Tulisan ini merupakan bagian dari aksi kampanye untuk menyelamatkan wahana pendidikan lingkungan hidup yang sekaligus menjadi rumah terakhir konservasi Beruang madu di Kalimantan. Sebagai individu yang pernah dibesarkan di Balikpapan, saya merasa terdorong untuk turut mendukung pelestarian alam di sana. Saya berharap, dengan menyampaikan melalui posting di Kompasiana akan mendorong semua pihak untuk turut berpartisipasi untuk mempertahankan rumah Beruang madu di Sungai Wain yang sekaligus menjadi pilar pelestarian lingkungan.
Mengenai Beruang Madu
Beruang madu atau dikenal dengan istilah asing Sun bear adalah salah satu familia terkecil dari 8 familia (keluarga) beruang di seluruh dunia. Hanya ada dua di antaranya yang masih berstatus lestari (least concern) menurut IUCN, yaitu Beruang hitam dan Beruang cokelat di Amerika Serikat dan bagian Utara. Sedangkan 6 familia beruang lainnya disebutkan telah berada dalam status terancam kepunahan di alam liar (endangered), termasuk beruang kutub dan Panda. Beruang madu ini pun sebenarnya sudah hampir bisa dipastikan berada dalam status kepunahan di alam liar (Stanislav Lotha, 2009).
Habitat alami beruang madu hanya di kawasan hutan hujan tropis (tropical rain forest) yang sekaligus menjadi rumah dan sumber makanannya. Beruang madu yang memiliki nama spesies Helarctos malayanus merupakan satwa yang bisa dikatakan pemakan segala (omnivora). Dalam sehari, seekor Beruang madu mampu menempuh perjalanan hingga sejauh 15 km hanya untuk mencari makanan. Sebut saja mulai dari buah-buahan, serangga, rayap, ulat, air di dalam tanaman kantung semar, getah tanaman, akar tanaman, burung-burung kecil, tikus, dan lain sebagainya. Kesukaannya adalah makanan yang berasa manis dan gurih, seperti buah-buahan dan serangga.
Sumber: IUCN Red List
Gambar di atas adalah peta penyebaran beruang madu di Asia Tenggara. Saat ini mereka masih bisa dijumpai di kawasan yang berwarna oranye (extanct). Kawasan yang berwarna kuning menandakan wilayah yang diduga masih menjadi penyebaran mereka. Beruang madu adalah satwa yang hidup secara solitare, kecuali beruang madu betina yang biasanya hidup bersama anak-anaknya dalam kawanan 2-3 ekor. Seekor beruang madu betina saja setidaknya membutuhkan lahan hutan tropis seluas 1000 hektar untuk menjadi kawasan jelajahnya mencari makan. Beruang madu jantan bisa mencapai 2000 hektar. Sekalipun kasus-kasus penemuannya belum diklarifikasi lebih lanjut, tetapi Indonesia merupakan rumah yang penting bagi beruang madu Asia Tenggara. Habitat yang paling besar bisa ditemuka di Pulau Kalimantan.
Ancaman
Seekor Beruang madu dewasa sebenarnya bisa dikatakan hampir tidak memiliki ancaman serius di alam liar. Di Myanmar, sekalipun beberapa kali dilaporkan temuan kontak fisik dengan Harimau Bhutan, tetapi tidak pernah ditemukan laporan Beruang madu terbunuh akibat perkelahian dengan Harimau ataupun dimangsa oleh hewan pemangsa lain. Larinya yang cukup lincah di dalam hutan, serta kelihaiannya memanjat pohon merupakan bagian dari kemampuan untuk bertahan hidup. Jika sangat terpaksa, mereka akan melawan, bahkan tidak tanggung-tanggung akan adu kontak fisik dengan musuh-musuhnya di alam liar. Hanya ada satu sumber ancaman serius atas eksistensi mereka, yakni manusia.
Beruang madu termasuk ke dalam salah satu satwa yang banyak diperdagangkan secara ilegal. Beberapa organ tubuhnya yang begitu diminati dan dihargai cukup tinggi seperti kuku, taring, otak, hati, dan empedu. Untuk hati dan empedu dihargai setara dengan emas. Sementara itu, anak-anak Beruang madu akan ditangkap dalam keadaan hidup untuk diperdagangkan. Melihat begitu tingginya nilai jual mereka membuat perburuan liar menjadi semakin meningkat setiap tahunnya. Kasus perburuan liar tersebut paling banyak ditemukan di Kamboja, Myanmar, dan perbatasan dua negara tersebut dengan Thailand. Kasus perburuan di Indonesia sendiri dilatarbelakangi oleh alasan yang beragam. Salah satu di antaranya dampak dari pembukaan lahan dan alih fungsi lahan yang kemudian menyebabkan Beruang madu dianggap sebagai hama. Di Sumatera sendiri, seperti di Aceh beberapa kali ditemukan kasus Beruang madu terbunuh, karena memasuki kawasan pemukiman warga. Kondisi serupa pula ditemukan di Kalimantan di mana Beruang madu dianggap sebagai ancaman lahan perkebunan (hama).
Kerusakan lingkungan menjadi penyebab kedua yang paling mengancam eksistensi Beruang madu di seluruh sebaran habitatnya. Seekor Beruang madu setidaknya membutuhkan hutan hujan tropis dengan luas sekitar 800-1000 km persegi (betina) atau sekitar 1800-2000 km persegi untuk jantan sebagai wilayah jelajahnya. Keseimbangan alam akan menjamin pasokan makanan mereka dalam jumlah yang sangat memadai. Pembukaan lahan yang sebagian besar merupakan alih fungsi (melanggar ketentuan perundang-undangan) berarti pula mengancam populasi mereka di satu titik kawasan tertentu. Apalagi Beruang madu dikenal sebagai hewan yang solitare atau jarang ditemukan berkelompok, kecuali induk Beruanng madu bersama anak-anaknya.
Upaya Perlindungan Dan Penyelamatan
Beruang madu (Helarctos malayanus) telah dimasukkan ke dalam daftar satwa liar yang dilindungi menurut undang-undang di Indonesia sejak tahun 1999. Dimasukkannya ke dalam daftar satwa-satwa liar yang dilindungi sebagai realisasi dari nota kesepahaman pemerintah Indonesia dengan organisasi-organisasi internasional, terutama dari IUCN yang terlebih dahulu memasukkannya ke dalam satwa-satwa yang dilarang untuk diperdagangkan. Selain upaya perlindungan dilakukan melalui regulasi, upaya lainnya dilakukan dengan menjadikan satwa Beruang madu sebagai maskot daerah. Terhitung ada dua daerah yang pernah menggunakan maskot Beruang madu, yaitu Propinsi Bengkulu dan Kota Balikpapan (tahun 2002).
Perlindungan atas kelestarian satwa-satwa liar seperti Beruang madu tidak bisa dilepaskan dengan upaya untuk mewujudkan perlindungan kelestarian lingkungan. Mereka memiliki rumah atau habitat yang harus dijaga keseimbangannya berupa hutan hujan tropis. Oleh karenanya, di sejumlah daerah telah ditetapkan ruang khusus yang disebut taman nasional ataupun dalam bentuk hutan lindung yang peruntukannya hanya digunakan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Selain dengan mewadahinya ke dalam taman nasional maupun hutan lindung, pemerintah telah membuka peluang dengan menyediakan wahana lingkungan khusus berupa area konservasi alam yang peruntukannya difokuskan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di dalamnya.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah merancangkan upaya perlindungan satwa-satwa liar tersebut ke dalam sebuah kawasan khusus. Beberapa di antaranya seperti hutan lindung, taman nasional, maupun pusat konservasi satwa liar. Tiga lokasi tersebut telah ditetapkan berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah. Untuk beruang madu sebenarnya belum banyak memiliki pusat konservasi, kecuali hanya terdapat semacam pusat penangkaran sementara seperti yang terdapat di banyak lokasi hutan lindung maupun taman nasional.
KWPLH Balikpapan
Kota Balikpapan merupakan kota yang terletak di Propinsi Kalimantan Timur dengan ciri khas dikelilingi oleh keanekaragaman hayati. Di bagian hulu dari teluk, akan ditemukan hutan bakau (mangrove forest) hingga ke kawasan hutang lindung Sungai Wain. Di sinilah kemudian seorang peneliti satwa liar asal Eropa menemukan rumah Beruang madu. Pada tahun 2002, telah dikukuhkan suatu keinginan untuk turut menjaga kelestarian lingkungan dan terutama kelestarian Beruang madu di Sungai Wain dengan dibangunnya wahana pendidikan lingkungan hidup yang bernama Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan.
Sumber Gambar: AnimalAsia.Org
Gagasan untuk mendirikan pusat konservasi khusus untuk beruang madu berawal dari seorang peneliti satwa asal Swedia, Gabriella Fredriksson yang tengah melakukan riset di kawasan hutan lindung Sungai Wain (sekitar tahun 1997). Wanita dengan sapaan akrab Gaby secara khusus meneliti sejumlah temuan penting di Sungai Wain yang menjadi habitat bagi sekitar 50-100 ekor beruang madu. Indonesia belum memiliki pusat konservasi khusus untuk beruang madu. Di Asia Tenggara hanya terdapat di Kamboja dan Malaysia (Sarawak). Publisitas Gaby ternyata mendapatkan sambutan positif dari masyarakat dunia, dan terutama pula dari Pemkot Balikpapan. Barulah pada tahun 2001 mulai diperkenalkan maskot kota yang dipajang di salah satu sudut kota seperti gambar di bawah ini.
Sumber Gambar: Blog Jamal Adi Wibowo
KWPLH secara resmi didirikan dibuka untuk umum pada tahun 2004. Seiring pula kemudian dikeluarkan ketetapan untuk menjadikan beruang madu sebagai maskot Kota Balikpapan. Letaknya di kawasan hutan lindung Sungai Wain (km 23) atau tepatnya di sebelah utara Kota Balikpapan. Adapun luas lahan yang ditetapkan untuk ruang konservasi tersebut seluas 1,3 hektar. Bukan luas yang ideal untuk beruang madu, tetapi KWPLH Balikapapan secara khusus diperuntukkan sebagai pusat konservasi. Kawasan ini dijadikan sebagai kawasan untuk menampung beruang madu yang ditemukan dari hasil sitaan BKSDA ataupun temuan masyarakat setempat. Mereka para beruang madu tersebut bukan lagi menjadi hewan liar, karena terlalu lama hidup dalam sistem sosial manusia. Itu sebabnya diperlukan kawasan konservasi khusus yang bisa membuat beruang madu menjadi satwa liar, serta diharapkan bisa dikembalikan ke habitat alaminya. Dengan luas area hanya sebesar 1,3 hektar saat ini hanya bisa menampung tidak lebih dari 10 ekor beruang madu. Pendirian KWPLH Balikpapan memiliki dasar hukum berupa Surat Keputusan Walikota Balikpapan No 188.45-72/2005 (arsip pdf).
Video Penampakan Beruang Madu di KWPLH Balikpapan
Video Tentang Beruang Madu (KWPLH Balikpapan)
Saat ini, KWPLH Kota Balikpapan dengan kapasitas ruang dan ketersediaan anggaran memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk menampung Beruang madu. Belum lama ini, mereka kedatangan lagi satu ekor Beruang madu hasil operasi satwa liar dari Polhut setempat. Jumlahnya kini telah mencapai 6 ekor di mana 5 ekor sebelumnya telah berada pada tahap transisi penuh menuju alam liar. Lima ekor tersebut telah diberikan nama, di antaranya Anna, Harry, Bedu, Benni, dan lain-lain. Anna telah ditunjuk sebagai maskot dan duta Beruang madu mewakili familia ursidae di dunia.
Sumber: KWPLH Balikpapan (Facebook)
Selain berfungsi sebagai wahana pendidikan lingkungan hidup maupun lokasi konservasi Beruang madu, KWPLH Balikpapan diharapkan akan menjadi ikon wisata lingkungan hidup di Propinsi Kalimantan Timur. Para pengunjung tidak dipungut biaya untuk tiket atau gratis, kecuali hanya dimintakan sumbangan sukarela yang dititipkan ke kotak-kotak donasi di setiap pintu masuk. Wahana wisata yang cocok untuk sarana rekreasi alam yang dilengkapi pula dengan semacam pendopo persinggahan. Kebersihan adalah yang paling diutamakan di kawasan ini. Pengunjung bisa singgah ke aula utama yang berisikan wahana pendidikan ruang tertutup. Di dalamnya disajikan informasi atraktif mengenai lingkungan hidup dan terutama satwa Beruang madu.
Sumber: KWPLH Balikpapan (Facebook)
Sumber pendanaan KWPLH Balikpapan masih sangat bergantung dari anggaran APBD Kota Balikpapan. Setiap tahunnya, Pemkot Balikpapan menganggarkan sekitar Rp 1,6 miliar untuk operasional di KWPLH. Sejak pendiriannya, nominal rupiah tersebut dianggap sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan pendidikan lingkungan hidup kepada masyarakat melalui wahana konservasi lingkungan. Pihak pengelola KWPLH Balikpapan tidak memungut karcis masuk pun merupakan sebuah komitmen pendirian sejak awal. Sesuai dengan tujuan awal pendiriannya, yaitu membangun kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi secara aktif, maka implementasinya akan diarahkan untuk mengadopsi satwa, pemberian donasi, dan penjualan souvenir.
Sumber: KWPLH Balikpapan (Facebook)
KWPLH Balikpapan memiliki program adopsi satwa lokal (domestic animal) yang bertema “Cat and Dog Lover”. Mereka mengumpulkan kucing-kucing lokal yang diterlantarkan oleh pemiliknya untuk nantinya diadopsi langsung oleh masyarakat. Program adopsi satwa lokal ini pun merupakan bagian dari program pendidikan lingkungan. Melalui program tersebut, masyarakat hendak diajarkan untuk tidak memelihara satwa-satwa liar, tetapi ditunjukkan alternatif pilihannya untuk mengadopsi satwa yang secara alami bisa hidup di lingkungan sosial manusia. Program adopsi satwa lokal tersebut menjadi bagian dari upaya untuk penghimpunan dana bagi KWPLH Balikpapan.
Kabar Buruk
Berawal dari pandangan Pemkot Balikpapan yang akan mengganti maskot kota yang selama ini menggunakan simbil beruang madu (Tempo, 30 Agustus 2012, 04.44). Seperti yang disampaikan Kabag Humas dan Protokol Pemkot Balikpapan, Sudirman Djayaleksana (Rabu, 29 Agustus 2012), maskot beruang madu dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Kota Balikapapan saat ini. Penetapan maskot daerah memang tidak ada landasan hukum yang kuat, kecuali hanya berdasarkan surat keputusan (SK) semata. Adapun satu-satunya dasar hukum mengenai penetapan beruang madu sebagai maskot kota Balikpapan berdasarkan Peraturan Walikota (Perwali) No 4 Tahun 2005 tentang Beruang Madu Sebagai Maskot Kota Balikpapan (Jamal Adiwibowo, Senin 10 September 2012).
Anggapan beruang madu yang identik dengan kemalasan tersebut muncul dari pernyataan Ketua DPRD Kota Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong (dari Partai Golkar). Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi serius oleh pihak Pemkot Balikpapan yang langsung menindaklanjuti melalui studi publik, termasuk dengan menggelar pandangan di tingkat kecamatan. Sekalipun demikian, pandangan Pemkot Balikpapan sudah bisa menjadi sinyal yang ditujukan ke KWPLH Balikpapan (Tempo.Co, Kamis, 30 Agustus 2012, 04.44).
Rumor pun terus berkembang seiring dengan semakin meluasnya wacana untuk mengganti maskot Kota Balikpapan. Memasuki akhir bulan November 2012, muncul kabar pihak Pemkot Balikpapan akan berencana menghentikan dukungannya terhadap KWPLH Balikpapan. Isu tersebut sempat menjadi perdebatan, mengingat belum ada kejelasan sikap sama sekali dari pihak Pemkot terkait nasib KWPLH di masa depan.
Pada tanggal 3 Januari 2013, pihak Pemkot Balikpapan mengeluarkan surat resmi yang dilayangkan ke KWPLH Balikpapan yang isinya keputusan untuk mencabut dukungan pendanaan operasional (Antara Kaltim, 4 Januari 2013, 15.30). Berdasarkan surat keputusan tersebut, anggaran operasional yang semula diberikan sebesar Rp 1,6 miliar per tahun diturunkan menjadi Rp 500 juta untuk hanya tahun 2013. Itu berarti, KWPLH Balikpapan hanya bisa bertahan selama 3 bulan terhitung sejak dikeluarkannya surat keputusan tersebut. Persoalannya, ketika surat keputusan tersebut disampaikan resmi, tidak ada rencana relokasi yang jelas. Rumor pun beredar, 6 ekor beruang madu tersebut mungkin akan dipindahkan ke kawasan hutan lindung yang tidak jauh dari lokasi KWPLH yang dikelola oleh pihak Inhutani (km 10). Lokasi milik inhutani tersebut bukanlah lokasi yang layak, karenan nantinya beruang madu tidak bisa dilepas bebas, melainkan harus dikandangkan di balik terali besi.
Mendengar rencana pemda setempat membuat Gaby Fredriksson (AAF) meluangkan waktunya untuk melibatkan diri ke dalam upaya komunikasi terkait dengan kelangsungan KWPLH di kemudian hari. Sayangnya, kedatangan Gaby yang memberikan banyak masukan tersebut belum mendapatkan respon positif dari pihak legislatif Kota Balikpapan.
Pada tanggal 13 Februari 2013, kini giliran eksekutif, Walikota Balikpapan memberikan komentar. Disebutkan tentang adanya kemungkinan rencana relokasi beruang madu tersebut dibatalkan. Tetapi fakta tersebut belum pula memberikan kepastian tentang rencana sebelumnya untuk menutup KWPLH Balikpapan. Pihak Walikota Balikpapan pun malah belum mendengar adanya kepastian donatur yang akan turut mendanai KWPLH Balikpapan.
Gambar Suasana Konservasi Beruang Madu di KWPLH Balikpapan
Sumber: KWPLH Balikpapan (Facebook)
Menghimpun Dukungan
Segera setelah dikeluarkannya surat keputusan tersebut, pihak pengelola melalui situsnya merilis rencana untuk menghimpun dukungan dari masyarakat. Salah satu bentuk dukungan dilakukan dengan meminta pengunjung untuk menuliskan pesan dan janji moral untuk tetap turut mempertahankan KWPLH Balikpapan sebagai wujud kepedulian terhadap satwa liar beruang madu dan pelestarian lingkungan. Dukungan yang semula dilakukan secara tertulis tersebut berkembang menjadi dukungan melalui internet, yaitu meminta dukungan moral dari seluruh masyarakat di Indonesia.
Gambar di atas merupakan tampilan muka dari halaman kampanye dukungan untuk mempertahankan lokasi pendidikan lingkungan dan konservasi beruang madu di Sungai Wain (KWPLH). Pembaca bisa turut terlibat memberikan dukungan dengan masuk ke halaman situs di atas (SAVE OUR SUN BEAR). Salah satu di antara bentuk dukungan adalah dengan berpartisipasi mengisi form petisi online yang tampilannya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
(Klik gambar di atas untuk masuk ke halaman pengisian form petisi online)
Ketika terakhir diakses pada tanggal 7 Februari 2013, pukul 13.03 telah terhimpun sebanyak 4.389 tanda tangan (signatures). Masih dibutuhkan hingga mencapai angka 10.000 tanda tangan untuk bisa meyakinkan Pemkot Balikpapan agar tetap memberikan dukungan jangka panjang. Dukungan dari Anda pembaca mungkin akan sangat berarti bukan hanya sebagai upaya moral untuk penyelamatan satwa liar beruang madu, melainkan penyelamatan dan pelestarian lingkungan.
Bentuk dukungan dapat pula disampaikan melalui surat yang bisa dikirimkan via surat elektronik (email). Surat tersebut nantinya akan dicetak oleh pihak pengelola KWPLH yang selanjutnya akan dikirimkan ke Ketua DPRD Kota Balikpapan, Walikota Balikpapan, dan Pimpinan Inhutani Kota Balikpapan. Mengenai format surat dan isinya bisa dilihat pada halaman di sini.
Kampanye untuk mempertahankan keberadaan KWPLH Balikpapan tersebut dibarengi pula dengan kampanye untuk menanamkan rasa kecintaan masyarakat terhadap lingkungan hidup. Terutama sekali kecintaan terhadap beruang madu yang saat ini populasinya tengah terancam punah di alam liar. Melalui Facebook, mereka memperkenalkan banner picture yang bisa dipasangkan di halaman profil Facebook dengan dua gambar di bawah ini.
(Klik gambar di atas untuk masuk ke album koleksi Facebook banner picture)
Mengapa KWPLH Balikapapan Mesti Dipertahankan?
Alasan yang paling utama, karena Indonesia merupakan negara dengan populasi dan habitat beruang madu terbesar di Asia Tenggara. Hanya ada di dua zona utama, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Sumatera sendiri, populasinya sudah hampir bisa dipastikan berada di ambang kepunahan. Mereka mungkin saat ini sudah semakin sulit ditemukan di habitat alaminya yang telah terambah pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Taman nasional di Sumatera yang menjadi benteng terakhir mereka ini pun sudah mulai terancam eksistensinya. Satu-satunya yang masih menyimpan harapan, sekalipun hanya sedikit harapan, ada di Pulau Kalimantan. Melalui KWPLH Balikpapan diharapkan akan menjadi tonggak untuk mengawali sikap dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, terutama sekali terhadap satwa liar beruang madu.
KWPLH Balikapapan merupakan satu-satunya lokasi yang difungsikan menjadi tempat konservasi beruang madu di Indonesia. Agar bisa dikembalikan ke habitat alaminya, beruang madu yang sudah terlalu lama hidup bersama sistem sosial manusia harus ditempatkan di pusat konservasi. Mungkin tidak sepenuhnya bisa mengembalikan mereka, tetapi setidaknya masih bisa membuatkan tempat alami untuk mereka, ketimbang harus ditempatkan di dalam kerangkeng besi. Di beberapa tempat penangkaran beruang madu di Kalimantan maupun Sumatera, mereka tidak sepenuhnya terlindungi, karena keterbatasan sarana dan fasilitas. Beruang madu relatif kurang diperhatikan, mengingat di cagar alam ataupun taman nasional, mereka harus berbaur nasib dengan satwa-satwa liar lainnya.
Sumber Gambar: BSBCC WildlifDirect.Org
Di seluruh habitatnya di Asia Tenggara, hanya terdapat 3 lokasi konservasi beruang madu, yaitu di Kamboja, Malaysia (Sarawak), dan Indonesia (Balikpapan). Yang paling besar saat ini terdapat di Malaysia atau disebut Borneo Sun Bear Conservation Center (BSBCC). Dukungan penuh dari pemerintah setempat membuat BSBCC mampu mengembangkan fungsinya hingga pada pengelolaan ruang (habitat) di taman nasional di Sarawak. KWPLH Balikpapan beberapa kali menjalin kerjasama dengan BSBCC. Disebutkan oleh tim kepala BSBCC, bahwa KWPLH sangatlah penting peranannya, karena jenis beruang madu di Kalimantan Timur diduga merupakan jenis sub spesies di mana bentuknya lebih kecil dibandingkan kebanyakan beruang madu di Sarawah dan Sabah.
Liputan Khusus Majalah 3 (TV3 Malaysia) Tentang BSBCC
Kehilangan KWPLH, berarti akan memiliki dua konsekuensi besar. Pertama, KWPLH Balikpapan selama ini telah menjadi ikon pelestarian lingkungan. Kehilangan KWPLH berarti akan semakin mendorong kuatnya upaya-upaya untuk penghancuran dan perusakan ekosistem, terutama di Teluk Balikpapan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konsekuensi kedua, KWPLH merupakan identitas bagi Indonesia tentang keunikan satwa dan membedakannya dengan negara lain. Kehilangan KWPLH berarti akan kehilangan pula peluang untuk menempatkan Indonesia sebagai duta beruang madu mewakili familia ursidae di dunia.
Pada tanggal 8 Februari 2013, aktivis lingkungan dari Belanda melayangkan surat ke Ketua DPRD Kota Balikpapan. Isinya akan membantu memberikan dukungan finansial atas operasional KWPLH yang tidak lain menjadi pusat konservasi beruang madu (Sumber). Dukungan pun datang dari aktivis lingkungan dan satwa liar di Vietnam yang memberikan perhatian cukup besar terhadap kelangsungan nasib KWPLH Balikpapan. Vietnam adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang telah berhasil mengembangkan pusat konservasi untuk jenis beruang rembulan atau moon bear. Dukungan finansial yang seluruhnya berkat kampanye dari Animal Asia Foundation (AAF) tersebut nampaknya belum mendapatkan sambutan yang positif. Hingga tulisan ini diturunkan, belum ada kejelasan keputusan perihal nasib KWPLH Balikpapan.
Sumber Gambar: KWPLH Balikpapan
Dukungan atas eksistensi KWPLH Balikpapan terus mengalir dari berbagai penjuru dunia. Setidaknya, terdapat 93 negara yang menolak rencana relokasi beruang madu di Sungai Wain yang kini dikelola oleh KWPLH Balikpapan (Jurnas, Kamis, 14 Februari 2013, beruangmadu.org). Beberapa negara di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Taiwan, Jerman, Belanda, Malaysia, Vietnam, Perancis, Italia, Skotlandia, Belgia, dan Swedia. Ini masih belum ditambahkan dukungan yang dihimpun oleh sejumlah organisasi lingkungan seperti Animal Asia Foundation (AAF), IUCN, dan WWF. Organisasi seperti IUCN inilah yang punya pengaruh cukup besar terhadap kebijakan di sebuah negara. Saya pribadi sangat berharap, kalangan legislatif maupun eksekutif di Kota Balikpapan bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk dijadikan sebagai kampanye dan sekaligus promosi ekowisata di Kota Balikpapan. Tentunya dengan membatalkan rencana relokasi dan memperluas kawasan konservasi beruang madu.
Menjawab Tuntutan
Salah satu alasan dari desakan untuk menutup fasilitas KWPLH Balikpapan adalah karena pusat konservasi beruang madu tersebut dianggap tidak memberikan kontribusi bagi PAD Kota Balikpapan (Mongabay, 14 Januari 2013, 02.40).
Andai saja dikenakan retribusi masuk sebesar Rp 5.000/pengunjung, dengan angka rata-rata kunjungan per tahun mencapai 60.000 orang, maka diperoleh pemasukan dari retribusi KWPLH Balikpapan sebesar Rp 300 juta/tahun. Padahal, dibandingkan dengan kebanyakan pusat konservasi satwa liar lainnya di Asia Tenggara, KWPLH Balikpapan termasuk paling banyak mendapatkan jumlah kunjungan. BSBCC di Malaysia saja hanya bisa menargetkan sebanyak 20.000 pengunjung per tahun. Sementara biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (Sandakan Town) ke BSBCC melampaui angka Rp 2 miliar per tahun.
Angka kontribusi terhadap pos akuntansi tidak akan pernah rasional untuk fasilitas konservasi lingkungan dan satwa liar di mana pun. Sekalipun demikian, nilai (value) atas biodiversitas dan keanekaragaman hayati yang sesungguhnya jauh lebih besar ketimbang angka yang dibayarkan.
Apabila yang dikehendaki adalah kontribusi terhadap pos Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka itu berarti tidak bisa hanya sekedar bergantung dari KWPLH Balikpapan semata. Enklosur tersebut menjadi satu bagian dari paket ekowisata di Kota Balikpapan. Sama halnya dengan BSBCC yang terletak di kawasan konservasi hutan di Sepilok, Sandakan (negara bagian Sabah, Malaysia). Ada dua pos utama PAD yang mungkin dikaitkan oleh peran KWPLH, yaitu pos Pajak Daerah dan pos Retribusi Daerah. Jika hendak mendorong peningkatan PAD, maka seharusnya bukan melihat pada KWPLH, melainkan harus melihat potensi keseluruhan ekowisata di Kota Balikpapan.
Dalam satu petikan berita disebutkan, Ketua DPRD Kota Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong (F. Golkar) menganggap KWLPH tidak memberikan andil atas PAD Kota Balikpapan (Tribun Kaltim, 9 Januari 2013, 19.39).
Mungkin ada kekeliruan penafsiran atas pandangan Ketua DPRD Kota Balikpapan yang menganggap KWPLH Balikpapan seolah seperti badan usaha komersil. Kelembagaan seperti KWPLH merupakan bentuk kelembagaan sosial dan kemasyarakatan yang beroperasi dengan orientasi non profit. Kondisi tersebut sebenarnya sudah dipahami sepenuhnya, ketika pendirian KWPLH pada tahun 2005. Terkait kemanfaatannya secara ekonomi terhadap pos PAD tidak berbentuk kemanfaatan langsung, melainkan tidak langsung (indirect impact). Dalam hal ini, sektor yang menjadi sasaran dalam target penerimaan PAD adalah sektor pariwisata yang berorientasi pada pemanfaatan potensi ekowisata (lokal).
Saya belum melakukan studi atas PAD ataupun APBD Pemkot Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini. Tetapi studi sebelumnya yang pernah saya lakukan untuk periode anggaran 2004-2006 menunjukkan fakta apabila Kota Balikpapan termasuk ke dalam 5 besar pemda di Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki PAD terbesar. Di sisi lain, PDRB Kota Balikpapan pula termasuk yang terbesar di Propinsi Kalimantan Timur (periode 2004-2006). Sumber penerimaan PAD itu sendiri tidak bisa dikaitkan langsung dengan keberadaan suatu institusi ataupun kelembagaan ekonomi tertentu di daerah tersebut.
Di manapun keberadaan lembaga konservasi lingkungan dan satwa liar bukanlah merupakan lembaga yang berorientasi pada profit. Tetapi keberadaan lembaga konservasi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung program ekowisata. Agar dapat memberikan daya tarik, tentunya membutuhkan keseriusan untuk menjaga dan melestarikan potensi-potensi biodiversitas yang terdapat di dalamnya. Promosi ekowisata ini pun dibutuhkan yang berarti akan melibatkan lebih banyak pihak untuk mensukseskan promosi wisata tersebut. Ini pun nantinya harus didukung dengan kemudahan akses, fasilitas pelayanan yang tersedia, maupun sarana-sarana pendukung lainnya.
Disebutkan pula oleh Ketua DPRD Kota Balikpapan, bahwa beruang madu di KWPLH Balikpapan adalah cacat, sehingga tidak bisa dilepas ke alam liar.
Pernyataan tersebut memang benar adanya, karena itulah salah satu tujuan didirikannya lembaga konservasi beruang madu. Beruang madu tersebut diperoleh dari hasil sitaan BKSDA dan telah lama hidup bersama sistem sosial manusia. Belum lagi di antara hewan sitaan tersebut ditemukan beruang madu yang tidak memiliki kuku ataupun gigi (taring) akibat dieksploitasi oleh manusia (untuk diperdagangkan). Kondisi semacam ini sesungguhnya tidak berbeda dengan BSBCC di Sabah (Malaysia) maupun lembaga konservasi beruang rembulan (moon bear) Tam Dien di Vietnam. Lembaga konservasi satwa liar didirikan untuk menjadi rumah perawatan, pemeliharaan, dan terutama rehabilitasi. Jika pun terdapat yang tidak cacat, mereka ini pun sangat rawan apabila dilepaskan ke alam liar tanpa perlindungan.
BSBCC di Sabah, Malaysia didirikan untuk menampung dan merawat beruang madu yang cacat. Begitu pula dengan pusat konservasi beruang bulan (moon bear) di Tam Dao National Park, Vietnam. Mereka bahkan menyediakan kawasan khusus yang nantinya bisa memisahkan antara beruang madu cacat dan beruang madu yang diorientasikan bisa dilepas ke alam liar (kawasan terbatas di taman nasional).
Di Asia Tenggara terdapat 4 pusat konservasi beruang madu, yaitu di Kamboja, Vietnam, Malaysia (BSBCC), dan Indonesia (KWPLH). Tentunya yang cukup mengharukan tentang kisah pendirian konservasi di Kamboja dan Vietnam yang harus berjibaku antara kebijakan dan kenyataan satwa liar yang harus mereka selamatkan. Tidak terpikirkan tentang kemanfaatan secara ekonomi, melainkan hanya mencoba untuk menyelamatkan sebanyak-banyaknya beruang madu dan moon bear (di Kamboja). Pada akhirnya, buah itu terpetik pula. Kecuali di Indonesia, tiga pusat konservasi di Vietnam, Kamboja, dan Malaysia telah mencatatkan nama maupun reputasinya di WildlifeDirect. Lembaga internasional yang cukup berpengaruh dalam mengkampanyekan ekowisata di banyak negara.
Berikan Dukungan Anda
Sekalipun dikelola oleh pemerintah daerah setempat, KWPLH Balikpapan sesungguhnya bisa tergolong sebagai aset nasional. Pemahaman hak atas pemerintah daerah otonom seringkali menjadi salah kaprah, bahwa pemerintah daerah tersebut memiliki kewenangan penuh. Tidaklah demikian yang seharusnya, karena apapun otonomi yang mereka miliki, seluruhnya berada di bawah naungan NKRI. Begitu pula dengan KWPLH Balikpapan yang merupakan satu-satunya pusat konservasi beruang madu paling lengkap di Indonesia. KWPLH pun akan menjadi simbol dan benteng terakhir upaya untuk menyelamatkan lingkungan dan pelestariannya.
Dukungan Anda berupa Petisi ataupun Surat Online mungkin bukan hanya membantu menyelamatkan nasib 6 ekor beruang madu di KWPLH, melainkan akan menyelamatkan lebih banyak lagi beruang madu liar yang kini tengah terancam eksistensinya di hutan belantara yang tersisa di Kalimantan. KWPLH bukanlah sekedar ruang konservasi beruang madu, melainkan menjadi pilar untuk mencegah semakin meluasnya kerusakan lingkungan, terutama di sepanjang teluk Balikpapan. Mereka semua adalah aset nasional, milik segenap bangsa Indonesia yang kebetulan menurut undang-undang diserahkan kepengelolaannya oleh pemda setempat. Dukungan Anda adalah wujud dan sekaligus cermin kepedulian Anda sebagai bangsa yang berdaulat.
Rasanya terlalu naif apabila petisi tersebut akan menyelamatkan nasib 6 ekor beruang madu dan nasib enklosurnya di Sungai Wain. Pemda Kota Balikpapan memiliki otonomi penuh yang memutuskan kelanjutan nasib enklosur beruang madu tersebut. Tetapi petisi ataupun surat publik tadi merupakan bentuk implementasi pendidikan untuk mengajak kepedulian kita semua untuk saling menjaga dan memelihara anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia.
1 comments:
betulll...beruang madu memang adalah salah satu satwa yang harus dilindungi, karena setiap hari populasinya semakin menurun. dibutuhkan perhatian dari segala pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi seluruh warga juga harus ikut berperan dalam menjaga kelestariannya.
Salam
Posting Komentar