29 Juli 2012

ALASAN MOBIL LISTRIK BELUM COCOK DI INDONESIA

Mobil listrik atau electric vehicle merupakan sarana transportasi alternatif yang tidak menggunakan bahan bakar fosil. Diklaim ramah lingkungan dengan zero emission. Ada yang menyebutkan mobil listrik diklaim lebih murah operasionalnya ketimbang kendaraan bermotor konvensional. Pemerintah Indonesia dikabarkan pula berniat untuk memproduksi massal mobil listrik di tahun 2013. Tetapi, mobil listrik hingga beberapa tahun ke depan belum menjadi jawaban bagi kebutuhan transportasi di Indonesia. Berikut alasannya.

Kendaraan berpenggerak listrik (electric vehicle) sebenarnya sudah beberapa tahun ini masuk ke Indonesia. Salah satunya yang sudah beredar di jalan raya adalah motor listrik roda dua yang bentuknya mirip skuter matik (skutik). Di Yogyakarta sendiri, penulis sudah menjumpai pemilik skutik listrik sebanyak 3 orang. Nyaris tidak ada suara dan sama sekali tidak ada gas buang. Pemiliknya hanya perlu melakukan pengisian ulang, ketika tidak sedang dipergunakan. Di bagasi mereka sudah tersedia kabel panjang untuk melakukang charging di lokasi manapun yang tersdia tegangan listrik. Waktu pengisian ulang lumayan lama, sekitar 3-4 jam, tergantung kondisi listrik.

Mobil listrik bekerja dengan prinsip kelistrikan, seperti halnya pada skutik. Tenaganya dipasok dari baterai yang dapat menyimpan listrik. Beberapa hari lalu, proyek mobil listrik yang dipimpin oleh Dasem Ahmadi (atas mandat dari Menteri BUMN) sempat dipamerkan dan diujicoba di depan publik. Sayang sekali, tidak ada ulasan lengkap mengenai tanya jawab perihal mobil listrik. Penulis akhirnya menelusuri artikel untuk mencaritahu segala sesuatu tentang program mobil listrik di berbagai negara. Akhirnya, penulis berkesimpulan, mobil listrik dalam waktu dekat ini belum cocok diaplikasikan di Indonesia. Berikut adalah alasannya.

1. Harganya Sangat Mahal
Jenis mobil listrik yang dipamerkan oleh Dasem Ahmadi (mantan insinyur PT PINDAD) dan Menteri BUMN, Dahlan Iskan rencananya akan dibanderol di atas Rp 200 juta. Harga termurah mobil listrik buatan China bisa mencapai Rp 280 juta. Mobil listrik yang diujicoba di Jakarta dan Bogor tersebut berpenumpang 4 orang, tetapi dalam uji coba hanya mengangkut 2 orang. Itu berarti ekuivalen dengan mobil listrik buatan China yang berpenumpang 2 orang (plus bagasi). Sekedar perbandingan saja, jenis MPV merek Suzuki Ertiga dengan kapasitas mesin sekitar 1.373 cc dibanderol Rp 150-170 juta (tergantung spesifikasi). Motor roda dua bertenaga listrik yang akan beredar di pasaran itu saja akan dibanderol dengan harga di atas Rp 30 juta. Kendaraan matic jenis Suzuki Next dengan bahan bakar Pertamax yang diklaim (RON92) mampu menembus 80 km/liter akan dibanderol dengan harga Rp 12 juta. Untuk 5 tahun ke depan, harga kendaraan berpenggerak listrik masih akan sangat mahal.

2. Harga Komponennya Masih Mahal
Salah satu komponen yang termasuk vital dan butuh penggantian rutin adalah baterai. Jenis baterai yang digunakan dalam uji coba adalah jenis lithium ion yang diimpor dari China. Harga baterai tersebut mencapai Rp 98 juta (harga sudah disubsidi oleh pemerintah). Harga sesungguhnya bisa mencapai Rp 180 juta (HuffingtonPost.com, March 21st 2012). Harga baterai tersebut akan terus bertahan setidaknya sampai 4 tahun ke depan di Indonesia. Kita bulatkan saja harga baterai tersebut menjadi Rp 100 juta. Disebutkan oleh Dasem Ahmadi apabila usia baterai (kondisi pemakaian normal) bisa mencapai 8 tahun. Itu berarti, setiap bulannya harus menabung sebanyak Rp 1 juta. Siapakah yang mau membeli? Apakah bisa dibeli dengan mekanisme kredit/angsuran? Usia baterai lithium ion ditentukan oleh kondisi pemakaian. Baterai yang sering mengalami panas berlebihan (overheating) akan cenderung memperpendek usia pemakaian. Reputasi merek (produsen) juga berpengaruh terhadap kualitas baterai.

3. Infrastruktur Belum Memadai
Mobil listrik membutuhkan pengisian ulang (charging) dengan menempatkan sambungan perangkat kelistrikannya ke sumber listrik tertentu. Pengisian bisa dilakukan di mana saja dengan daya minimal di atas 2.200 watt. Jika tidak, pengisian ulang harus dilakukan di kios pengisian listrik ulang atau Stasiun Pengisian Listrik Ulang (SPLU). Sebagian besar kelistrikan rumah di Indonesia masih menggunakan daya di bawah 2.200 watt atau mayoritas berdaya di bawah kelompok 1.200 watt. Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, bisa dipastikan SPLU hanya akan tersedia di kota-kota besar di Pulau Jawa.

4. Waktu Pengisian Dianggap Lama
Mobil listrik yang akan diproduksi massal di tahun 2013 nanti membutuhkan waktu pengisian ulang (recharging) antara 5-6 jam. Pengisian ulang tersebut diasumsikan dilakukan di rumah dengan tegangan di atas 2.200 watt. Sekalipun baterai menunjukkan indikator separuh daya, tetapi pengisian akan tidak banyak berbeda memakan waktu dengan pengisian penuh. Teknologi pengisian cepat (quick charging) belum tersedia di pasaran untuk diaplikasikan di rumah, kecuali hanya bisa dilakukan di SPLU tertentu. Teknologi pengisian ulang cepat saat ini yang diciptakan oleh Jepang mampu memangkas waktu pengisian ulang listrik menjadi hanya 20 menit. Perangkat pengisian cepat tersebut baru akan diproduksi massal di tahun 2017 (Sumber: DapurPacu). Tentu saja harganya tidak akan bersahabat dengan kantong orang Indonesia. Pengisian paling cepat saat ini baru mencapai antara 40-60 menit untuk jenis baterai lithium ion standar yang digunakan mobil jenis city car. Sekedar diketahui, pengisian cepat membutuhkan baterai khusus yang lebih tahan terhadap panas yang harganya tentunya jauh lebih mahal.

5. Terlalu Banyak Stop & Go
Kemacetan telah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di Indonesia. Mobil listrik kurang cocok apabila dikendarai di wilayah yang sering terjadi kemacetan. Banyaknya kondisi pemberhentian (stop & go) akan semakin mengurasi tenaga baterai, sama halnya dengan kendaraan konvensional. Sebenarnya pula faktor kemacetan yang menjadi salah satu penyebab mogoknya mobil listrik saat diujicoba oleh Menteri BUMN. Motor listrik memelurkan tenaga yang lebih besar untuk menggerakkan kendaraan dari kondisi diam. Besarnya tenaga akan semakin berkurang ketika telah terjadi gaya dorong ke depan yang lebih dominan daripada gaya dorong ke bawah.

6. Mobil Listrik Lebih Mahal Operasionalnya
Dasem Ahmadi sempat membeberkan perhitungan betapa murahnya ongkos operasional mobil listrik, ketimbang menggunakan kendaraan konvensional. Dengan diasumsikan menggunakan listrik non subsidi sebesar Rp 1.200/kw, maka untuk baterai dengan kapasitas 21 kw akan membutuhkan ongkos pengisian penuh sebesar Rp 21 x Rp 1.200 = Rp 25.200 (Times Healthland, 23 Juli 2012). Jika hanya digunakan untuk keperluan kerja, setidaknya (minimal) harus dilakukan pengisian ulang setiap hari yang berarti mengeluarkan ongkos sebesar Rp 25.200 x 22 hari = Rp 554.000/bulan (30 hari dikurangi hari libur). Sebagai catatan, mobil listrik tadi digunakan untuk satu tujuan tertentu pulang-pergi, sehingga cukup hanya melakukan pengisian ulang sekali dalam sehari. Daihatsu Xenia yang berkapasitas mesin 1.300 cc dan kapasitas bensin 40 liter akan menghabiskan bensin (jenis Pertamax) sekitar Rp 380.000. Untuk jarak pemakaian dan kondisi yang sama dengan mobil listrik diperkirakan akan menghabiskan sekitar 68 liter setiap bulan atau sebanyak Rp 9.500 x 68 liter = Rp 646.000/bulan. Hanya berselisih lebih mahal sekitar Rp 92.000 atau kurang dari Rp 100.000 dengan mobil listrik. Tarif listrik (TDL) besar kemungkinan akan naik dalam waktu dekat atau dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Perlu diketahui pula, pemilik mobil listrik tadi harus menabung setiap bulannya paling tidak sebesar Rp 1 juta (tabungan untuk membeli baterai yang harganya mencapai Rp 98 juta) yang berarti ongkosnya menjadi Rp 1.554.000/bulan. Beberapa sumber menyebutkan, ongkos operasional mobil listrik bahkan lebih mahal ketimbang mobil berbahan bakar gas (NewYorkTimes.com, April 15th 2012).

7. Diragukan Lebih Bersih Lingkungan
Fakta mobil listrik yang dianggap lebih ramah lingkungan tidaklah sepenuhnya benar. Sebuah studi di China menyebutkan apabila emisi karbon diperlihatkan semakin meningkat signifikan setelah China membuka pasar kendaraan berpenggerak listrik (electric vehicle) sejak beberapa tahun yang lalu. Sebanyak 85% dari energi listrik di negeri Panda tersebut dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil di mana 95% di antaranya berasal dari batu bara (Times Healthland, February 14th 2012). Kasus program mobil listrik di Jepang saja sempat mengkhawatirkan sejumlah aktivis anti nuklir di mana program tersebut dikhawatirkan akan mendorong pemerintah Jepang menghidupkan kembali program PLTN jangka panjang. Untuk kasus di Indonesia saja, sebagian besar listrik yang dipasok oleh PLN berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti solar, gas alam, dan batu bara.

Penutup
Kendaraan listrik (electric vehicle) merupakan implementasi dari suatu teknologi pengganti bahan bakar fosil. Sejak pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-20, mobil listrik ini pun sempat mengundang kontroversi. Padahal ketika itu masih belum ada ditemukan mobil yang efisien, sebelum akhirnya Henry Ford memperkenalkan seri terbaru kendaraan bensin dengan pembakaran yang lebih sempurna dan murah. Faktor harga pula yang akhirnya membuat mobil listrik di masa itu semakin ditinggalkan dan dilupkan hingga usainya Perang Dunia II. Kendala-kendala mobil listrik di awal abad ke-20 bisa dikatakan hampir tidak berbeda dengan masa sekarang ini. Teknik pengisian ulang di masa itu belum dikenal, sehingga harus dilakukan penggantian baterai. Harga mobil listrik seperti buatan Thomas A. Edison pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas. Jarak tempunya pun terbatas dan sulit diduga masa habis daya baterainya.


Sumber: Wikipedia

Sebagai teknologi, tentunya kendaraan berpenggerak listrik yang saat ini sudah beredar di pasaran masih berada dalam tahap pengembangan. Seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan tergantung dari prospek pasar. Riset dan pengembangan tersebut dibiayai oleh pasar melalui mekainsme bisnis. Itu sebabnya yang mendorong pemerintah di berbagai negara industri campur tangan dengan memberikan insentif maupun subsidi untuk mendongkrak riset dan pengembangan kendaraan berpenggerak listrik. Begitu pula dengan Indonesia yang seharusnya menitikberatkan pada kebijakan untuk mendorong pengembangan industri komponennya, seperti baterai, motor listrik, dan komponen lainnya.

27 Juli 2012

Republik BlackBerry: Apakah Pantas?

Pengguna BlackBerry tentu akan sangat bangga dan senang membaca tajuk dan judul di atas. Gelar republik atau negara Blackberry sudah sepantasnya disandangkan ke masyarakat (konsumen smartphone) Indonesia. Negara BlackBerry atau BlackBerry Nation sebenarnya sudah pernah terucap oleh petinggi RIM (Research in Motion) di Kanada terhadap Indonesia. Sejauh mana kita masyarakat atau konsumen Indonesia pantas mendapatkan julukan tersebut?

Penjualan Gadget RIM Terbesar
Terhitung sejak tahun 2005 lalu, Indonesia sudah bisa disebut negara yang paling banyak menggunakan produk RIM (BlackBerry). Pada tahun tersebut, jumlah pengguna BlackBerry di Indonesia telah menyalip jauh di atas jumlah pengguna BlackBerry di Amerika Serikat. CEO RIM yang belum lama diangkat di awal tahun 2012 lalu agak malu menyebutkan nama Indonesia. Baru setelah mendapatkan tekanan eksternal di bursa efek WallStreet, salah satu CEO berujar Indonesia merupakan pasar terbesar penjualan produk BlackBerry di dunia.

Sebutan ‘BlackBerry Nation’ sendiri terucap dari salah satu petinggi RIM setelah mengetahui adanya kericuhan penjulan BB pada akhir tahun 2011 (BBC News, March 29th, 2012, 15.03 GMT). Kejadian tersebut terjadi mendapatkan respon dari berbagai media asing dengan menyebutkan istilah ‘BlackBerry Nation’ bagi Indonesia (Tribun News, 27 November 2011, 14.15 WIB). Atas kejadian tersebut, petinggi RIM di Kanada menaruh harapan besar bagi konsumen Indonesia yang dianggap mampu mendongkrak harapan dan optimisme RIM di tahun 2012 (DetikNet, 31 Mei 2012, 16,35 WIB). RIM masih memiliki pelanggan loyak di seluruh dunia, tetapi konsumen Indonesia yang dianggap paling memberikan andil membuat perusahaan yang bermarkas di Kanada tersebut masih eksis hingga saat ini.


Antre Pembelian BlackBerry Bellagio di Jakarta (Kompas, 25 November 2011)

Jumlah pengguna BlackBerry di Indonesia pada tahun 2011 lalu diperkirakan telah mencapai di atas 5 juta pengguna (DetikNet, 26 Juli 2012, 18.49). Angka yang cukup fantastis, jika dibandingkan dengan India dengan jumlah penduduk yang jauh lebih besar, tetapi hanya memiliki jumlah pengguna sekitar 1,3 juta pengguna BlackBerry.Di bulan Mei 2012 lalu, pangsa pasar (market share) BlackBerry di Indonesia telah menempati posisi 54% yang berarti menjadi smartphone paling banyak dibeli masyarakat Indonesia.

Apa Yang Diberikan RIM Untuk Indonesia?
Sejauh ini, RIM hanya bisa mendirikan kantor perwakilannya di Jakarta dan pusat pelayanan terpadu di Jakarta dan Bandung. Kantor perwakilan itu pun hanya menyewa gedung (ruang perkantoran). Tidak seperti menggambarkan kantor perwakilan di negara pengguna produk RIM terbesar di dunia. Keberadaan kantor perwakilan tersebut muncul setelah ada desakan dari Kementrian Kominfo RI. Gagasan untuk mendirikan akademi atau sekolah teknologi informasi khusus belum pula bisa terwujud. Pusat pelayanan terpadu di Jakarta dan Bandung didirikan untuk mengantisipasi banyaknya pengguna produk RIM di kedua wilayah tersebut.

Sejak tahun 2006, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengajukan permintaan kepada pihak RIM untuk membuat pabrik perakitan BlackBerry di Indonesia. Berulangkali permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi dengan berbagai alasan teknis. Permintaan pemerintah Indonesia sangat masuk akal, karena sejak tahun 2005, Indonesia adalah pengguna produk RIM paling banyak di dunia. Pada akhirnya, RIM memutuskan untuk mendirikan pabrik perakitan BlackBerry di Malaysia (Penang), serta sudah beroperasi pada tahun 2010. Ironisnya, Malaysia bisa dikatakan paling sedikit memiliki jumlah pengguna produk RIM yang sebagian besar dikuasai oleh pasar smartphone berbasis Android dan iOS.

Mengenai permintaan untuk memindahkan atau menempatkan server di Indonesia juga tak kalah peliknya. Berulangkali pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kominfo RI meminta RIM untuk menempatkan server data atau layanan servernya di Indonesia. Pemerintah Indonesia masih menggunakan alasan yang sama, yaitu fakta jumlah pengguna terbesar di dunia. Alasan lain mengenai server, karena isu keamanan yang tidak bisa diterobos oleh otoritas keamanan di Indonesia (kasus teroris di Mumbay, India). Sekali lagi, RIM tidak memberikan tanggapan atas permintaan pemerintah Indonesia tersebut. Berulangkali pula pihak otoritas keamanan di dalam negeri meminta akses data, tetapi selalu mendapatkan penolakan. Alhasil, pada tahun 2012 ini, RIM membangun server data di India atas tekanan pemerintah India (DetikNet, 21 Februari 2012, 12.36 WIB). Setahun sebelumnya, RIM sudah lebih dulu membangun server pendukung (router) di Singapura (Kompas Techno, 9 Desember 2011, 10.00 WIB).

Pakar teknologi informasi, Onno W Purbo pernah merekomendasikan kepada pemerintah agar meminta RIM mendirikan sekolah khusus di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi fakta apabila Indonesia yang paling banyak mengirimkan finalis dalam ajang lomba inovasi pengembang atau RIM Development Contest (Devcon). Sekolah teknologi tersebut akan memiliki fungsi yang cukup luas, bukan hanya untuk keperluan teknologi produk RIM, melainkan teknologi informasi smartphone secara keseluruhan. Sayangnya, sekalipun usulan tersebut telah disampaikan ke pihak RIM di Kanada, hingga saat ini belum ada kepastian atau konsep yang jelas mengenai realisasinya di masa mendatang.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan, apabila RIM tidak banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Indonesia, kecuali tetap membiarkan masyarakat Indonesia menjadi konsumennya.

Belajar Dari Masyarakat Korea Selatan
Korea Selatan merupakan salah satu negara industri maju di Asia yang memiliki nama-nama perusahaan kelas dunia. Sebut saja, seperti Samsung, Hyundai, Daewoo, Kymco, dan lain sebagainya yang produknya tersebar di berbagai penjuru dunia. Bisa dikatakan mereka sudah mendunia di segala bidang, mulai dari kebudayaan, teknologi, hingga teknologi militer. Sekalipun sudah lama menjadi sebuah negara, tetapi Korea Selatan baru bisa dikatakan mulai mengejar ketertinggalan setelah Perang Korea. Baru setelah 30 tahun kemudian Korea Selatan mulai mencatatkan namanya sebagai salah satu Macan Asia yang sejajar dengan Jepang. Korea Selatan yang bisa dikatakan tidak memiliki sumber daya alam itu bisa dikatakan telah menjadi negara yang mandiri di segala bidang.

Kesuksesan bangsa Korea Selatan menjadi Macan Asia tidak terlepas dari dukungan sikap moral masyarakatnya. Di Seoul (ibukota Korea Selatan), akan sangat sulit untuk menemukan produk-produk merek lain, kecuali produk buatan negara itu sendiri. Masyarakat Indonesia mungkin masih ingat dengan kedatangan Super Junior (Suju) beberapa waktu yang lalu. Super Junior merupakan produk dari hasil kampanye kemandirian nasional mereka yang sudah ditanamkan sejak lama. Seluruh produk-produk Korea Selatan dibesarkan sendiri oleh masyarakat mereka sendiri. Sebut saja, mulai dari drama Korea, film Korea, musisi Korea, Samsung, Hyundai, Foxconn, dan lain sebagainya. Masyarakat di Korea Selatan punya cara berpikir, “Jika bisa membuat sendiri, mengapa harus bergantung pada impor?”. Perlu diketahui, apabila Korea Selatan termasuk negara yang menganut prinsip neoliberal.

Kemandirian Nasional Adalah Pilihan
Platform nasional untuk mewujudkan kemandirian sesungguhnya sudah diperkenalkan sejak oleh para bapak pendiri republik ini. Gagasan tersebut sempat dituangkan ke dalam konsep kemandirian yang disebut negara yang berdiri di atas kaki sendiri atau “Berdikari”. Tidak berlebihan dan sangat masuk akal ketika para bapak mengkonsepkan gagasan tersebut. Indonesia memiliki cukup banyak sumber daya dalam jumlah yang melimpah yang dapat menjadi modal untuk menjadi negara industri maju.

Mengenai teknologi smartphone, bangsa Indonesia sebenarnya cukup mampu untuk membuatnya sendiri. PT INTI adalah salah satu BUMN yang sekarang ini mendapatkan kepercayaan untuk merakit sejumlah seri smartphone maupun tablet berbasis Android (DetikNet, 24 April 2012, 09.43 WIB). Tidak hanya itu, PT INTI mendapatkan kepercayaan pula untuk bermitra merakit smartphone merek impor yang berbasis Android. Kualitasnya masih tergolong low-end, tetapi setidaknya menjadi bukti apabila Indonesia setidaknya sudah memiliki basis industri teknologi informasi (Kabar BUMN, 27 Juli 2012). Pembaca bisa mengunjungi salah satu posting tentang produksi smartphone oleh PT INTI (klik di sini untuk masuk ke posting PT INTI).


Sumber: Kabar BUMN

Tahun 2000 bisa dikatakan dimulainya persaingan handphone di Indonesia yang berasal dari berbagai merek. Ketika itu, Nokia adalah handphone yang paling banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Samsung turut pula masuk ke dalam pasar pesaingan, tetapi produknya kurang begitu diminati, karena bentuknya yang dianggap kaku, serta fiturnya yang masih kurang atratif. Agar diketahui oleh pembaca, Samsung di masa itu kalah populer dibandingkan merek handphone yang harganya lebih mahal, seperti Motorolla ataupun Sony (Jepang). Sekalipun demikian, Samsung masih tetap menjadi ponsel nomor satu di Korea Selatan, bahkan lebih unggul daripada seri Nokia yang harganya lebih murah. Akhir tahun 2011 lalu, Samsung menempatkan dirinya mengalahkan pesaing terdekat smartphone, yaitu iPhone (Apple).

Sungguh ironis apabila berbicara mengenai kemandirian nasional di kalangan pejabat publik dari pusat hingga daerah. Mereka semua adalah client RIM yang paling loyal, bahkan hingga seluruh keluarga mereka. Sulit rasanya mengharapkan bisa melihat pejabat publik menggunakan smartphone buatan lokal. Tidak sedikit dari anggota DPR RI pernah ditemukan mengenakan jenis BlackBerry Porche yang harganya mencapai di atas Rp 32 juta. Salah satu politikus dari parpol penguasa dan sekaligus pejabat legislatif (DPR RI) ditemukan membagi-bagikan (gratis) BlackBerry kepada pendukungnya. Semakin ironis lagi, salah satu anggota keluarga Presiden RI menjadi public figure iklan BlackBerry Indonesia. Sayangnya pula, produk smartphone dan tablet keluaran BUMN PT INTI justru tidak dipromosikan oleh menterinya yang lebih senang memamerkan BlackBerry.

Konsumen atau masyarakat bebas untuk memilih apapun yang dianggap rasional dalam memenuhi kebutuhannya. Begitu pula dengan kemandirian nasional adalah suatu pilihan. Onno W Purbo pernah berujar, apabila bangsa Indonesia diyakin mampu untuk menjadi bangsa yang besar, bukan menjadi bangsa konsumen. Jika kita mau merenungkan kembali, Indonesia sedikit pun tidak memiliki icon nasional yang menjadi icon dunia. Malaysia boleh berbangga dengan nama Petronas yang menjadi salah satu sponsor utama balap bergengsi Formula 1 maupun MotoGP. Thailand boleh pula berbangga dengan logo Red Bull yang ditemukan di berbagai penjuru dunia. Thailand pula sudah memiliki Thai Boxing yang kini menjadi simbol olah raga kick boxing dunia. Singapura dengan patung singa sudah sejak lama menjadi icon internasional. Sekedar informasi saja, Indonesia memiliki seluruh bahan baku yang diperlukan untuk membangun industri smartphone. Indonesia pula yang selama ini turut memasok bahan baku pembuatan prosesor, komponen elektronika, baterai lithium, dan masih banyak komponen industri teknologi lainnya. Sekali lagi, kemandirian adalah mengenai pilihan.

Perbandingan Pengguna Smartphone Berdasarkan Sistem Operasi

Ada dua cara untuk melihat pangsa pengguna smartphone, yaitu berdasarkan data penjualan dan berdasarkan penggunaan sistem operasi (mobile OS). Di sini akan diulas data yang dihimpun dari StatCounter untuk mengetahui jumlah pengguna smartphone berdasarkan sistem operasinya. StatCounter melacak berdasarkan akses internet, sehingga akan mereduksi pola kesamaan berdasarkan IP Address smartphone. Ulasan akan dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu pengguna di seluruh dunia, Asia, dan Indonesia.

BlackBerry merupakan jenis ponsel pintar atau smartphone yang dioperasikan dengan menggunakan sistem operasi (operating system atau OS mobile). Seperti halnya pada komputer, sistem operasi tersebut akan mengatur keseluruhan manajemen data, aplikasi, dan fungsi maupun fitur smartphone. OS BlackBerry termasuk jenis OS tertutup, seperti OS Windows Mobile dan iOS (iPhone), SymbianOS, dan lain sebagainya. Satu-satunya yang menggunakan platform terbuka hanya Android (Google). Di sini akan diulas data dari periode bulan Maret 2011 hingga Juni 2012 dari GlobalStat StatCounter.

Pengguna Smartphone Dunia

Pengguna SymbianOS (Nokia) yang semula menguasai jumlah pengguna terlihat mulai mengalami penurunan drastis sejak bulan Maret 2012, bahkan grafiknya terlihat di bawah pengguna Android dan iOS sejak bulan April 2012. Pengguna iOS (iPhone) yang semula sempat mengalami penurunan sejak bulan Januari 2012 mulai menanjak di bulan Agustus 2011 hingga Juni 2012. Pengguna Android terlihat terus mengalami tren peningkatan sejak Maret 2011 hingga Juni 2012. Posisi jumlah pengguna Android terlihat lebih besar ketimbang iOS pada bulan April 2012. Sejak bulan Maret 2011 (dan periode sebelumnya), tren pengguna BlackBerry OS terus menunjukkan tren penurunan di level dunia, bahkan jauh di bawah Series 40 pada bulan Juni 2012.

Pengguna Smartphone Asia

Setelah sebelumnya mengalami fluktuasi, jumlah pengguna SymbianOS (Nokia) mulai memperlihatkan tren penurunan sejak bulan Desember 2011. Sekalipun terus mengalami penurunan, jumlah pengguna SymbianOS masih lebih tinggi dibandingkan kelompok pengguna sistem operasi mobile lainnya hinga bulan Juni 2012. Jumlah pengguna Android di Asia masih mmperlihatkan tren meningkat di sepanjang periode hingga bulan Juni 2012. iOS (iPhone) nampaknya kurang mendapatkan tempat yang istimewa di Asia di mana grafik jumlah pengguna iOS di Asia terlihat berfluktuatif di bawah jumlah pengguna Samsung OS. Cukup mengejutkan, Series 40 mampu melampaui jumlah pengguna Android, Samsung, ataupun iOS sejak bulan Maret 2012. Mengenai jumlah pengguna BlackBerry OS terlihat terus menurun trennya sejak bulan Juni 2011 hingga May 2012 di mana hanya peningkatan yang relatif rendah pada bulan Juni 2012. Bisa dikatakan jumlah pengguna BlackBerry OS di Asia masih jauh di bawah SymbianOS, Android, Samsung, dan iOS.

Pengguna Smartphone di Indonesia

Sekalipun mengalami fluktuasai yang begitu dinamis, jumlah pengguna SymbianOS di Indonesia nampaknya masih menempati peringkat pertama dari bulan May 2011 hingga Juni 2012. Tren penurunan jumlah pengguna SymbianOS baru mulai terlihat sejak bulan Desember 2011. Jumlah pengguna BlackBerryOS sempat menempati peringkat kedua antara bulan Maret 2011 hingga Juli 2011. Tren penurunan jumlah pengguna BlackBerry OS mulai terlihat sejak bulan Mei 2011 hingga Mei 2012 di mana pada bulan Juni 2012 sempat mengalami kenaikan 4,45%. Sekalipun masih di bawah jumlah pengguna SymbianOS, tetapi jumlah pengguna Android di Indonesia terus memperlihatkan tren meningkat sejak bulan Maret 2011, bahkan jauh di atas jumlah pengguna BlackBerry OS pada bulan Agustus 2011. iOS (iPhone) nampaknya kurang banyak diminati di Indonesia. Jumlah pengguna iOS seperti pada grafik di atas diperlihatkan masih di bawah jumlah pengguna BlackBerryOS maupun Android di sepanjang periode.

Sayangnya pihak GlobalStat Statcounter tidak memberikan perincian data aktual mengenai jumlah pengguna untuk masing-masing kriteria. Dari pihak GS StatCounter hanya menghimpun dari sejumlah halaman yang paling sering dikunjungi (pageviews) dari sekitar 3 juta website yang mereka amati. Sekalipun demikian, reputasi GS StatCounter sebagai pihak independen cukup bisa digunakan sebagai rujukan untuk mengetahui perkembangan teknologi informasi di dunia.

25 Juli 2012

PERBANDINGAN KEKUATAN MILITER INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA (UPDATE 2012)

Salah satu fungsi utama dari keberadaan militer di suatu negara adalah untuk mengisi peran pertahanan dan menjaga kedaulatan wilayah. Berada tepat di tengah dua samudera dan dua benua, Indonesia merupakan negara yang sarat akan ancaman. Berbentuk negara kepulauan terbesar, Indonesia pula merupakan negara yang sebagian besar celah pertahanannya berada di kawasan lautan. Bagaimanakah perbandingan kekuatan militer Indonesia dengan negara-negara tetangga? Berikut ulasan yang diambil dari situs Global Fire Power 2012 untuk memberikan gambaran perbandingan kekuatan militer di tingkat regional.

Beberapa Indikator Kekuatan Militer
Kekuatan militer (fire power) meliputi segala aspek alat negara dan sumber daya yang terdapat di suatu negara yang dapat difungsikan dengan segera untuk keperluan perang. Perangkingan kekuatan militer yang dilakukan oleh Global Fire Power (GFP) berdasarkan penilaian atas sejumlah indikator kekuatan militer, yaitu:
1. Personil
2. Sistem Persenjataan (Alutsista)
3. Kekuatan Maritim
4. Kekuatan Logistik
5. Sumber Daya Alam
6. Kekuatan Geografis
7. Kekuatan Keuangan (Finansial)
8. Lain-lain (Pendukung)
Masing-masing indikator memiliki beberapa sub indikator yang akan membentuk kekuatan inti pertempuran. Cukup menarik, kekuatan maritim dipisahkan dari kekuatan alutsista (poin nomor 2). Hal ini sebenarnya berkaitan dengan latar belakang politik pertahanan di suatu negara berupa ofensif atau defensif di mana seluruh permukaan bumi lebih banyak diliputi oleh wilayah perairan. Strategi militer dan pertahanan nantinya akan mengkombinasikan keseluruhan unsur (indikator) tersebut untuk menjadi sebuah kekuatan untuk mendukung sikap politik, termasuk apabila diputuskan untuk menyatakan perang dengan negara lain.

Dalam doktrin Hankamrata disebutkan apabila salah satu bentuk ancaman atas kedaulatan wilayah akan memperhitungkan dari ancaman regional atau ancaman kawasan. Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara yang berdampingan pula dengan Australia. Dalam hal ini, setidaknya terdapat 5 negara yang berpotensi menjadi ancaman kedaulatan, yaitu Australia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Hal ini berdasarkan pada fakta apabila Indonesia masih memiliki masalah berupa persengketaan perbatasan dengan dengan negara-negara tetangga. Persengketaan perbatasan akan sangat memungkinkan untuk memicu terjadinya pergesekan (di perbatasan) yang dapat memicu terjadinya perang.

Dari 8 kekuatan kunci militer suatu negara, kemudian dibuatkan menjadi 8 unsur yang secara langsung akan berpengaruh terhadap keputusan perang, yaitu:
1. Kekuatan Personil
2. Kekuatan Udara
3. Kekuatan Darat
4. Kekuatan Laut
5. Kekuatan Logistik
6. Kekuatan Sumber Daya Alam
7. Kekuatan Finansial
8. Keunggulan Geografis
Kekuatan udara, laut, dan darat sudah mulai diuraikan, karena akan berperan dalam pengembilan keputusan dan strategi militer dalam jangka pendek (menjelang perang). Perbandingan kekuatan militer yang akan diulas berikut ini berdasarkan 8 kekuatan kunci militer yang berperan dalam pengambilan keputusan perang.

Kekuatan Personil (Personnel)
Dengan dukungan jumlah penduduk yang paling besar, Indonesia nampaknya cukup unggul untuk menopang kekuatan personil. Hal ini terlihat di seluruh sub personil berselisih cukup signifikan dengan negara-negara tetangga. Indonesia masih memiliki peluang yang cukup besar untuk mewujudkan bentuk perang gerilya, termasuk pertempuran kota, apabila pertahanan terluar berhasil ditembus dan dikuasai musuh.


Kekuatan Udara (Air Power)
Ada 3 sub kekuatan udara, yaitu total pesawat militer (seluruh jenis pesawat militer), jumlah helikopter, dan lapangan udara. Berdasarkan banyak pesawat militer, Thailand terlihat lebih unggul dengan jumlah pesawat militer yang mencapai 913 unit. Thailand pun cukup unggul untuk jumlah helikopter yang paling banyak, yaitu 443 unit. Indonesia bisa dikatakan cukup unggul dengan memiliki lebih banyak lapangan udara yang berfungsi sebagai pangkalan militer atau dapat difungsikan menjadi pangkalan militer. Deskrispi mengenai kekuatan udara masih terlalu abstrak, karena pesawat militer itu sendiri terdiri atas pesawat tempur, pesawat pembom atau pesawat terpedo, pesawat pengintai, dan pesawat transport. Indikator yang dituliskan pun masih memungkinkan bias dalam memberikan gambaran kekuatan udara.


Kekuatan Darat (Land Army)
Ada 10 kunci dalam mengukur/mengetahui (potensi) kekuatan darat dalam suatu pertempuran. Di dalamnya berisikan keseluruhan bentuk sistem persenjataan darat, termasuk kendaraan logistik. Keseluruhannya akan sangat dibutuhkan dalam pertempuran darat yang akan menghadapi musuh darat maupun musuh dari udara. Uniknya, Singapura yang merupakan negara dengan luas wilayah paling kecil justru cukup dominan memiliki unsur-unsur kekuatan darat, kecuali untuk kendaraan logistik (logistical vehicles). Banyaknya kendaraan logistik yang dimiliki Australia berkaitan dengan fungsi militer Australia yang sering dimanfaatkan untuk pasukan perdamaian (PBB) dan tidak tertutup kemungkinan difungsingkan untuk keperluan dukungan operasi ofensif. Indonesia yang memiliki banyak pulau dengan total luas nomor dua setelah Australia justru terlihat kurang serius memperkuat kekuatan darat. Lihat saja, sekalipun Malaysia memiliki jumlah tank lebih sedikit dari Indonesia, tetapi Malaysia memiliki senjata anti tank jauh lebih banyak dan lebih moderen.


Kekuatan Laut (Naval Power)
Kekuatan laut menjadi kunci atas setiap kemenangan pertempuran yang menentukan jalannya sejarah. Ada 10 unsur yang membentuk kekuatan laut menurut versi GFP seperti yang dilihat pada gambar di bawah. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan luas wilayah laut paling besar di Asia Tenggara, Indonesia nampaknya justru tidak memiliki keunggulan yang signifikan. Jumlah kapal pengangkut militer (merchant marine) masih di bawah Singapura. Jumlah kapal militernya (total navy ships) pun masih dibawah Thailand. Indikator di sini memang masih terlalu abstrak, karena kekuatan kapal selam (submarines) Indonesia merupakan kapal perang teknologi 1980 yang telah diremajakan. Lain ceritanya dengan kapal selam milik Malaysia yang dibeli pada tahun 2000an. Filipina bisa dikatakan cukup unggul dalam patroli laut/perairan dengan dukungan 128 kapal patroli laut (patrol craft). Australia terlihat lebih unggul untuk melakukan serangan laut jarak jauh dengan dukungan 12 kapal perang jenis fregat dan 8 kapal pendaratan amfibi. Sekali lagi, angka-angka di atas masih terlalu abstrak, karena saat ini sudah ada masuk kapal perang generasi terbaru yagn seharusnya dipisahkan berdasarkan aspek teknologinya.


Kekuatan Logistik (Logistical)
Kekuatan logistik yang dimasukkan ke dalam daftar berikut ini merupakan segala bentuk sumber daya yang dengan segera dapat dipersiapkan untuk mendukung pertempuran langsung. Indonesia bisa dikatakan memiliki keunggulan dalam aspek kekuatan logistik dengan melihat banyaknya angkatan kerja (labor force) yang paling tinggi. Panjang akses jalan raya maupun kereta api tidak selalu signifikan ukuran yang terlihat, karena tergantung dengan luas wilayah dan kondisi pulau atau kepulauan. Dengan memiliki kekuatan angkatan kerja yang dapat difungsikan menjadi militer atau paramiliter, setidaknya Indonesia masih akan memiliki kekuatan untuk melakukan strategi gerilya dan perang perkotaan yang paling sulit, ketika musuh telah masuk menembus ruang wilayah pertahanan di daratan.


Kekuatan Sumber Daya Alam (Resources)
Setiap pertempuran akan membutuhkan sumber daya alam (energi), terutama untuk keperluan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Situasi perang akan menyebabkan orientasi pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat sipil akan dialihkan untuk keperluan militer. Di sinilah salah satu kunci kekuatan dalam pertempuran, yaitu kekuatan negara dalam menguasai sumber daya alamnya. Australia terlihat memiliki keunggulan dari aspek penguasaan sumber daya alam. Dengan cadangan minyak bumi (proven reserves) sebanyak 3,3 miliar barel dan jumlah penduduk sekitar 22 juta jiwa, Australia masih memungkinkan bertahan cukup lama dalam kondisi perang dengan ketersediaan minyak di dalam negerinya. Sekalipun Indonesia dikatakan memiliki paling banyak cadangan minyak, tetapi jumlah penduduknya pun cukup besar, yaitu mencapai di atas 240 juta jiwa dengan konsumsi per hari di atas 1 juta barel. Data mengenai minyak bumi di sini tidak sepenuhnya valid, tetapi setidaknya menggambarkan kemampuan bertahan suatu negara dalam kondisi perang.


Kekuatan Finansial (Financial)
Perang ataupun persiapannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, serta membutuhkan kemampuan pengelolaan keuangan nasional yang memadai. Ada 3 unsur di dalam kekuatan finansial, yaitu anggaran pertahanan (defense budget), cadangan devisa dan emas (reserve of foreign exchange and gold), dan kemampuan pembayaran (purchasing power). Unsur yang paling perlu dipehatikan adalah cadangan devisa dan belanja pertahanan. Dari dua unsur tadi, Singapura lebih unggul dengan memiliki cadangan devisa maupun belanja pertahanan paling besar. Ini berarti Singapura memiliki peluang lebih besar untuk mempersiapkan suatu perang ataupun membiayai peperangan. Indonesia memiliki kemampuan pembelian paling besar di antara negara-negara yang diperbandingkan di sini. Ini berarti, dari sisi finansial, Indonesia memiliki peluang yang paling besar untuk mentransformasikan aset-aset ekonominya dalam membiayai dan mempersiapkan perang. Sekalipun demikian, kemampuan pembelian membutuhkan waktu dan mekanisme politik yang tidak semudah mentransfer pembiayaan seperti pada cadangan devisa dan belanja pertahanan.


Keunggulan Geografis (Geographic)
Salah satu kekuatan militer yang dibutuhkan dalam peperangan adalah keunggulan geografis. Keunggulan tersebut dapat menjadi celah pertahanan atau sebaliknya dimanfaatkan menjadi basis pertahanan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia lebih unggul dalam memiliki luas wilayah perairan (waterways) dan garis pantai (coastline). Auastralia di sini terlihat memiliki luas wilayah daratan paling besar yang berarti dapat dimanfaatkan pula sebagai matra pertahanan di dalam negeri. Adapun di sini ada 3 negara yang memiliki kawasan perbatasan daratan (shared border), yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand.


Data kekuatan militer yang dirilis oleh GFP diambil berdasarkan data yang dihimpun oleh CIA Fact and Statistic. Masih terlalu abstrak untuk dapat diketahui gambaran kekuatan yang kongkrit, karena hanya berbasis pada pendekatan kuantitatif. Segala unsur yang membentuk kekuatan militer di suatu negara bukan hanya mengenai aspek kuantitatifnya, melainkan aspek kualitatif. Misalnya, untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) atau weapon system saat ini sudah berkembang teknologi yang masing-masing terbagi ke dalam periode 10-15 tahun (1 generasi). Masalah lain mengenai keakuratan data misalnya pada kelompok helikopter yang saat ini sudah terbagi ke dalam beberapa fungsi, seperti helikopter angkut logistik/pasukan dan helikopter serang. Fakta lain yang tidak bisa diabaikan pula adalah pengalaman perang di masa lalu yang membentuk cara berpikir dalam membangun strategi militer di saat yang paling mendesak.

Peluang Indonesia
Berdasarkan data di atas, jika terjadi perang dalam waktu dekat dengan negara terbesar di tingkat regional, peluang Indonesia bisa dikatakan kecil untuk bisa bertahan dalam 1 minggu pertama pertempuran. Indonesia memiliki celah yang paling lebar di bagian perairan laut. Dengan mengandalkan kapal patroli sebanyak 31 unit tidak akan cukup apabila tidak didukung oleh kekuatan udara yang memadai. Jumlah kapal fregatnya pun hanya ada 6 unit yang mungkin siap untuk diterjunkan ke dalam pertempuran langsung. Tetapi jumlah kapal fregat tersebut masih jauh di bawah ideal apabila serangan masuk dari berbagai penjuru perbatasan laut. Banyaknya kapal pengangkut militer (merchant marine) sebanyak 1.244 unit (peringkat ketiga) mungkin akan cukup membantu mobilisasi alutsista darat. Keuntungan Indonesia terletak pada kondisi geografisnya yang terdiri atas banyak pulau-pulau besar, sedang, dan kecil. Butuh biaya dan sumber daya yang cukup besar apabila hendak meredam pertempuran dengan Indonesia.

Australia
Australia sebenarnya bukanlah ancaman yang serius, tetapi negara ini dianggap paling siap untuk melakukan konfrontasi (perang) langsung dengan Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga lainnya. Dilihat dari data kekuatan militer di atas, jika pun harus berperang dengan Indonesia, Australia tidak mungkin bisa menguasai seluruh wilayah (pulau), melainkan hanya diprioritaskan untuk menguasai pulau-pulau strategis seperti Pulau Jawa dan Papua. Untuk itu saja, Australia akan menghadapi risiko hilangnya sebagian besar pertahanan di dalam negerinya sendiri. Australia pula tidak akan mengambil risiko dengan mengorbankan seluruh warganya yang siap tempur (manpower fit for service) untuk terjun dalam pertempuran dengan Indonesia. Hanya tersedia sekitar 10 juta personil militer saja tidak akan cukup untuk bisa meredam 129 juta personil militer ataupun tambahan paramiliter apabila terjadi perang gerilya. Dalam sejarah, Australia belum pernah berkonfrontasi sendirian dengan Indonesia. Terakhir kali Australia membantu dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia, tetapi itu pun dengan keterlibatan Inggris. Di tahun 1999 lalu, keterlibatan Australia di Timtim (sekarang Timor Leste) itu pun berada dibalik jubah pasukan perdamaian (UN) yang tentu pula disokong oleh Amerika dan Inggris. Artinya, jika saja posisinya terancam untuk mengambil keputusan perang dengan Indonesia, Australia tidak akan sendirian untuk menghadapi Indonesia.

Malaysia
Dalam sejarah, Malaysia belum pernah melakukan pertempuran head to head dengan Indonesia, tanpa keterlibatan negara lain. Konfrontasi dengan Indonesia di era Soekarno, Malaysia secara terbuka dibantu oleh Inggris dan Australia. Di atas kertas, berdasarkan data yang dirilis oleh GFP di atas, Malaysia pun tidak memiliki superioritas di bidang apapun untuk berperang dengan Indonesia. Malaysia mungkin hanya unggul dalam beberapa hari pertempuran yang kurang dari seminggu. Untuk menguasai Indonesia setidaknya akan membutuhkan waktu lebih dari 1 bulan pertempuran langsung. Persoalan lainnya mengenai masalah kesamaan etnis Melayu yang secara psikologis akan berpengaruh terhadap jalannya pertempuran. Jika pun harus berperang dengan Indonesia, Malaysia tidak akan sendirian menghadapi Indonesia. Sekalipun demikian, Malaysia bisa jadi adalah pemicu untuk masuknya pertempuran besar yang melibatkan banyak negara.

Singapura
Singapura termasuk negara kecil di kawasan Asia Tenggara, tetapi bisa dikatakan memiliki kekuatan alutsista yang cukup memadai untuk peperangan. Negara yang terkenal dengan patung singa tersebut memiliki superioritas dalam kekuatan darat (land army) dan didukung oleh kekuatan finansialnya. Singapura termasuk unggul dalam teknologi seperti pada kekuatan udara dan laut. Tahun depan, sebanyak 2 skadron F-35 akan memperkuat kekuatan udara Singapura. Sekalipun demikian, dengan ketersediaan jumlah personil yang paling sedikit, sangat diragukan seluruhnya sistem persenjataan tersebut akan digunakan untuk menghadapi Indonesia. Dalam hal ini, besar kemungkinan Singapura yang masuk ke dalam kelompok persemakmuran Inggris akan dimanfaatkan oleh pihak lain dalam melakukan pertempuran terbuka dengan Indonesia.

Thailand
Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang saat ini masih mengoperasikan kapal induk (aircraft carrier). Sekalipun sudah berusia tua, tetapi pihak GFP masih mencatat kapal induk tersebut berstatus aktif di mana di atasnya mengusung jenis penyerang taktis seperti Super Entendart (buatan Perancis). Thailand sebenarnya tidak memiliki sejarah konflik tertentu dengan Indonesia, kecuali hanya masalah perbatasan perairan. Tetapi Thailand pernah bergabung ke dalam pakta pertahanan Asia Tenggara, yaitu SEATO yang didalamnya berisikan nama-nama negara Asia Tenggara (minus Indonesia) dan Australia. Saat ini, Thailand bisa dikatakan cukup tergantung atau punya kepentingan ekonomi dengan Indonesia, terutama untuk memasok bahan baku industri dan komponen. Indonesia pula adalah pasar bagi industri Thailand, sehingga tidak tertutup kemungkinan jika di masa mendatang akan beraliansi kembali dengan pakta pertahanan untuk menghadapi Indonesia.

Filipina
Indonesia sebenarnya masih memiliki beberapa sengketa perbatasan perairan dengan Filipina. Sekalipun demikian, Filipina lebih banyak mempersoalkan garis batas perairan dengan China, ketimbang Indonesia. Sejarah Filipina sendiri relatif cukup baik hubungannya dengan Indonesia, bahkan di masa Soekarno. Di antara negara-neagra tetangga yang telah disebutkan sebelumnya, Filipina relatif memiliki ancaman yang sangat kecil dengan Indonesia. Filipina pula sebenarnya turut bersengketa perbatasan perairan dengan Malaysia yang lokasinya tidak berjauhan dengan perbatasan perairan Indonesia. Jika melihat data kekuatan militer Filipina yang dirilis oleh GFP, Filipina termasuk unggul dalam kekuatan personil (setelah Indonesia). Tetapi negara ini sangat tidak memungkinkan untuk melakukan konfrontasi terbuka dengan Indonesia. Melihat kondisi perekonomiannya Filipina saat ini, akan terbuka kemungkinan negara ini mungkin akan berafiliasi dengan sebuah kekuatan besar untuk menghadapi Indonesia. Seperti kejadian di masa lalu dengan menjadikan negaranya sebagai basis pangkalan militer.

Kemungkinan Perang Terbuka
Dengan segala kemungkinan dan potensi kekuatan militer, hanya ada 3 negara yang punya peluang besar untuk perang dengan Indonesia, yaitu Amerika Serikat, China, dan Rusia. Mereka bukan saja diunggulkan oleh unsur-unsur kekuatan militer, tetapi didukung pula oleh segala kemungkinan sumber daya ekonomi di dalam negerinya. Butuh waktu berbulan-bulan lamanya untuk bisa menaklukkan NKRI melalui perang terbuka, jika dilakukan dalam waktu dekat. Indonesia dengan karakteristik kepulauannya memiliki keunggulan dari aspek pertahanan, terutama apabila dilakukan metode perang gerilya. Untuk hanya menaklukkan Irak yang dibantu Inggris dan sekutunya, Amerika Serikat harus menanggung kerugian ekonomi yang cukup lama di dalam negerinya.

Opsi perang terbuka hampir tidak mungkin akan terealisasi dengan Indonesia. Strategi pertempuran moderen saat ini sudah mulai bergeser dari model perang fisik ke perang politik dan intelijen. Mereka akan cenderung menggunakan kekuatan politik luar negerinya untuk menguasai pejabat publik, partai politik, akademisi, institusi jurnalistik, maupun institusi sosial guna mengamankan kepentingan mereka di Asia Tenggara. Bentuk perang moderen lainnya bisa berupa dengan klaim budaya seperti yang belum lama ini dilakukan oleh Malaysia. Transisi budaya dan cara berpikir pun sebenarnya merupakan bentuk perang moderen yang bertujuan untuk menghilangkan identitas budaya nasional. Masih banyak bentuk perang moderen yang melibatkan organisasi intelijen internasional untuk masuk ke dalam sistem politik dan pemerintahan maupun ke dalam sistem sosial dan kemasyarakatan.

Daftar Istilah
Land weapon = persenjataan darat
APC = Armored Personnel Carrier = Kendaraan pengangkut personil
IFV = Infantry Fighting Vehicle = Kendaraan tempur pengangkut personil
Self-Propelled Gun = Semacam howitzer atau kendaraan dengan meriam besar
MLRS = Multiple-Lauch Rocket System = Kendaraan peluncur roket

MENGENAI KISRUH HARGA KOMODITI KEDELAI

Dua hari yang lalu, asosiasi pengusaha tempe dan tahu akan mengancam melakukan aksi mogok produksi, terkait semakin mahalnya harga kedelai di pasaran dalam negeri. Hampir dua per tiga kebutuhan kedelai di dalam negeri dipasok oleh kedelai impor. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor kedelai yang sesungguhnya menjadi penyebab kisruh harga kedelai tak kunjung usai. Apakah yang sesungguhnya menjadi sumber masalah, sehingga masalah kisruh harga komoditi kedelai menjadi polemik yang berkepanjangan? Simak ulasan berikut ini.

Mengenai Tanaman Kedelai
Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong ke dalam rumpung tanaman polong-polongan. Biji kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan makanan pokok khas bangsa Asia bagian Timur, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, hingga ke kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia sudah sejak lama biji kedelai dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tahu dan tempe sebagai salah satu makanan pokok untuk mensuplai kebutuhan protein nabati.


Sumber: Kemenperind.go.id

Ada dua macam jenis tanaman kedelai yang masing-masing memiliki karakteristi sebagai tanaman pangan,yaitu kedelai putih (Glycine max) dan kedelai hitam (Glycine soja). Kedelai putih memiliki biji kedelai berwarna kuning atau putih atau agak hijau. Jenis kedelai putih merupakan jenis tanaman subtropik yang biasanya tumbuh di wilayah China dan Jepang (dan wilayah subtropik lainnya seperti Amerika). Sedangkan kedelai hitam yang memiliki biji kedelai berwarna hitam merupakan jenis tanaman tropik yang ditemukan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kedelai putih yang sebenarnya paling digemari, karena memiliki biji yang lebih besar, serta lebih mudah untuk diolah menjadi tahu ataupun tempe.


Sumber: Kemenperind.go.id

Budidaya jenis kedelai putih sudah pernah dilaksanakan dengan mengembangkan varietas kedelai dari Jepang. Beberapa jenis di antaranya bernama “Ringgit”, “Orba”, “Lokon”, “Darros”, dan “Wilis”. Saat ini sudah cukup banyak jenis sub varietas ataupun kultivar kedelai putih yang telah dikembangkan di Indonesia. Bijinya lebih besar daripada biji kedelai hitam, serta berwarna kehijauan.

Pemanfaatan biji kedelai saat ini sudah semakin meluas, seiring dengan semakin berkembangnya diversifikasi makanan. Kedelai merupakan bahan baku utama untuk pembuatan susu kedelai (soja bean) yang diproduksi oleh rumahtangga maupun industri. Bentuk pemanfaatan lainnya seperti pembuatan tepung kedelai, bahan baku pembuatan kecap (kedelai hitam), pembuatan minyak kedelai (untuk bahan baku industri), taosi, tauco, maupun untuk pembuatan makanan ringan. Perluasan lainnya yang tidak kalah pentingnya, minyak kedelai cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak diesel atau biodiesel. Di Indonesia, sebagaian besar pemanfaatan kedelai digunakan untuk pembuatan makanan dalam bentuk setengah jadi maupun makanan jadi.

Produksi Kedelai di Dalam Negeri
Tanaman kedelai sempat mengalami masa gemilang dengan dicapainya swasembada kedelai pada tahun 1992. Produksi kedelai pada masa itu mampu mencapai angka 1,88 juta ton per tahun, bahkan mendekati 2 juta ton kedelai. Setelah masa reformasi, atas saran dari IMF, pemerintah Indonesia diharuskan untuk melepas campur tangannya dalam tata kelola pertanian untuk tanaman kedelai. Akibatnya, setelah tahun 2000, produksi kedelai di dalam negeri tidak pernah mencapai angka 1 juta ton atau rata-rata hanya mencapai sekitar 0,88 ton. Sementara itu, setelah tahun 2004, rata-rata konsumsi kedelai di dalam negeri telah mencapai di atas 2,6 juta ton. Ini berarti hampir dua per tiga pasokan kedelai di dalam negeri didatangkan dari mekanisme impor.

Tanaman kedelai sebenarnya termasuk jenis tanaman yang relatif mudah untuk dibudidayakan. Pada tahun 2010 lalu, terdapat lebih dari 30 propinsi yang telah tercatat melakukan budidaya dan produksi kedelai secara nasional. Tanaman kedelai membutuhkan jenis lahan kering yang hampir terdapat di seluruh wilayah tingkat propinsi di Indonesia. Produksi kedelai paling tinggi saat ini masih berasal dari Pulau Jawa, yaitu Propinsi Jawa Timur dan Propinsi DI Yogyakarta. Sementara itu, masih ada jutaan hektar lahan yang berpotensi dimanfaatkan atau diberdayakan untuk tanaman kedelai. Misalnya saja, lahan di pulau Kalimantan yang memiliki potensi untuk dijadikan lahan tanaman kedelai bisa mencapai di atas 3 juta hektar.

Pembentukan Harga
Harga kedelai di pasaran domestik dibentuk berdasarkan mekanisme pembentukan harga pokok yang mencerminkan ongkos produksi. Sejak dekade 1990an, tanaman kedelai bisa dikatakan bukan tanaman yang ekonomis. Jenis varietas kedelai yang dibudidayakan oleh petani merupakan jenis yang membutuhkan bibit dan pupuk yang tidak bisa diusahakan sendiri oleh petani. Waktu tanamnya pun cukup lama, yaitu selama 3 bulan atau kurang lebih sama dengan tanaman jagung yang harga jualnya lebih tinggi. Harga kedelai yang murah pada dekade 1990an dikarenakan adanya insentif langsung dari pemerintah dalam bentuk subsidi pupuk dan bibit kedelai.

Pembentukan harga kedelai sebenarnya tidak sederhana, karena harga dibentuk melalui mekanisme produksi dan distribusi. Perlu diketahui, biji kedelai bukan hanya dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tempe ataupun tahu, melainkan sebagai bahan baku pembuatan makanan setengah jadi ataupun makanan jadi lainnya. Biji kedelai pula dimanfaatkan untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Petani bukanlah pihak yang paling menentukan harga akhir, melainkan lebih banyak ditentukan oleh distributor yang sekaligus berperan sebagai spekulan. Dengan masuknya kedelai impor, pihak petani kedelai tidak bisa begitu saja menetapkan harga, sehingga akan membuat biaya oportunitas menanam kedelai menjadi semakin tinggi.

Jika permintaan industri pengolahan makanan dan minuman dianggap lebih tinggi memberikan ekspektasi keuntungan, maka harga kedelai akan menyesuaikan tingkat ekspektasi yang diharapkan oleh pihak pengecer. Misalnya saja, permintaan susu kedelai semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga industri pengolahan susu kedelai diekspektasikan mendapatkan manfaat (keuntungan) atas keberadaan bahan baku kedelai. Para pengecer yang menguasai (dan menonopoli) distribusi kedelai akan menyesuaikan nilai komoditasnya dengan menaikkan harga kedelai. Artinya, harga kedelai yang akan dikonsumsi industri rumah tangga untuk pembuatan tahu dan tempe pun akan terkena imbas kenaikan harga kedelai. Jadi pembentukan harga kedelai bukan hanya berdasarkan pada perhitungan harga pokok produksi, melainkan mempertimbangkan pula biaya distribusi dan tingkat ekspektasi yang dikehendaki oleh spekulan.

Masalahnya menjadi semakin rumit apabila saat ini kedelai termasuk bahan baku pembuatan biodiesel. Di sejumlah negara maju dan negara industri, penggunaan biodiesel yang berasal dari tanaman industri telah semakin meluas. Kedelai termasuk salah satu di antaranya yang cukup banyak dibutuhkan oleh industri pembuatan bahan bakar nabati. Ini berarti akan ada persaingan di sisi permintaan untuk mendapatkan biji kedelai yang akan diolah untuk pembuatan makanan olahan atau pembuatan biodiesel. Dengan keterbatasan pasokan, pihak pengecer dan spekulan hanya akan melepas biji gandum ke pihak yang mau menawarkan harga tertinggi. Inilah dilema bahan bakar nabati yang pada akhirnya mengorbankan kepentingan di negara-negara berkembang dan dunia ketiga.

Salah Kaprah Tentang Neoliberal dan Free Trade
Perdagangan bebas (free trade) sesungguhnya bertujuan untuk mendorong menaikkan efisiensi dan kesejahteraan melalui mekanisme persaingan. Tidak ada sesungguhnya satu pun negara maju dan negara industri yang begitu saja secara latah menerapkan model perdagangan bebas. Perancis dan Inggris memiliki kontrol yang ketat atas komoditi-komoditi impor yang berkenaan dengan komoditi industri rumah tangga. Jepang termasuk yang paling protektif untuk melindungi sektor pertaniannya dari liberalisasi. Amerika Serikat pun memiliki aturan yang ketat, bahkan segala upaya dilakukan negara ini untuk membatasi peredaran barang-barang impor. Perdagangan bebas bukanlah suatu konsep yang kemudian membiarkan harga suatu komoditi ditentukan oleh mekanisme pasar (mekanisme persaingan yang sehat).

Peran pemerintah tetap dibutuhkan dalam mengatur persaingan dan harga komoditi. Pembatasan peran pemerintah tetap dilakukan, tetapi campur tangan pemerintah tetap berlaku untuk komoditi-komoditi strategis. Kontrol pemerintah atas harga komoditi-komoditi strategis tetap diutamakan. Sekitar tahun 1994 pernah terjadi pula kejadian kisruh harga kedelai, tetapi tidak berkepanjangan, karena pemerintah langsung campur tangan untuk mengintervensi harga kedelai di pasar domestik. Prinsip dan pengertian mekanisme persaingan yang sehat atau mekanisme pasar haruslah mengacu pada kepentingan pasar di dalam negeri, bukan kepentingan pasar internasional. Hal ini dikarenakan Indonesia masih memiliki potensi dan kemampuan untuk memproduksi ataupun memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Saatnya Merubah Mindset Kebijakan
Pertanyaannya bukan pada cara atau pilihan untuk kembali ke swasembada, melainkan sejuah mana mampu mewujudkan kebijakan yang berpedoman pada kemandirian nasional. Kekisruhan harga kedelai di akhir bulan Juli 2012 ini mencerminkan betapa rapuhnya kemandirian di bidang pertanian dan tanaman pangan. Persoalannya cukup dilematis, karena paradigma kebijakan terlalu latah mengadopsi mekanisme persaingan yang sehat, sehingga akan semakin mengurangi penguasaan domestik atas aset-aset dan potensi ekonomi nasional. Persoalan pada kisruh harga kedelai bertentangan dengan fakta, apabila Indonesia memiliki lahan yang lebih dari cukup, serta pasar yang dapat menyerap produksi dalam negeri sendiri.

Kemandirian di bidang pertanian dan tanaman pangan tidak bisa terwujud dengan menerapkan begitu saja prinsip mekanisme persaingan yang sehat (mekanisme pasar). Paradigma kebijakan ataupun pembangunan sudah saatnya dikembalikan ke cita-cita pendiri bangsa, yaitu mewujudkan suatu bangsa yang dapat berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Keberpihakan adalah mutlak dibutuhkan sebagai bagian untuk mewujudkan kemandirian nasional. Keberpihakan di sektor pertanian bukan semata dengan menyediakan lahan, tetapi dukungan pada aspek operasional (produksi), kepastian usaha, dan informasi pasar. Sebagai gambaran, seluruh kantor kedutaan ataupun konsulat China yang tersebar di seluruh dunia merupakan agen pemasaran dan informasi bagi produsen/pengusaha asal China. Pemerintah Thailand mendirikan bank simpan-pinjam khusus untuk petani ataupun peternak. Pemerintah Jepang mendirikan lab pertanian di setiap pusat pertanian untuk keperluan riset dan pembibitan. Pemerintah Amerika memberikan jaminan atas harga dan kesejahteraan bagi petaninya, termasuk pula menyediakan asuransi khusus untuk petani.

Indonesia bisa dikatakan sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki karakteristik multi holtikultura. Hampir sebagian besar jenis tanaman di dunia bisa tumbuh dan dibudidayakan di Indonesia. Karakteristik semacam ini haruslah dimanfaatkan sebagai modal dasar untuk mewujudkan cita-cita kemandirian nasional, terutama di bidang pertanian dan tanaman pangan. Ironisnya, sebagai sektor yang menyediakan begitu banyak komoditi strategis, usaha di sektor pertanian dan tanaman pangan justru masih masuk dalam daftar hitam investasi di Indonesia (termasuk sektor perikanan laut). Masih banyak yang harus dibenahi dengan waktu yang sangat mendesak, terutama pemberdayaan atas fungsi sistem informasi pertanian. Kita bukan bermaksud menolak perdagangan bebas, tetapi paradigma pembangunan haruslah bisa membedakan keberpihakan atas potensi lokal dan kepentingan pasar melalui mekanisme persaingan yang wajar.

BEBERAPA MEGAPROYEK KONTROVERSIAL MIRIP JEMBATAN SELAT SUNDA

Megaproyek infrastruktur kontroversial ternyata bukan hanya terjadi pada rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Tidak sedikit pembangunan infrastruktur berbiaya mahal yang pernah terjadi justru tidak menciptakan dampak (positif) secara nyata terhadap perekonomian. Beberapa di antaranya, urung untuk dilaksanakan, karena berbagai pertimbangan strategis. Seluruh kasus-kasus kontroversial tersebut memiliki beberapa kemiripan, yaitu risiko pembengkakan biaya yang lebih besar daripada yang telah diestimasikan. Apa saja megaproyek infrastruktur di dunia ini yang menciptakan kontroversi?

Rencana megaproyek infrastruktur dengan konstruksi jembatan sebenarnya sudah dipikirkan sejak masa Soekarno. Ada 3 buah jembatan yang telah direncanakan oleh para insinyur pada masa itu, yaitu Jembatan Selat Sunda, Jembatan Surabaya Madura (Suramadu), dan Jembatan Gilimanuk (Banyuwangi-Gilimanuk). Seluruh cetak birunya telah diserahkan ke Soekarno pada tahun 1962 yang masih berupa rancangan dasar. Dari tiga jembatan utama yang telah direncanakan, baru terealisasi Jembatan Suramadu yang rampung pada tahun 2009 dengan menelan biaya sebesar Rp 5 triliun.


Sumber: Jembatanselatsunda.com

Tiga megaproyek infrastruktur tersebut sebenarnya merupakan jenis proyek merkusuar. Istilah proyek merkusuar bukan hanya terletak pada aspek biaya semata, melainkan dari fungsi, alternatif, dan dampaknya (terhadap perekonomian). Jembatan Suramadu sedianya dipikirkan untuk meniru megaproyek jembatan San Fransisco yang menghubungkan bagian daratan ke pulau yang kini menjadi Kota New York. Tetapi kasus di Amerika Serikat yang desentralistik terkendali akan jauh berbeda dengan kasus pembangunan di Indonesia yang masih berporos pada paradigma sentralistik. Jembatan Suramadu sendiri sebenarnya belum menciptakan dampak yang signifikan secara regional. Pusat pertumbuhan masih belum mengalami pergeseran ke Pulau Madura.

Sejumlah Kontroversi Jembatan Selat Sunda
Salah satu kontroversi terdapat pada perdebatan mengenai biaya pembuatan jembatan yang semakin membengkak. Pada awalnya telah direncanakan anggaran pembuatan JSS menghabiskan sekitar Rp 118 triliun pada tahun 2004. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut oleh tim insinyur dari ITB (Institut Teknologi Bandung), biayanya pun membangkak menjadi Rp 180 triliun pada tahun 2008. Pembengkakan biaya dikarenakan terjadi perubahan desain konstruksi. Salah satunya dengan penambahan jalur kereta api (rel ganda) di bagian tengah jembatan. Perubahan desain pula dilakukan untuk menyesuaikan persyaratan-persyaratan yang telah distandarisasi oleh badan konstruksi dunia di mana Indonesia telah turut meratifikasinya. Biaya yang terakhir dimintakan belumlah final, karena belum dilakukan studi kelayakan lebih lanjut. Perkiraan pembengkakan biayanya itu sendiri akan melonjak menjadi Rp 240 triliun.

Perdebatan dan kontroversi pun terjadi di kalangan pakar konstruksi dan transportasi perihal desain dan kelayakan desaian jembatan. Ketentuan yang disyaratkan oleh badan konstruksi dunia mengharuskan tinggi jembatan di Selat Sunda mencapai di atas 85 meter. Padahal arus angin yang melewati Selat Sunda akan mempengaruhi konstruksi jembatan yang sedianya didesain dengan model jembatan gantung. Pada ketinggian 85 meter, kecepatan angin yang melintas akan membahayakan lalu lintas di atas jembatan. Itu tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perubahan desain secara radikal yang berarti pula akan berdampak pada pembengkakan biaya pembuatan jembatan. Masalah konstruksi ini pula memperdebatkan kontur sea-belt yang berada pada zona patahan dan palung dengan kedalaman yang bervariasi tinggi (antara 40 hinga 80 meter), sehingga akan membutuhkan desain konstruksi yang berbiaya amat mahal. Belum lagi harus terpenuhi persyaratan desain konstruksi yang tahan gempa ini pula akan semakin mendorong biaya konstruksi menjadi tidak rasional. Dengan bentangan panjang jembatan yang mencapai sekitar 31 km, tidaklah mengherankan apabila estimasi sementara biaya yang dibutuhkan menjadi Rp 180 triliun.

Kontroversi selanjutnya muncul adanya ancaman atas kerusakan lingkungan sebagai akibat desain konstruksi JSS. Ancaman kerusakan lingkungan bukan hanya terjadi di kawasan penyangga jembatan di bagian daratan (Banten dan Lampung), malainkan yang paling utama ancaman atas kerusakan ekosisitem perairan di Selat Sunda. Kawasan perairan tersebut merupakan bagian dari penyangga keseimbangan ekosistem perairan laut yang menghubungkan dua perairan yang berbeda. Aktivitas pembangunan konstruksi di dasar laut akan mengorbankan kehidupan di bawah air untuk jangka waktu yang cukup lama. Sayangnya, masalah kerusakan lingkungan ini justru tidak dimasukkan ke dalam studi kelayakan pembangunan JSS.

Dari sisi anggaran ini pun memunculkan sejumlah perdebatan yang kontroversial, terutama pada aspek kemanfaatan dan kelayakan secara ekonomi. Pihak Dinas Perhubungan Angkutan Laut merilis laporan apabila setiap tahunnya terdapat sebanyak 2 juta unit kendaraan yang melintasi Selat Sunda atau sebanyak 5.479 kendaraan per hari (Kompas, 8 Desember 2009). Dengan melihat besarnya biaya pembangunan jembatan, maka setidaknya harus dilintasi sebanyak 20.000 kendaraan per hari agar memenuhi aspek kelayakan finansial jembatan tersebut. Artinya, kemanfaatan secara finansial atas keberadaan JSS nantinya berada dalam kondisi tidak layak, sehingga pada akhirnya akan semakin memberatkan anggaran pemerintah pusat. Sementara itu, pihak Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sendiri mengatakan apabila permasalahan kemacetan di pintu tol Merak bukan pada keberadaan jembatan (JSS), melainkan pada pengelolaan pelabuhan dan penyeberangannya.

Masalah yang lebih serius untuk dipertimbangkan adalah kemanfaatannya untuk menunjang aspek perhubungan dan transportasi untuk bentuk negara kepulauan seperti Indonesia. Salah satu pakar teknologi kelautan, Prof. Daniel M. Rosyid menyebutkan apabila JSS merupakan paradigma yang keliru dengan menganggap Indonesia sebagai sebuah negara dengan pulau yang besar (Wawan Setyawan, 2012). Secara paradigmatik pula, konsep berpikir dalam JSS memandang laut/selat sebagai pemisah daratan, sehingga akan berdampak secara sistematis mengabaikan kepentingan bisnis maritim di masa depan. Sarana penghubung selat seperti kapal ferry atau jenis kapal RoRo (roll-on/roll-off) dinilai masih sangat memadai untuk kasus penyeberangan di Selat Sunda.

Beberapa Megaproyek Infrastruktur Kontroversial
Salah satu megaproyek infrastruktur yang agaknya diharapkan menjadi fenomenal adalah terowongan Eropa atau Eurotunnel yang menghubungkan Dover dan Calais. Terowongan yang diperuntukkan untuk dilewati kereta api cepat memiliki panjang 50 km yang diselesaikan dalam kurun waktu 8 tahun (1986-1994). Biaya proyek Eurotunnel yang semula diestimasikan sebesar 2.600 miliar pounsterling (GBP) membengkak menjadi 4.650 miliar pounsterling (sekitar Rp 500 triliun) atau membengkak sebanyak dua kali lipat. Investor maupun operatornya terowongan Eropa yang bekerja dengan pola BOOT (Build-Own-Operate-Transfer) dikabarkan mengalami kerugian dan mendekati kebangkrutan akibat proyeksi kemanfaatan (penggunaan) dari lalu lintas terowongan tidak seperti yang diharapkan. Terowongan tersebut beberapa kali ditutup, akibat seringnya terjadi kebakaran di dalam terowongan. Dalam perkembangannya, terowongan Eropa tidak memberikan manfaat ekonomi yang berarti secara regional, terutama bagi perekonomian Inggris sendiri. Sempat dituliskan oleh media Inggris apabila kondisi Inggris akan jauh lebih baik apabila Eurotunnel tidak pernah dibangun.

Italia sempat berencana untuk merealisasikan megaproyek jembatan Messina (Messina Bridge) yang sedianya akan menghubungkan Calabria (mainland) dan Messina di Pulau Sisilia. Jika direalisasikan, jembatan Messina akan memiliki bentang tengah terpanjang nomor dua di dunia setelah JSS. Total biaya yang diestimasikan ketika itu mencapai Rp 70 triliun. Dalam perencanaannya terjadi silang pendapatan dan perdebatan sengit di kalangan pemerintah, parlemen, dan masyarakat. Salah satu kontroversi adalah kekhawatiran apabila anggaran pembangunan jembatan sebesar triliunan lira akan jatuh ke tangan organisasi kriminal Cosa Nostra dan Ndranghetta. Untuk mengakhiri perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, akhirnya PM Italia saat itu memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan jembatan Messina pada tahun 2006. Salah satu alasan pembatalan disebutkan apabila perbaikan prasarana jalan di P. Sisilia sendiri jauh lebih bermanfaat bagi ekonomi regional Italia.

Satu lagi proyek infrastruktur berupa jembatan yang dianggap kontroversial di Jepang adalah jembatan Akashi-Kaikyo yang menghubungkan Pulau Honshu dan Pulau Awaji. Panjang jembatan tersebut memiliki panjang bentangan mencapai 1.991 meter di mana panjang totalnya hanya 3.911 meter dengan clearance 66 meter. Megaproyek Akashi-Kaikyo dibangun selama waktu 12 tahun (1986-1998). Sekalipun memiliki indikasi kelayakan, tetapi tidak sepenuhnya terpenuhi, karena operasionalnya dianggap masih terlalu mahal. Misalnya saja, pihak otoritas setempat harus mengenakan tarif tol untuk jembatan tersebut sebesar 2.300 Yen untuk sekali masuk (sekitar Rp 250.000). Padahal, arus lalu lintas yang melintasinya telah mencapai 23.000 kendaraan per hari.

Realistis Di Tengah Negara Kepulauan
Indonesia merupakan satu-satunya negara kepulauan terbesar di dunia dan satu-satunya negara yang dinaungi lebih dari satu lautan di dalam wilayah negara tersebut. Salah satu ciri negara kepulauan adalah terdapatnya bentuk pemisah daratan yang disebut selat. Indonesia saat ini memiliki sebanyak 36 buah selat yang sudah diberi nama. Dua di antara selat tersebut, yaitu Selat Karimata dan Selat Makassar masuk ke dalam kategori selat terlebar dengan bentangan lebar di atas 100 km. Indonesia pula saat ini tercatat sebagai satu-satunya negara yang memiliki jumlah selat (straits) paling banyak di dunia.

Menurut pakar kemaritaman, Dr. Raja Olan Saut Gurning, Indonesia secara historis memiliki karakter dan budaya kemaritiman, sesuai dengan karakter geografis yang dinaungi oleh bentuk kepulauan (island). Secara historis pula, sejarah-sejarah kerajaan Nusantara di masa lalu dilatarbelakangi tema kemaritiman, termasuk pula yang turut menentukan alur sejarah dan peradaban Nusantara. Fakta historis dan geografis inilah yang dianggap kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan pembangunan nasional. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia justru memiliki dermaga yang standarisasinya jauh di bawah standarisasi dermaga moderen. Keberadaan dermaga itu pun di seluruh tanah air belum mampu untuk mengakomodasi berbagai jenis kapal dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi. Salah satu contoh kasus, bahwa di seluruh negeri ini hanya memiliki dua buah dermaga yang secara khusus bisa digunakan oleh kapal-kapal pesiar moderen, yaitu di Pelabuhan Jakarta dan Pelabuhan Benoa (Bali). Secara historis, fungsi dermaga sejak lama apabila dioptimalkan akan menjadi sumber pendapatan yang sangat strategis.

Secara topologi, jembatan sebenarnya hanya akan efektif apabila menghubungkan dua pulau yang jaraknya pendek, serta tidak dilalui oleh kapal besar di bagian pemisah kedua pulau tersebut. Menurut pakar teknologi kelautan Prof. Daniel M. Rosyid, paradigma negara kelautan sebaiknya membuka relaxed design domain tanpa mengubah ruang topologi landmass yang sudah ada. Solusi tersebut diwujudkan dengan menyediakan angkutan laut penyeberangan seperti jenis ferry ataupun kapal RoRo dengan teknologi terkini yang cukup mendukung konektivitas antara pulau. Keberadaan angkutan penyeberangan dengan optimalisasi dermaga akan membentuk jembatan alamiah dalam jumlah yang tidak terbatas. Ferry penyeberangan di Eropa saat ini sudah menggunakan high capacity load design, sehingga mampu memuat lebih dari 1.000 kendaraan roda 4 jenis mobil dan lebih dari 100 truk ukuran besar, serta mengangkut lebih dari 1.100 penumpang. Kecepatan jelajah ferry (kapal RoRo) tersebut mampu mencapai angka 22 knot, sehingga dengan rata-rata kecepatan sekitar 15-17 knots sudah cukup mampu menjadi penghubung antar pulau seperti kasus di Selat Sunda.

23 Juli 2012

10 PELABUHAN LAUT TERBESAR DI DUNIA

Kapasitas perekonomian di suatu negara bisa diukur salah satunya dengan melihat besarnya kapasitas pelabuhan laut di negera tersebut. Pelabuhan laut (seaport) yang dimaksudkan adalah pelabuhan pemuatan barang untuk keperluan keluar dan masuk ke pelabuhan. Fungsinya sangat strategis, karena menjadi penentu gerak perekonomian di suatu negara. Berikut ini akan diulas mengenai 10 pelabuhan laut terbesar di dunia. Di manakah ranking pelabuhan laut utama di Indonesia?

Pelabuhan laut yang dibahas di sini adalah jenis pelabuhan laut untuk perdagangan luar negeri (berdasarkan PP No 69 Tahun 2001). Aktivitasnya meliputi bongkar muat, penyimpanan kargo (transito), dan persinggahan kapal jenis petikemas. Pelabuhan laut semacam ini disinggahi oleh kapal-kapal berbendera nasional maupun internasional (berdasarkan persetujuan bilateral). Fasilitas yang tersedia berupa dermaga, crane (alat untuk bongkar muat petikemas), dan gudang (transito). Kapasitas pelabuhan laut diukur berdasarkan banyaknya muatan yang bisa disimpan yang dinyatakan dalam satuan twenty-foot equivalent unit atau disingkat TEU. Untuk satu kontainer dengan panjang 20 kaki (feet) adalah ekuivalen dengan 1 TEU. Satuan kapasitas lainnya yang digunakan berdasarkan volume kargo atau berdasarkan tonase bongkar muat pelabuhan.

Kita mulai ulasannya dengan 10 pelabuhan terbesar di dunia berdasarkan satuan TEU untuk tahun 2011. Sayangnya penulis belum mendapatkan daftar lengkap dari sumber AAPA yang baru merilis laporan untuk tahun 2010.

1. Port of Shanghai (China): 29 Juta TEUs
Cukup mengejutkan, karena Port of Shanghai pada tahun 2011 masih mampu melampaui Port of Singapore sejak tahun 2010. Pelabuhan Shanghai memiliki peran ganda, yaitu sebagai pelabuhan laut dan sekaligus pelabuhan sungai (terletak di muara sungai Yangtze). Pada tahun 2011 lalu, tercatat lalu lintas pemuatan kargo sebanyak 29 juta TEUs. Pelabuhan Shanghai menjadi urat nadi bagi perekonomian di kawasan lain, seperti Propinsi Zhejiang, Propinsi Jiangsu, dan Propinsi Henan.


2. Port of Ningbo-Zhoushan (China)
Pelabuhan laut ini sebenarnya merupakan gabungan dua pelabuhan lama, yaitu Ningbo Port dan Zhoushan Port. Penggabungan dilakukan pada tahun 2006 untuk memudahkan pengelolaan perairan di dalam satu koordinasi pelabuhan laut. Pelabuhan Ningbo sendiri senantiasa masuk ke dalam peringkat 10 besar pelabuhan laut di dunia. Dengan penggabungan tersebut, secara perlahan posisinya mulai merangkak, bahkan mampu menggeser posisi Port of Singapore. Pelabuhan Ningbo-Zhoushan sekaligus mengakomodasi angkutan laut untuk tiga sungai utama, yaitu Sungai Yangtze, Sungai Yong, dan Sungai Qaintang. Hingga saat ini, pelabuhan tersebut masih dalam tahap perluasan dan renovasi yang akan rampung pada tahun 2014 nanti.


3. Port of Singapore (Singapore)
Pelabuhan Singapura sebenarnya merupakan pelabuhan laut paling besar dan paling sibuk di kawasan Asia Tenggara. Dalam rangking dunia, Port of Singapore senantiasa menempati peringkat kedua dan ketiga sejak tahun 2008. Hebatnya lagi, Singapura merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah paling kecil. Pelabuhan Singapura terhubung dengan sebanyak 600 pelabuhan di seluruh dunia dan ada sebanyak lebih dari 100 negara yang berhubungan dengan pelabuhan laut Singapura. Pelabuhan ini juga difungsikan untuk mengelola kargo minyak di mana terdapat sebanyak hampir 50% minyak mentah dunia transit di Singapura.


4. Port of Rotterdam (Belanda)
Pelabuhan Rotterdam merupakan satu-satunya pelabuhan laut terbesar di Eropa. Nama Port of Rotterdam sebelumnya sempat menjadi pelabuhan laut terbesar di dunia untuk kurun waktu 42 tahun lamanya, yaitu dari tahun 1962 hingga 2004. Pelabuhan ini pula satu-satunya pelabuhan di Eropa yang masuk ke dalam daftar 10 besar pelabuhan terbesar versi AAPA.


5. Port of Tianjin (China)
Pelabuhan Tianjin terletak di sepanjang bagian ujung muara Sungai Haihe. Saat ini, pelabuhan ini telah terhubung dengan lebih dari 400 pelabuhan laut di dunia dan dikunjungi oleh kapal-kapal lebih dari 200 negara. Angka tersebut masih dimungkinkan untuk mengalami kenaikan hingga 4 tahun mendatang, mengingat kapasitas pelabuhan ini belum mencapai tahap optimal. Di China sendiri, Pelabuhan Tianjin merupakan pelabuhan laut terbesar ketiga dan terbesar untuk kawasan China Utara.


6. Port of Guangzhou (China)
Propinsi Guangzhou merupakan salah satu propinsi industri besar di China. Pelabuhan Guangzhou sendiri merupakan pelabuhan laut terbesar di kawasan China bagian Selatan. Saat ini, Pelabuhan Guangzhou telah terhubung dengan lebih dari 300 pelabuhan utama di dunia dan dikunjungi oleh kapal yang berasal dari lebih 100 negara. Keberadaan pelabuhan ini menjadi penopang bagi aktivitas perindustrian di Propinsi Guangxi, Yunnan, Hunan, dan Jiangxi.


7. Port of Qingdao (China)
Pelabuhan Qingdao terletak berselebahan dengan Sungai Kuning di Semenanjung Shandong. Letaknya pula sebenarnya bisa dikatakan di antara dua raksasa bisnis Asia, yaitu Jepang dan Korea Selatan. Saat ini, Pelabuhan Qingdao telah terhubung dengan lebih dari 450 pelabuhan laut utama di dunia dan sebanyak lebih dari 130 negara.


8. Qinhuangdao Port (China)
Pelabuhan Qinhuangdao merupakan pelabuhan utama masuk dan keluar batu baru di China selama lebih dari tiga dekade. Pelabuhan ini dikenal pula pelabuhan pemuatan batu bara terbesar di dunia. Hampir sebanyak 50% batu baru akan didistribusikan ke bagian Utara dan Selatan China.


9. Hong Kong Port (China)
Hong Kong merupakan sebuah pulau kecil yang letaknya terpisah dari China daratan. Lokasinya cukup ideal untuk dibuatkan menjadi pelabuhan laut. Hong Kong pula termasuk berada di tengah jalur lalu lintas perdagangan dunia. Pelabuhan Hong Kong selama senantiasa masuk ke dalam peringkat 10 besar pelabuhan laut terbesar versi AAPA untuk berbagai kategori. Sebelum kembali ke China pada tahun 1997, Pelabuhan Hong Kong merupakan jantung perekonomian di negara kecil tersebut.


10. Port of Busan (Korea Selatan)
Pelabuhan yang dikenal juga dengan nama Port of Pusan ini memiliki ukuran luas terbesar dari ukuran luas wilayah kota di Korea Selatan. Letaknya persis di bagian muara Sungai Naktong serta menghadap ke jalur lalu lintas perdagangan laut (Samudera Pasifik). Port of Busan termasuk menjadi pelabuhan penghubung di Samudera Pasifik. Kabar terakhir, pelabuhan ini akan dikembangkan perluasan dan kapasitasnya yang baru akan rampung pada tahun 2015.


20 Besar Pelabuhan Laut Tahun 2010
Data terakhir yang dirilis oleh AAPA mengenai perangkingan pelabuhan laut adalah tahun 2010. Ulasan di atas untuk periode tahun 2011 berdasarkan perkiraan sementara laporan AAPA yang belum meliputi seluruh pelabuhan laut di dunia. Berikut ini disajikan daftar 20 besar pelabuhan laut berdasarkan satuan volume (tonase) dan tingkat kepadatan lalu lintas (TEU).



Dari 20 besar pelabuhan laut tahun 2010 terlihat masih didominasi oleh Asia. Berdasarkan volume, terdapat sebanyak 14 pelabuhan laut di Asia yang masuk ke peringkat 20 besar di mana sebanyak 9 pelabuhan di antaranya berasal dari China. Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia masing-masing menempatkan sebanyak 2 pelabuhan ke dalam peringkat 20 besar. Begitu pula berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas, terdapat sebanyak 13 pelabuhan laut berasal dari Asia. China masih mendominasi dengan sebanyak 8 pelabuhan lautnya. Eropa dan Amerika Serikat masing-masing menempatkan 3 pelabuhannya ke dalam ranking 20 besar tersebut. Cukup mengejutkan, terdapat dua pelabuhan laut dari Malaysia yang menempatkan dirinya masuk ke dalam ranking 20 besar berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas pelabuhan (TEU).

Daftar lengkap World Port Ranking 2010 yang dikeluarkan oleh AAPA bisa diunduh di sini (WPR AAPA 2010).

Pelabuhan Utama di Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara sebenarnya merupakan kawasan perekonomian yang sangat strategis. Di kawasan ini setidaknya terdapat beberapa jalur pelayaran internasional yang cukup penting, seperti Selat Malaka. Lokasi Asia Tenggara pula sangat memungkinkan menjadi lokasi transit ataupun jalur pelayaran dan pengangkutan laut di dunia. Berikut ini beberapa pelabuhan laut di Asia Tenggara yang masuk ke dalam kelompok 100 besar menurut versi AAPA 2010.



Port of Singapore masih merupakan satu-satunya pelabuha laut paling besar dan paling sibuk di Asia Tenggara. Setidaknya Asia Tenggara memiliki 5 negara penting yang menjadi lokasi pelabuhan laut, yaitu Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Dalam hal ini, pelabuhan laut di Malaysia dan Thailand terlihat masih menempati posisi di atas Indonesia (Port of Tanjung Priok). Malaysia mencatatkan terdapat dua pelabuhan laut penting, yaitu Port Kelang dan Port of Tanjung Pelepas. Posisi pelabuhan Tanjung Priok cukup baik untuk kategori kesibukan pelabuhan, yaitu menempati posisi 24 dari 100 pelabuhan laut tersibuk di dunia. Pelabuhan Laem Chabang (Thailand) termasuk berada pada kawasan strategis yang menjadi pintu masuk ke kawasan lalul lintas perdagangan internasional. Begitu pula dengan pelabuhan Ho Chi Minh (Vietnam).

Peluang Besar Yang Diabaikan
Sebenarnya sangat mengejutkan mengetahui hanya ada nama Port of Tanjung Priok yang masuk ke dalam peringkat 100 besar pelabuhan laut dunia versi AAPA. Peringkat pelabuhan Tanjung Priok sendiri masih jauh di bawah Singapura dan Malaysia. Port Kelang memiliki tingkat kesibukan dua kali lebih besar daripada Port of Tanjung Priok. Dari kapasitas bongkar muatnya saja, Port of Laem Chabang memiliki bisa hampir dua kali lipat kapasitas bongkar muat dari Port of Tanjung Priok pada tahun 2010. Peringkat Tanjung Priok hanya lebih baik dari Port of Manila (Filipina) dan Port of Ho Chi Minh (Vietnam). Sementara itu, Indonesia adalah negara yang memiliki kawasan paling luas di Asia Tenggara dengan bentuk kepulauannya.

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah terdapat cukup banyak pelabuhan laut untuk keperluan bongkar muat petikemas. Pelabuhan tersebut tersebar dari Jayapura, Sorong, Ambon, Makassar, Tarakan, Banjarmasin, Surabaya, Semarang, Tanjung Priok, Bawean, Lampung, Medan, Aceh, dan masih belum ditambahkan pelabuhan-pelabuhan transit berskala nasional. Mereka semua memiliki potensi untuk bisa dikembangkan menjadi pelabuhan laut bertaraf internasional dengan tingkat kesibukan maupun kapasitas bongkar muat yang tinggi. Mereka semua terletak di zona pelayaran internasional yang cukup penting menjadi pintu masuk ke Pasifik maupun Samudera Hindia.

Persoalannya hanya tinggal memanfaatkan peluang geografis dan mengoptimalkannya. Langkah pertama tentu dengan membenahi administrasi pelabuhan dengan terus meningkatkan standarisasi pelabuhan di seluruh lokasi-lokasi pelabuhan laut untuk keperluan bongkar muat barang. Kita bisa meniru strategi yang digunakan oleh Singapura dengan memposisikan wilayah pelabuhan laut untuk keperluan transit barang. Ada beberapa titik perairan di mana lokasi pelabuhan langsung menghadap dan berada di jalur pelayaran internasional. Langkah selanjutnya adalah dengan memperluas zona pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada prinsipnya, pelabuhan laut untuk bongkar muat barang merupakan salah satu infrastruktur. Dukungan infrastruktur yang memadai akan sangat dibutuhkan untuk mendukung penyebaran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan NKRI.

22 Juli 2012

INFLASI MENJELANG PUASA DAN LEBARAN: ANTARA IBADAH DAN MOTIF EKONOMI

Sekitar 4 tahun belakangan ini muncul fenomena inflasi tinggi menjelang bulan Ramadhan. Tidak seperti sebelumnya yang biasanya ditemukan menjelang hari raya. Tidak tanggung-tanggung, angka inflasinya bisa mencapai antara 1-2 persen di bulan suci Ramadhan. Harga-harga kebutuhan pokok bisa naik hampir dua kali lipat. Tentu saja tidak semua masyarakat, terutama di perkotaan yang secara ekonomi mampu menghadapi situasi lonjakan harga tersebut. Apakah yang menyebabkan fenomena inflasi di bulan suci Ramadhan tersebut? Mengapa masalah ini tidak pernah terselesaikan?

Inflasi yang sedang dibahas di sini merupakan inflasi yang bersumber dari sisi permintaan (demand push inflation). Harga akan mengalami lonjakan kenaikan apabila permintaan berubah (meningkat) tanpa bisa diketahui. Dengan menggunakan prinsip skedul harga dapat dijelaskan, bahwa harga menurut sisi konsumen merupakan tingkat harga di mana konsumen masih mau (rela) untuk mengorbankan pendapatannya. Dari sisi produsen (penjual), skedul harga dijelaskan sebagai tingkat harga di mana pihak produsen masih mau menerima tingkat keuntungan (atau kerugian). Pihak produsen menggunakan instrumen psikis yang disebut dengan ekspektasi atas harga dan tingkat keuntungan di masa yang akan datang. Perhatikan gambar di bawah ini.




Gambar di atas mengilustrasikan kurva permintaan menjelang bulan suci Ramadhan dan Lebaran untuk barang-barang kebutuhan pokok. Pada kondisi normal, kurva permintaan diperlihatkan berwarna biru dengan sudut kemiringan yang menggambarkan tingkat elastisitas atas harga. Harga pada kondisi normal ditunjukkan sebesar P1, sedangkan kuantitas (banyaknya barang yang dibeli) ditunjukkan pada titik Q1. Pada puncak aktivitas di bulan suci Ramadhan dan lebaran, kurva permintaan mengalami pergeseran ke arah kanan atas. Nampak pada garis merah, tingkat kelandaiannya semakin berkurang yang berarti semakin tidak elastis. Kurva permintaan berwarna merah mengilustrasikan kemampuan pendapatan masyarakat yang semakin meningkat, sehingga tidak banyak berdampak terhadap harga pada kondisi normal. Di sini diperlihatkan, pada kurva berwarna merah, harga pada kondisi normal P1 akan menyebabkan terjadinya peningkatan kuantitas sebanyak Q2. Selisih antara Q2 dan Q1 yang selanjutnya disebut sebagai ekspektasi harga bagi penjual. Melihat pergeseran harga yang cukup besar antara Q1 ke Q2, selanjutnya produsen akan menaikkan harga. Besarnya kenaikan harga tersebut ditentukan oleh ekspektasi atas harga yang masih mau dibayarkan oleh masyarakat dan ekspektasi kesejahteraan yang dikehendaki oleh penjual atau seberapa mau penjual mau mengambil manfaat atas situasi tersebut. Pihak penjual akan menaikkan harga sepanjang selisih antara Q1 dan Q2. Tetapi jika ekspektasi atas kesejahteraan semakin tinggi, bisa jadi harga yang dinaikkan akan berada di sebelah kiri garis vertikal Q1. Misalnya saja harga dinaikkan hingga mencapai dua kali lipat atau lebih.

Kebiasaan lama yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia memperoleh pendapatan lebih besar menjelang hari raya. Kenaikan pendapatan tersebut akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi semakin meningkat. Masyarakat akan lebih banyak melakukan aktivitas pembelanjaan (pengeluaran) untuk sejumlah kebutuhan di bulan suci Ramadhan dan hari raya. Misalnya, seperti pembelanjaan kebutuhan pokok, makanan jadi, pakaian, aksesoris, perhiasan, transportasi, dan pembelanjaan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pribadi. Kebiasaan semacam ini sudah menjadi gaya hidup konsumerisme pada umumnya umat Islam di Indonesia.

Kita mengenal istilah Tunjangan Hari Raya (THR) yang merupakan bentuk apresiasi atas tenaga kerja dalam bentuk uang tunai. Hampir bisa dipastikan apabila THR yang disalurkan akan dibelanjakan langsung atau dibelanjakan dalam waktu dekat. Jarang sekali ditemukan karyawan yang menerima THR disimpan seluruhnya ke dalam bentuk tabungan (saving). THR yang telah disalurkan tadi kemudian akan menjadi instrumen pembayaran yang disebut jumlah uang beredar (money supply). Pada umumnya, besarnya THR melampaui besarnya penghasilan dalam sebulan. Ekspektasinya cukup tinggi, bisa mencapai 2-3 kali lipat dari besarnya penghasilan dalam sebulan. Artinya, jumlah uang beredar yang meningkat di luar ekspektasi keseimbangan harga akan merubah kurva keseimbangannya menjadi semakin elastis di mana harga-harga akan semakin mudah untuk mengalami lonjakan kenaikan.

THR bukanlah satu-satunya instrumen pendapatan yang memicu terjadinya lonjakan jumlah uang beredar. Menjelang bulan suci Ramadhan dan hari raya, masyarakat akan memperoleh tambahan pendapatan (alternatif) yang diperoleh dengan memanfaatkan jasa pegadaian. Pencairan dana cepat tersebut nantinya akan digunakan untuk menopang pemenuhan kebutuhan (atau konsumsi) masyarakat menjelang hari raya. Ini masih belum lagi ditambahkan dengan dana cepat dari sejumlah rentenir (bank plecit). Ekspektasi atas tingginya peredaran uang tersebut masih ditambahkan lagi dengan dicairkannya sejumlah simpanan bank (atau lembaga keuangan) sebagai bagian untuk mendukung aktivitas konsumsi di bulan suci Ramadhan dan hari raya.

Untuk dibelanjakan apa saja uang yang beredar di masyarakat?

Agar tidak terlalu luas pembahasannya, kita akan batasi pembahasannya pada pembelanjaan kebutuhan pokok sehari-hari. Ada dua bentuk pembelanjaan untuk kebutuhan pokok di bulan suci Ramadhan dan hari raya, yaitu pembelanjaan untuk konsumsi langsung dan pembelanjaan untuk bahan baku yang nantinya akan dijual. Konsumsi langsung berarti pembelanjaan untuk dikonsumsi dan dihabiskan sendiri. Beberapa kelompok masyarakat membelanjakan bahan kebutuhan pokok sebagai bahan baku untuk pembuatan makanan jadi. Dalam hal ini, kelompok masyarakat tadi mencoba untuk mendapatkan nilai tambah (value added). Artinya, barang-barang kebutuhan pokok menjadi semakin meningkat nilainya di bulan suci Ramadhan dan hari raya yang berarti akan memicu semakin tingginya ekspektasi harga bahan-haban kebutuhan pokok sehari-hari.

Salah satu bentuk kebiasaan dan perilaku sosial yang menjadi gaya hidup menjelang hari raya adalah kebiasaan untuk pembelian kebutuhan sandang. Bentuknya bisa berupa pakaian jadi, perangkat beribadah, aksesoris, dan lain sebagainya. Kelebihan pendapatan yang tidak biasanya diterima mendorong masyarakat akan memiliki peluang untuk melakukan sejumlah pembelanjaan atas sejumlah barang-barang tersier. Di bulan suci Ramadhan dan hari raya, hampir sebagian besar sektor di sisi penawaran (supply side) akan terdongkrak aktivitasnya untuk melakukan penyerapan sisi permintaan.

Rata-rata tingkat inflasi bulanan biasanya jarang mencapai di atas 1%, kecuali hanya terjadi di bulan suci Ramadhan dan Lebaran. Pada lebaran tahun 2011 lalu, inflasi bulanan bergerak dari sebesar 0,67% hingga 0,93% (terhitung dari bulan Juli dan Agustus 2011). Cukup beruntung di tahun ini pemerintah menangguhkan rencana untuk menaikkan harga bensin jenis premium dan solar. Sekalipun demikian, para ekonom memperkirakan angka inflasi bulanan di bulan suci Ramadhan dan Lebaran akan menembus di atas 1,5% hingga 2%. Kondisi tersebut dikarenakan semakin menyebarnya peningkatan aktivitas transaksi (konsumsi) dan penyebaran pendapatan untuk dibelanjakan di sejumlah daerah.

Inflasi di bulan suci Ramadhan dan Lebaran disebut fenomena perekonomian. Disebut fenomena, karena lonjakan inflasi tidak selalu terjadi di setiap bulannya, melainkan hanya terjadi menjelang bulan suci Ramadhan dan Lebaran. Lonjakan inflasi bukan bersumber dari pasokan barang-barang kebutuhan pokok, melainkan didorong oleh semakin tingginya ekspektasi atas tingkat kesejahteraan. Di sisi permintaan, masyarakat akan menghabiskan sebagian besar pendapatannya (termasuk THR) di bulan suci Ramadhan dan Lebaran. Sementara itu, di sisi penawaran, pihak produsen atau penjual akan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan kenaikan sementara dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Motif ekonomi yang melatarbelakangi fenomena inflasi di bulan suci Ramadhan maupun Lebaran merupakan motif yang lumrah terjadi di beberapa negara. Teori ekonomi (mikroekonomi) telah mengakodomodasikan motif ekonomi tersebut ke dalam pandangan mengenai ekspetasi atas harga dan kesejahteraan. Jika ekspektasi kesejahteraan dalam jangka panjang adalah rendah, maka mereka akan memanfaatkan momentum tersebut dengan memaksimalkan kepuasan (utility maximizing) dan kesejahteraan (welfare optimization). Dalam bahasa yang sederhana, kapan lagi masyarakat bisa bersenang-senang atau kapan lagi masyarakat bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan, jika bukan dengan memanfaatkan momentum bulan suci Ramadhan dan Lebaran.

Pemerintah di negara manapun memiliki kewajiban utama untuk melakukan stabilisasi harga. Maksudnya stabilisasi dilakukan apabila ditemukan ketidakwajaran di luar perilaku harga pada kondisi normal. Untuk kasus di Indonesia, persoalan stabilisasi harga di masa bulan suci Ramadhan dan Lebaran bukanlah persoalan yang sederhana, karena sumber masalahnya berakar dari kebijakan dan sikap pemerintah di masa lalu. Kebijakan perekonomian dalam berorientasi pada pertumbuhan lebih menitikberatkan atau berorientasi untuk mendorong sisi permintaan, sehingga semakin membentuk gaya hidup yang cenderung konsumtif di masyarakat. Hal ini masih ditambahkan dengan gaya hidup pejabat dan keluarganya yang konsumtif menjadi contoh bagi masyarakat. Mengenai pengendalian dan stabilisasi harga sejak lama lebih berpihak kepada sisi permintaan, bukan memperhatikan sisi penawaran. Sekalipun demikian, dengan segala kewenangan yang dimilikinya, pemerintah seharusnya punya otorisasi penuh untuk mengendalikan harga dari ketidakwajaran dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Apakah fenomena inflasi menjelang bulan suci Ramadhan dan Lebaran bermakna negatif atau sebaliknya?

Pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan perilaku sosial ekonomi dan pendekatan religius. Sepanjang sejarah fenomena inflasi menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran, harga sesudah peristiwa tersebut cenderung lebih tinggi daripada harga sebelumnya. Bisa dikatakan wajar, bisa pula tidak, tergantung perilaku sosial ekonomi masyarakat di suatu negara. Parameter penilaiannya sederhana saja. Pola fluktuasi harga (inflasi/deflasi) seperti kasus di Indonesia dikatakan wajar apabila tingkat kesenjangan pendapatan ataupun kesejahteraan adalah rendah. Jika sebaliknya, maka dampak positif kesejahteraan hanya dinikmati sebagian kecil masyarakat, sementara sebagian besar masyarakat akan menanggung dampak jangka panjangnya. Pendapatan tersebut seharusnya bisa ditabung untuk keperluan yang jauh lebih berharga, ketimbang dihabiskan hanya untuk memaksimalkan kepuasan jangka pendek. Hanya orang kaya yang tidak mengkhawatirkan pendapatannya di mana jumlah orang kaya (asumsi berpendapatan di atas Rp 25 juta/bulan) sangat sedikit (kurang dari 15% dari total jumlah penduduk.

Setahun yang lalu, penulis mendapatkan cerita dari salah seorang rekan yang tinggal di Eropa. Waktu yang paling sakral bagi mereka sepanjang 1 tahun adalah momen hari Natal yang diperingati setiap tanggal 25 Desember. Tidak seperti di Indonesia yang sudah sibuk mempersiapkan 2 bulan sebelumnya, rata-rata masyarakat di Eropa relatif baru memikirkan persiapan Natal sekitar 1-2 minggu sebelumnya. Sebagai gambaran saja, harga kebutuhan pokok menjelang Natal di Eropa justru lebih murah, ketimbang hari-hari normal. Transaksi memang mengalami peningkatan, tetapi tidak ditemukan kasus inflasi yang tidak normal. Stok barang-barang kebutuhan pokok memang meningkat, tetapi tidak ada pihak yang mencoba untuk berspekulasi mengambil untung sebesar-besarnya dari momen hari Natal.

Kemeriahan pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan Lebaran sebenarnya hanya dijumpai di negara-negara kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tentu saja Indonesia dengan jumlah muslim terbesar di dunia merupakan negara yang paling meriah dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan perayaan Lebaran. Faktor sosio-kultural turut mendorong munculnya perilaku konsumtif di momen-momen penting keagamaan. Tetapi dorongan sosio-kultural ini pun butuh pemicu yang bersumber dari pendapatan tambahan dan peran media (termasuk advertising/periklanan). Seperti diketahui, perilaku sosial di sebagian masyarakat muslim di Indonesia baru mulai terlihat sekitar dekade 1980an. Hal ini sejalan dengan kemunculan kebijakan tentang pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan atau pekerja yang secara resmi diperkenalkan pada dekade 1980an. Ini berarti menjelang bulan suci Ramadhan dan Lebaran, masyarakat diekspektasikan akan meningkat daya belinya menjadi minimal dua kali lipat. Ini masih belum termasuk ditambahkan dari tabungan dan sumber pendapatan lainnya.

Perlu diketahui, THR hanya diberikan (menjadi hak) kepada pekerja di sektor informal. Berdasarkan statistik ketenagakerjaan tahun 2011 disebutkan terdapat lebih dari 70% tenaga kerja yang berpendapatan menengah ke bawah dan bekerja di sektor informal (catatan BPS menyebutkan sebanyak 109,7 juta tenaga kerja). Di antara mereka yang diperkirakan mendapatkan bonus (THR) tidak sampai 30%, tergantung kebijakan si pemilik modal/usaha. THR bukanlah satu-satunya sumber pendapatan tambahan yang akan dihabiskan untuk memaksimalkan kepuasan. Beberapa kelompok masyarakat menambahkan dari tabungan, pinjaman (melalui pegadaian), atau dapat pula berasal dari penjualan aset-aset tidak bergerak maupun aset bergerak.

Mengenai gaya hidup, ada baiknya kita mempertanyatakan seberapakah mereka yang disebut miskin (menurut definisi BPS maupun World Bank) bisa memenuhi gaya hidup?

Gaya hidup merupakan perilaku sosial yang relatif mudah untuk menular. Kelompok berpendapatan rendah yang rentan terjebak ke dalam sikap konsumtif adalah mereka yang berada pada kelompok “Hampir Miskin” atau mereka yang berada dalam kategori berpendapatan kurang dari Rp 1,5 juta per bulan. Masalah gaya hidup sebenarnya tidak menjadi masalah apabila kesenjangan kesejahteraan sosial relatif rendah. Kelas menengah di Indonesia lebih banyak didominasi oleh mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta/bulan. Jika mereka sudah berkeluarga dan memiliki anak lebih dari 1, tentunya kelompok kelas menengah ini akan sangat terjepit untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup di bulan suci Ramadhan dan hari Lebaran. Kesenjangan kesejahteraan secara psikologis akan mendorong terjadinya perilaku untuk memaksimalkan keuntungan dengan memanfaatkan momentum hari-hari besar agar nantinya mampu untuk memaksimalkan kepuasan (utility optimization).

Semoga saja, puasa di bulan Ramadhan 1433 H kali ini akan semakin meningkatkan kualitas keimanan kita semua.