indikator daya beli/konsumsi yang dianggap relevan untuk mengkaitkan aspek kesejahteraan dengan kebutuhan kendaraan bermotor.



Pihak penjual kendaraan bermotor memberikan dua opsi pembelian atau pembayaran, yaitu dengan metode pembayaran tunai (cash) atau metode pembayaran kredit. Untuk pembayaran dengan cara kredit (mencicil) ini pun diberikan beragam pilihan berdasarkan jangka waktu pelunasannya. Misalnya, cicilan per bulan kurang dari 1 tahun dan cicilan per bulan lebih dari 1 tahun. Seseorang atau individu dianggap semakin makmur apabila mampu melakukan pembelian kendaraan bermotor dengan metode pembayaran tunai atau dengan metode kredit berjangka waktu pelunasan kurang dari 6 bulan.

Fakta mengenai pembelian dengan kredit ini pun sebenarnya masih harus ditambahkan dengan fakta statistik terjadinya kredit macet. Ketika masih berada dalam masa pelunasan tidak tertutup kemungkinan tidak dapat memenuhi kewajiban angsuran. Ada tiga kelompok yang bisa dipetakan, yaitu kelompok dengan angsuran relatif lancar, kelompok dengan angsuran yang sering bermasalah, dan kelompok yang bermasalah. Mereka yang dikatakan relatif lancar merupakan kelompok yang angsurannya hanya terganggu, karena faktor tertentu yang bukan berasal dari faktor pendapatan. Tiga kelompok tersebut belum bisa dikatakan masuk ke dalam zona kredit macet, karena belum dinyatakan vonis oleh pihak pemberi kredit (bank atau perusahaan pembiayaan).

Korelasi selanjutnya akan dikaitkan dengan konsumsi atas komoditi pendukung, yaitu bahan bakar minyak (bensin). Ada dua kelompok bensin yang dijual kepada masyarakat, yaitu bensin jenis premium (Rp 4.500/liter) dan bensin Pertamax (di atas Rp 9.000/liter). Fakta yang ditemukan di lapangan, bahwa kendaraan bermotor yang diproduksi setelah tahun 2007 adalah kendaraan yang rata-rata telah menggunakan teknologi pengapian cepat. Rasio kompresinya rata-rata telah mencapai di atas 9,5 atau bahkan di atas 10. Kendaraan tersebut sesuai dengan rekomendasi pabrik seharusnya menggunakan bahan bakar bensin dengan kadar oktan minimal sebesar 90. Adapun untuk di Indonesia hanya dijual kadar oktan 92 (Pertamax) dan oktan 95 (Pertamax Plus) yang harganya di atas Rp 9.000/liter.

Hasil Pengamatan
Dari 300 responden diketahui terdapat diketahui terdapat 27 orang yang membeli kendaraan bermotor roda dua dengan metode pembayaran tunai (cash). Mayoritas responden yang berjumlah 273 orang melakukan pembelian kendaraan bermotor dengan cara pembayaran kredit. Dari sebanyak 273 orang tersebut terdapat sebanyak 15 orang yang mengangsur dengan periode waktu kurang dari 6 bulan. Ini berarti mayoritas responden sebanyak 257 orang melakukan pembayaran dengan metode kredit lebih dari 6 bulan masa angsuran di mana sebanyak 12 di antaranya dengan angsuran antara 6-12 bulan.



Berdasarkan pengamatan pada data pembayaran pada tiga dealer utama kendaraan bermotor roda dua (Honda, Yamaha, dan Suzuki) diketahui apabila mayoritas pembelian dilakukan dengan metode angsuran (kredit). Dalam hal ini, pihak dealer bekerjasama dengan perusahaan pembiayaan untuk membantu proses pengurusan kredit bagi konsumennya. Pada tahun 2011 tercatat sebanyak lebih dari 85% pembelian kendaraan bermotor roda dua yang dilakukan dengan cara kredit. Angka tersebut dibulatkan berdasarkan perkiraan data motor yang terjual dan metode pembayaran berupa pembelian tunai dan kredit. Hal ini menunjukkan apabila penelusuran melalui informasi keagenan penjualan masih relevan dengan temuan pada hasil survei.

Mengenai konsumsi BBM untuk bensin jenis premium masih mendominasi pilihan responden yang terdapat sebanyak 248 orang. Hanya terdapat sebanyak 52 orang yang secara konsisten mengkonsumsi kendaraan bermotornya dengan bensins jenis Pertamax. Dari sebanyak 248 orang tersebut terdapat sebanyak 39 orang yang mengaku mengkonsumsikan kendaraannya dengan premium dan Pertamax. Dalam hal ini, mereka tetap dimasukkan ke dalam kelompok yang mengkonsumsi bensin premium, karena perkiraan konsumsinya masih lebih sering menggunakan premium (RON88), ketimbang menggunakan Pertamax (RON92).

Berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola SPBU di tiga tempat pengisian besar seperti di Jl Solo, Jl Kusumanegaran, dan Jl AM Sangaji ditemukan fakta apabila konsumsi untuk bensin premium lebih tinggi dibandingkan dengan bensin jenis Pertamax untuk kendaraan bermotor roda dua. Pernyataan tersebut tidak berdasarkan laporan tertulis, melainkan hanya pengamatan dari pihak penjaga pengisian SPBU. Untuk mengantisipasi tingginya tingkat kepadatan, pihak pengelola SPBU menyediakan sendiri saluran pengisian untuk motor roda dua yang mengkonsumsi bensin jenis premium (RON88). Perbandingannya bisa mencapai lebih dari 1:10 berdasarkan rata-rata waktu pengisian di siang hari (jam padat). Dari hasil penelusuran di SPBU memberikan gambaran yang masih relevan dengan hasil survei atas konsumsi BBM di kalangan pengguna kendaraan bermotor roda dua.

Kesimpulan dan Penutup
Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan dapat diberikan gambaran apabila tren permintaan kendaraan bermotor dan pertambahannya belum bisa dikatakan berkorelasi dengan kemakmuran masyarakat. Jika menggunakan asumsi berupa fakta statistik yang mengatakan terjadinya peningkatan pendapatan per kapita regional ataupun nasional, maka fakta statistik tersebut tidak bisa serta merta dihubungkan begitu saja dengan tren permintaan kendaraan bermotor. Butuh penelusuran lebih lanjut yang (explanatory research) untuk dapat mengetahui alokasi pendapatan masyarakat untuk belanja atau konsumsi, terutama dalam kelompok pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Penggunaan kendaraan bermotor, termasuk pembeliannya masih termasuk ke dalam kebutuhan tersier, sekalpun terdapat kecenderungan bergeser ke dalam kelompok kebutuhan sekunder.

Dengan melihat fakta dari metode pembayaran bisa ditarik suatu kesimpulan awal apabila rata-rata daya beli masyarakat masih dikatakan rendah. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki cukup tabungan atau kekayaan untuk melakukan pembelian tunai. Harga rata-rata kendaraan bermotor roda dua yang terjual sekitar Rp 15 juta sampai dengan Rp 17 juta. Ini berarti sebagian besar kekayaan (kapital) keuangan yang dimiliki oleh masyarakat relatif masih lebih rendah untuk dapat mencukupi pembelian tunai. Jika pun kekayaan melampuai harga rata-rata kendaraan bermotor, maka biaya oportunitasnya masih dianggap lebih tinggi apabila dilakukan pembelian tunai.

Metode pembayaran melalui kredit (angsuran) ini pun mencerminkan kemampuan pendapatan
rata-rata masyarakat yang masih dikatakan rendah. Sebagian besar responden atau masyarakat lebih memilih untuk melakukan pembayaran dengan angsuran lebih dari 6 bulan atau lebih dari 1 tahun. Keputusan masyarakat tersebut tidak lain dikarenakan pertimbangan kemampuan pendapatan ataupun kekayaan untuk bisa melunasi pembayaran yang harus dilakukan dalam term jangka panjang. Angsuran tersebut relatif lebih terjangkau untuk ditutupi pembayarannya, sekalipun bunga yang dibayarkan relatif lebih tinggi.

Pengamatan yang dilakukan hanyalah sebagai gambaran awal untuk mendeskripsikan cara pandang yang mengkaitkan antara tren permintaan kendaraan bermotor dan kemakmuran. Pihak penulis mengambil sampel secara acak (randomize sampling) yang dipilih dari mereka yang memiliki atau membeli kendaraan bermotor setidaknya 2 tahun. Validitasnya sangat mungkin diragukan, karena survei tersebut hanya dilaksanakan untuk satu putaran dengan mengambil periode antara tanggal 14-22 Mei 2012. Banyaknya sampel sebesar 300 orang ini pun dipilih dari kelompok mahasiswa (250 orang) dan kelompok pekerja (50 orang). Tidak ada pertimbangan apapun, kecuali penulis hanya mencoba untuk memudahkan survei atau kemudahan dalam proses wawancara.

1 comments:

Unknown mengatakan...

Membeli sepeda motor secara kredit itu bukanlah pembelian yang sempurna tapi cenderung bersifat menyewa, makanya tidak jarang masyarakat yang mengkredit takkala jatuh tempo setorannya tidak terpenuhi, langsung kenderaannya di ambil pihak lessing. Jika fenomena ini dimaknai sebagai tanda telah tercapainya kemakmuran, tentu harus ditinjau secara lebih dekat. Bunga kredit yang tinggi membuat masyarakat banyak yang tidak berhasil menjalani masa angsuran sepeda motornya. Kesimpulannya "Jangankan beli Cash", Kredit juga belum semua mampu.

Posting Komentar